CARA AJAIB AGAR PERKATAAN ANDA DIDENGAR DAN DITAATI


CARA AJAIB AGAR PERKATAAN ANDA DIDENGAR DAN DITAATI

Saya pernah membaca kisah di bawah ini. Entah kapan. Tetapi sepertinya sudah puluhan tahun lampau. Entah pada saat saya di sekolah dasar atau pada saat saya sedang kuliah. Namun itu tak penting. Yang penting adalah pati kisah itu melekat kuat di benak saya. Kuat sekali. Kisah sebuah keteladanan.

    Sabtu sore, saya sedang menulis sesuatu. Kebetulan terkait masalah kemunafikan. Lalu saya ingat kembali kisah itu. Tetapi karena khawatir jalan ceritanya menyimpang, saya tunda untuk menuliskannya.

    Saat jelang maghrib, saya melihat sebuah majalah wanita. Saya iseng mengambil dan membolak-balikkan halamannya. Kali saja saya dapat materi yang bagus untuk saya transfer dan bagi kepada jama’ah masjid. Kemudian mata saya terantuk pada sebuah rubrik yang diasuh oleh Ustadz Musyafa Ahmad Rahim yang membahas hadits Ar’bain nomor 28.

Subhanallah, kebetulan luar biasa, di sana ditulis juga tentang kisah yang saya ingin tulis, kisah yang sudah lampau sekali terekam dalam memori saya dan saya temukan kembali. Saya langsung ingin menceritakannya pada Anda semua Pembaca, semoga bermanfaat.

Diceritakan bahwa Al-Hasan Al-Bashri, salah seorang ulama tabi’in, dikenal seorang ulama yang mau’izhahnya sangat berkesan. Saat dilakukan penelusuran dan penelitian, ternyata rahasianya adalah kesesuaian antara ucapan dengan perbuatannya.

Pada suatu hari sekumpulan hamba sahaya mendatangi Al-Hasan Al-Bashri, mereka meminta kepadanya agar dalam forum mau’izhah mendatang beliau berbicara tentang keutamaan memerdekakan budak. Harapan mereka, para pendengar mau’izhahnya yang banyak dari kalangan para tuan mereka, akan langsung memerdekakan para hamba sahayanya. Mendengar permintaan tersebut, Al-Hasan Al-Bashri menjawab, “Insya Allah.”

Ternyata saat majelis mau’izhah dibuka, dia tidak menyampaikan keutamaan memerdekakan budak. Maka para hamba sahaya itu mendatanginya lagi dan mengulangi permintaan yang lalu. Al-Hasan Al-Bashri menjawab permintaan mereka dengan mengatakan, “insya Allah.” Dan saat forum mau’izhahnya dibuka, dia pun tidak menyampaikan tema keutamaan memerdekakan budak. Dan para hamba sahaya itu mendatanginya lagi dan mengulangi permintaan mereka sebagaimana yang lalu.

Pada saat waktu mau’izhahnya tiba, Al-Hasan Al-Bashri menyampaikan tema keutamaan memerdekakan budak. Benar saja para tuan yang hadir dalam forum itu langsung memerdekakan hamba sahaya mereka. Dan jadilah mereka manusia-manusia merdeka.

Para hamba sahaya yang telah menjadi manusia merdeka itu pun mendatangi Al-Hasan Al-Bashri lagi. Mereka mengucapkan terima kasih sekaligus celaan, kenapa tidak dari awal Al-Hasan Al-Bashri menyampaikan mau’izhah tentang keutamaan memerdekakan budak. Kalau demikian, niscaya mereka telah menjadi manusia merdeka sejak kemarin-kemarin.

