Cerita Lari BNI UI Half Marathon: Ini Soal Nafas Panjang


Racepack.

Wajah saya tersungkur di atas seuntai sajadah sembari melamatkan sebentuk doa yang tak kunjung habis menjulang ke langit. Meminta kepada Yang Maha Menatap sebuah kekuatan dan kesehatan agar tubuh yang dititipkan kepada saya menjadi berdaya. Jam sudah menunjukkan wajah  bertaringnya di angka 03.45 pagi.

Saya harus melesat ke Universitas Indonesia (UI) untuk menandak kaki mengikuti lomba lari BNI UI Half Marathon 2017. Ini lomba pertama yang saya ikuti untuk kategori 21 kilometer. Atau musabaqah kedua setelah lari 5 kilometer di Spectaxcular 2016 yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP).

Continue reading Cerita Lari BNI UI Half Marathon: Ini Soal Nafas Panjang

Inklusi Kesadaran Pajak: Investasi Masa Depan


Sampai kapan kepatuhan pajak Indonesia rendah? Indikator berupa rasio pajak di tahun 2016 masih di bawah 11%. Ini menjadi permasalahan besar karena menyangkut kesadaran masyarakat dalam membayar pajak.

Selama masyarakat belum sadar pajak maka seberapa pun keras usaha yang dikerahkan untuk mengumpulkan pajak maka akan sia-sia saja. Oleh karenanya perlu perubahan perilaku masyarakat dalam membayar pajak.

Baca Lebih Lanjut.

Sri Mulyani: Beasiswa LPDP Uangnya dari Pajak


“Beasiswa ini dari hasil pajak Indonesia, yang kita collect rupiah demi  rupiah dengan susah payah. Bukan uang yang datang dari langit, tapi dengan senang hati kita berikan ke anak-anak Indonesia yang punya cita-cita dan ambisi membangun Indonesia ke depan,“ kata Menteri Keuangan, Sri Mulyani dalam sambutan di acara LPDP EduFair 2017 di Gedung Dhanapala, Kementerian Keuangan , Jakarta, Selasa (31/1/2017).

Menurut Sri Mulyani ada total dana kelolaan LPDP (Lembaga Pengelola Dana Pendidikan) sampai sekarang berjumlah Rp 22,5 triliun. LPDP sudah mengirimkan 16.925 penerima beasiswa ke berbagai perguruan tinggi di dalam maupun luar negeri. Dari jumlah itu, sebanyak 10.523 mahasiswa S2 dan sekitar 3.864 program doktor S3.
Baca Lebih Lanjut.

Kisah Nyata: Ini Dia 7 Ikhtiar Dalam 7 Tahun untuk Mendapatkan Momongan



Ikhtiar hanyalah tangga bahwa kita serius dalam pinta,

adapun rida Allah adalah tujuan kita.

(Indarto Premandaru)

Banyak yang berkonsultasi kepada saya dan sedikit mengadukan kegundahan karena belum mendapatkan momongan. Ketika saya tanya berapa lama? Ternyata baru beberapa bulan. Lah, yang ini 7 tahun. Dan Alhamdulillaah berhasil. Kiat nomor 6-nya bisa dijadikan referensi.

Saya sebenarnya ingin menceritakan terlebih dahulu kisah seleb yang berhasil mendapatkan anak setelah 11 tahun lamanya dalam penantian, namun saya pikir kisah nyata yang dialami oleh teman saya ini kiranya patut untuk didahulukan.

Continue reading Kisah Nyata: Ini Dia 7 Ikhtiar Dalam 7 Tahun untuk Mendapatkan Momongan

Kemenkeu Mengajar: Sehari Menjadi Guru



“Kapan Abi bisa ke sini? tanya anak saya, Ayyasy, yang ada di pesantren di kawasan perbatasan Bogor-Sukabumi.

“Kayaknya enggak bisa hari ini Nak. Soalnya Abi harus persiapan buat ngajar besok,” jawab saya dari seberang telepon.

“Yaaaaaaah,” suara Ayyasy mengisyaratkan kekecewaan.