Maka Al-Hasan Al-Bashri menjelaskan, bahwa waktu mau’izhah pertama tiba, dia belum mempunyai uang untuk membeli budak. Begitu juga saat mau’izhah kedua. Baru menjelang majelis mau’izhah yang ketiga, dia mempunyai cukup uang untuk membeli budak. Lalu di depan khalayak, ia langsung memerdekakan semua budak yang dibelinya. Setelah itulah dia baru bisa berbicara tentang keutamaan memerdekakan budak. Subhanallah. (Majalah Ummi No1/XXII/Mei 2010/1431 H)

**

Saya mengambil sari yang mudah dicerna buat para sahabat-sahabat saya di lingkungan rumah saya dan tentunya buat saya pribadi juga, karena ini merupakan nasehat besar. Bahwa kalau ingin perkataan kita didengar dan ditangkap dengan baik oleh istri dan anak-anak—sebagai kumpulan individu yang paling dekat–kita, maka selaraskanlah antara perkataan dan perbuatan.

Ya, bagaimana menginginkan anak kita ketika adzan maghrib terdengar, mereka langsung mematikan televisi, play station, komputernya untuk segera berbondong-bondong ke masjid sedangkan diri kita cuma bisa menyuruh dan masih saja menikmati acara televisi?

Atau bagaimana menginginkan anak kita tidak merokok, sedangkan diri kita masih mempertontonkan nikmatnya klepas-klepus di depan mereka? Dan bagaimana mungkin menginginkan istri-istri kita menjadi sholihah, sedangkan kita malas untuk mendatangi halaqah, majelis dzikir, dan majelis ilmu lainnya?

Ohya, ibarat motor selain diisi dengan pertamax maka perlu ditambah pula dengan cairan suplemen agar larinya bisa sekencang mungkin. Begitu pula agar perkataan kita bisa didengar lebih berbobot dan mantap lagi oleh pasangan hidup dan anak-anak kita, selain menyelaraskan antara perkataan dan perbuatan, maka ada satu suplemen pelengkapnya: Shalat Malam.

Ya betul, pada saat shalat malam itu Allah menurunkan kepada para pelakunya perkataan yang berat. Insya Allah semua akan mendengar perkataan kita dan meresapinya dalam hati. Saya berharap Anda dan saya bisa menerapkannya.

Kiranya para pemimpin di republik ini perlu juga menerapkan cara ini agar perkataannya bisa didengar, diikuti, dan tidak dilecehkan oleh masyarakatnya sendiri. Tak perlu buang uang untuk membeli suara rakyat saat pemilihan umum tiba. Tak perlu bayar mahar atau pergi ke dukun untuk buka-bukaan aura segala. Inilah sebuah cara ajaib untuk menundukkan hati.

Demikian. Semoga bermanfaat.

*** )I(***

 

Mau’izhah atau al-wa’zhu adalah nasehat dan pengingatan tentang suatu akibat atau akhir dari kejadian atau kesudahan dari sebuah perjalanan.

    Maraji’: Al-Muzzammil ayat 5, Majalah Ummi No1/XXII/Mei 2010/1431 H

 

riza almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

03.49 11 Mei 2010

MENGAPA ANDA MASIH TETAP MISKIN?


MENGAPA ANDA MASIH TETAP MISKIN?

(KIAT CEPAT JADI ORANG KAYA)

    Alhamdulillah, Allah masih memberikan kesempatan kepada saya untuk menuangkan apa yang ada dalam pikiran saya selama lebih dari sepekan ini. Setelah mendengar khuthbat jum’at seorang khothib (saya bersyukur bahwa pada saat itu saya tidak tertidur), saya berpikir kembali tentang penyebab dari sebuah kemiskinan yang melanda kita atau sebagian dari saudara-saudara kita.

    Namun sebelum bercerita lebih banyak lagi tentang hal itu, saya sedikit mengingatkan kepada Anda bahwa Anda tentunya sering mendengar keluhan dari teman-teman Anda. Atau Anda juga yang sebenarnya mengeluh tentang kondisi ekonomi Anda?

    Ya, dengan tingkat persaingan yang tinggi, ditambah hedonisme yang merajalela, rasa kesetiakawanan yang mulai meluntur, membuat hidup yang sudah sulit menjadi bertambah sulit. Anda sudah mati-matian cari duit, cari dunia, tapi kok hidup begini-begini bae. Enggak ada perubahan. Siang malam hidup Anda didedikasikan untuk menjaga bagaimana timbunan uang yang ada di rekening bank Anda tidak berkurang bahkan sebaliknya. Mending bagi Anda yang sudah punya seperti itu.

    Tapi Anda misalnya yang hidupnya benar-benar di jalanan, pasti hanya memikirkan bagaimana bisa bertahan hidup untuk keesokan harinya. Atau yang mendingan lagi bila Anda adalah orang yang hidupnya pas-pasan. Gaji yang Anda terima atau duit yang Anda peroleh ya cukup untuk kehidupan sehari-hari dan kebutuhan yang paling dasar yaitu sandang, pakan, dan papan.

    Untuk menabung? Tidak ada bagian yang disisakan untuk itu. Untuk piknik? Boro-boro, tidak terpikir sama sekali. Untuk anak sekolah? Dipaksa-paksakan untuk ada, karena pendidikan itu penting bagi anak-anak Anda. Supaya kemiskinan itu tidak diturunkan sampai keturunan yang ketujuh. Tak masalah dapat dari berhutang atau dari mana yang penting halal. Bukan dari merampok atau pinjam dari bank keliling.

    Semua jenis tipe Anda itu lalu sama-sama mengeluhkan tentang betapa miskin diri Anda, betapa kurangnya penghidupan Anda, betapa jarangnya rezeki mengalir kepada Anda. Lalu Anda pada akhirnya akan berkata: “Allah telah menghinakan kita.”

    Tidak!!! Sebenarnya bukan karena Allah telah menghinakan Anda sehingga menyebabkan Anda miskin dan rezeki Anda tertahan di langit, tidak turun-turun, dan jatuh pada dirinya. Tapi karena empat hal ini.

    Ketika seharusnya Anda dapat proyek besar ternyata dalam hitungan menit seharusnya proyek itu sudah berada dalam genggaman Anda tetapi tiba-tiba proyek itu lenyap dan jatuh ke tangan pesaing Anda. Empat hal ini bisa jadi karena telah Anda lakukan. Apa itu?

    Yang pertama penyebab Anda miskin dan gagal dalam meraih rezeki adalah karena Anda tidak menafkahi anak yatim. Pantas saja para pejabat dan pengusaha itu kalau ada acara keagamaan, mereka selalu mengundang anak yatim untuk disantunin. Wajar kalau mereka semakin bertambah kaya. Ya dengan menyantunin anak yatim mereka menjaga aset mereka tidak hilang dan memastikan aset mereka terus bertambah dan bertambah, serta tujuan atau keinginan yang dimaksud tercapai. Jadi, kalau Anda mau kaya, lakukan cara ini dulu: santuni anak yatim.

Yang kedua, mengapa Anda tetap miskin? Ini dikarenakan Anda tidak memberikan nasehat kepada yang lain untuk memberi makan orang miskin. Ternyata penyebab kedua ini adalah bukan sekadar Anda belum memberi makan orang miskin. Tetapi kalau Anda sudah memberi makan mereka tetapi Anda belum menganjurkan kepada sahabat-sahabat Anda, teman-teman Anda, sanak kerabat Anda untuk melakukan hal yang sama dengan Anda, Anda dipastikan tetap akan miskin.

Coba, aspek apa yang mencolok dari penyebab yang kedua ini? Anda sejatinya dituntut untuk menjadi kader-kader kebaikan, tidak hipokrit, dan anti dengan kemunafikan. Karena sebelum meminta kepada orang lain untuk berbuat kebaikan Anda dituntut untuk melakukannya terlebih dahulu. So, kalau Anda mau kaya: Anda beri makan orang miskin dan anjurkan orang lain untuk melakukan hal yang sama dengan Anda. Karena surga diciptakan bukan hanya untuk sahaja.

Yang ketiga, mengapa sampai saat ini Anda masih miskin? Ini dikarenakan Anda memakan harta warisan dengan cara mencampurbaurkan antara yang halal dan haram. Penyebab ketiga ini bermula dari cara Anda mendapatkan harta warisan itu. Dengan cara yang licik, menjijikkan, tidak adil, dan tidak syar’i.