Ïya insya Allah besok, setelah ngajar Abi datang ke sana yah,” jawab saya sambil menahan perih karena ada lubang yang menganga tiba-tiba muncul di hati. Bagi saya yang jarang bertemu dengannya ini nada kecewa darinya tentu menyesakkan dada. Penugasan di Tapaktuan, Aceh Selatan, membuat saya hanya bisa pulang sekali dalam sebulan.

Baca Lebih Lanjut

DIREKTUR JENDERAL INI TIDAK PINTAR


Rumornya Menteri Keuangan Bambang P.S. Brodjonegoro sudah menggadang-gadang Ken Dwijugiasteadi sebagai Direktur Jenderal Pajak (Dirjen Pajak). Selama ini Ken didaulat sebagai Pelaksana Tugas (Plt) mengisi kekosongan jabatan yang ditinggalkan oleh Sigit Priadi Pramudito sejak Desember tahun lalu.

Jokowi tentu akan bertanya kepada Bambang, siapa Ken? Sebuah pertanyaan yang barangkali sudah ada jawabannya sejak ia menjabat sebagai Plt. Sebuah jabatan yang menurut Mardiasmo (Wakil Menteri Keuangan) bakal diemban Ken hanya dalam jangka waktu sebulan saja. Dan saat ini—Februari 2016—Ken masih sebagai Plt, belum definitif sebagai Dirjen Pajak.

Dengan tuntutan Presiden dan Menteri Keuangan yang semakin besar terhadap kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dalam mengumpulkan penerimaan negara di tahun 2016 sebesar 1360 trilyun rupiah maka kekosongan jabatan yang dibiarkan lama mengisyaratkan sesuatu yang paradoksal. Seperti butuh tak butuh.

Kalau sudah demikian, saya jadi teringat sebuah catatan kecil yang dibuat oleh Frans Seda saat menjadi Menteri Keuangan di era Orde Baru, di tahun 1966-1968. Catatan kecil berupa catatan kaki tentang penunjukan Salamun AT sebagai Dirjen. Catatan ini ada di sebuah bundel stensilan bahan kuliah istri saya di program Maksi Universitas Indonesia.

Baca Lebih Lanjut.

FREELETICS WOCHE 6: 5893 Meter



Lebih dari dua puluh tahun yang lalu saya memulai memakai jaket STAN Prodip Keuangan. Dan kini melihat anak-anak muda yang berjas sama di Balai Diklat Keuangan (BDK) Medan. Kelak mahasiswa D1 STAN ini akan menjadi generasi baru Kementerian Keuangan menggantikan para seniornya. Perilaku mereka sudah dibina sedemikian rupa. Kalau bertemu dengan seniornya selalu pertama kali mengucapkan salam.

*

Baca Lebih Lanjut.

Pulang Pergi Yogya-Jakarta Tiap Pekan, Ibu Muda Ini Selalu Membawa Box Berisi ASI untuk Buah Hatinya



Kereta Api 119 Senja Utama Yogya melaju kencang Minggu malam itu. Suasana di dalam kereta yang menuju Jakarta itu sesak dengan penumpang. Tidak aneh, karena sebagian dari mereka adalah anggota PJKA (Pulang Jumat Kembali Ahad), sebutan buat para pekerja yang mencari nafkah di ibu kota dan pada akhir pekan pulang kampung.

Besok Senin, mereka harus kembali ke tempat kerja. Perjalanan jauh itu menguras tenaga, walau sekadar duduk di tempat. Istirahat yang cukup diperlukan agar mereka bisa langsung bekerja. Sebagian dari mereka memanfaatkan sela-sela kosong di bawah kursi penumpang sebagai tempat tidur.

Walau kebanyakan anggota PJKA adalah laki-laki, ternyata malam itu terselip di antaranya seorang perempuan. Yang unik dari perempuan berjilbab ini, ia membawa cooler box. Sebagian orang menyangka, isinya adalah biota yang ditelitinya.

 
Continue reading Pulang Pergi Yogya-Jakarta Tiap Pekan, Ibu Muda Ini Selalu Membawa Box Berisi ASI untuk Buah Hatinya

Kamar Dua Anak Itu


KAMAR DUA ANAK ITU

 

Perjalanan setengah jam lamanya berjalan kaki dari Stasiun Cawang ke tempat Diklat Menulis tepatnya di Gedung Pusdiklat Keuangan Umum itu membuat saya berkeringat tapi tetap harum. J Saya tidak langsung menuju ke kelas, tetapi mampir dulu ke Warung Tegal (warteg) yang berada di luar gedung. Makan pagi dan setelah selesai langsung buka laptop.

Untuk browsing begitu? Tidaklah. Saya harus mengerjakan pekerjaan rumah (PR) yang diberikan kemarin oleh Sang Tutor. Tadi malam saya tak sempat untuk mengerjakannya. Ada “pekerjaan” yang harus saya selesaikan—dan itu lebih penting—ditambah dengan kantuk yang luar biasa.

PR-nya adalah mendeskripsikan kamar. Soal ini saya sudah pernah mendapatkannya waktu di Forum Lingkar Pena (FLP) Depok tahun 2007. Untuk ini saya ucapkan terima kasih sebesar-besarnya kepada teman-teman FLP Depok.

Pendeskripsian yang bagus, kata sang Tutor, adalah ketika pendeskripsian kita itu benar-benar tampak nyata di depan orang lain dan dipahami betul tanpa orang lain itu turut serta melihat objek yang dideskripsikan. Jadi dengan membaca pendeskripsian kita itu dia sudah merasa cukup. Nah, kalau belum, berarti pendeksripsiannya gagal.

Deskripsi itu harus punya detil, punya dominan impresi serta menuliskannya berdasarkan urutan ruang. Nah, Sang Tutor juga ingin dalam deskripsi itu ada gambaran yang berdasarkan penglihatan kita, lalu menambahkan suara di dalamnya, lalu ada detil aroma, dan sentuhan serta detil pengecapan.

Ya sudah, di warteg itu, saya tulis berdasarkan apa yang saya ingat tentang sebuah kamar yang ada di rumah. Silakan untuk dinikmati. Apakah Anda sudah merasakan dan mengetahui dengan baik penggambaran kamar ini tanpa perlu jauh-jauh datang ke Citayam? Dan perlu diketahui saja dominan impresi deskripsi ini adalah BIRU. Nah loh…

Rasakan saja. Semoga bisa dinikmati dan dipelajari buat yang lain. Maaf ini sebisanya saya saja, cuma 4 paragraf, dan waktunya pun mepet. ^_^

DESKRIPSI KAMAR

 

Ruangan kamar itu berukuran 3×3 meter. Dengan cat warna biru yang teramat dominan. Sebuah springbed bersusun teronggok begitu tepat di depan pintu namun tidak menghalangi. Dengan coverbed bertemakan tokoh kartun ternama di dunia—lagi—berwarna biru. Di sudut kiri ruangan di seberang pintu memojok sebuah lemari plastik berukuran tinggi 2 meter dengan warna yang sama menghadap ke timur. Aduhai biru nian terasa.

Di depan lemari, tak jauh darinya, sebuah meja menyudut di sisi lainnya. Meja itu terlihat bersih tanpa ada setitik debu karena selalu dibersihkan setiap harinya. Di atas meja itu terpasang seperangkat komputer lengkap dengan kabel telepon dan kabel internet. Kabel yang membuatnya tidak pernah kesepian. Di dunia yang maya itu ia punya banyak teman yang bisa diajak ngobrol untuk mengurangi rasa sepinya.

Ya, ruangan itu terasa sepi, apalagi kalau sudah tengah malam. Suara jangkrik sajalah yang terdengar diselingi dengan suara kucing jantan yang sedang birahi. Setelah itu desibel hanya menunjukkan angka rata-rata seperti di kuburan. Tapi di sini tidak ada wangi kemenyan dan bunga kamboja yang ada malah bau cat yang menyengat tapi harum sekali. Ruangan ini baru direnovasi total setelah kebakaran di tahun lalu.

Sekarang kamar ini terlihat indah dengan lantai keramik berukuran 40×40 cm dan plafon gipsum warna putih yang kontras dengan warna dominan. Warna putih itu seakan penetralisir dari warna-warna mayoritas. Biru di dinding kamar dan hijau muda pada pintu, serta coklat tua pada sisi-sisi kayu jendela kamar dan pintu. Semua ini saya persembahkan untuk anak-anak saya, Haqi dan Ayyasy. Selamat tidur nyenyak, Nak.

***

 

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

di sudut warteg pancoran tanpa ada wifi

07.51 02 Maret 2011