Anda yang seharusnya mendapatkan harta warisan sesuai hukum faraid, tapi Anda serakah dan ingin mengangkangi semuanya hingga menzalimi Saudara-saudara Anda. Bahkan yang lebih zalim lagi lalu Anda mempergunakan harta warisan itu untuk sesuatu yang diharamkan oleh Allah. Bersiap-siaplah Anda akan miskin seumur hidup Anda jika melakukan hal yang ketiga ini. Miskin tulen dan laten.

Nah Pembaca, perhatikan ketiga hal di atas ini. Semuanya berdimensi adanya pihak lain yang berhubungan dengan Anda. Dengan kata lain secara sosial Anda harus baik dengan mereka: anak yatim, orang miskin, dan saudara-saudara Anda sebagai sesama ahli waris. Anda dilarang untuk berbuat tidak adil dengan mereka kalau Anda tidak mau jadi orang miskin sampai Anda mati.

Islam memperhatikan betul masalah sosial kemasyarakatan ini sehingga ketika Anda mencederainya Anda langsung menjadi miskin karena ulah Anda sendiri.

Penyebab keempat Anda miskin inilah yang menyangkut kepentingan Anda sendiri. Enggak ada kaitannya dengan orang lain. Apa itu? Anda cinta mati sama harta Anda dengan kecintaan yang berlebihan.

Memangnya Anda kagak boleh demen
ama itu duit? Ama emas yang berkilo-kilo, ama perempuan-perempuan cantik, ama anak-anak Anda yang ganteng-ganteng dan ayu-ayu, ama Ferarri Anda, ama tumpukan saham Anda, ama jabatan yang membuat orang-orang iri, ama perusahaan anda yang sudah menjadi bo-na-fi-de? TENTU BOLEH saudara-saudara.

Itu adalah hak Anda. Itu sudah menjadi sunnatullah, kecenderungan alami, naluri kuno yang tak bisa ditutup-tutupi. Karena Allah sudah menegaskan semua kecenderuangan itu menjadi kecintaan terhebat yang pernah ada yang bisa dilakukan oleh manusia. Semua itu dibuat indah oleh Allah di pandangan manusia.

Masalahnya cuma satu, Anda cinta benar sama harta itu. Titik.

Saking cintanya, lalu cinta itu membutakan Anda. Anda tabrak semua rambu-rambunya. Ibadah Anda terbengkalai, panggilan Haji Anda abaikan, rintihan kelaparan Anda lempar jauh-jauh dari telinga Anda. Anda—sekali lagi—buta. Anda lupa. Ya sudah siap-siap saja Anda akan miskin. Atau bagi Anda yang saat ini sudah miskin, dikuadratkan lagi kemiskinan itu. Atau yang seharusnya besok Anda dapat rezeki yang banyak, eh…ternyata tidak dapat sama sekali. Anda yang seharusnya lulus dari ujian eh ternyata tidak lulus. Dan masih banyak lagi contoh lainnya.

Tapi memang di dunia ini ada saja yang anomali. Anda sudah memakan harta anak yatim sampai habis tidak tersisa bahkan anak yatim itu malah jadi anak jalanan tetapi Anda semakin kaya saja. Anda juga sudah tidak pernah infak kepada orang miskin, kasih recehan pun tidak sudi tetapi hitungan rumah Anda semakin bertambah saja.

Bahkan Anda sampai rebut harta warisan dari Saudara Anda, eh bukannya Anda jatuh bangkrut, tetapi Anda dan sanak keluarga Anda semakin jaya saja. Anda jadi Anggota DPR RI yang terhormat di Senayan. Istri Anda jadi Bupati. Anak Anda yang sulung jadi Ketua Partai tingkat Propinsi. Anak yang kedua jadi pengusaha sukses. Anak Anda yang bungsu dan cantik itu jadi model dan sekarang sedang kuliah di Aussie. Enggak ngepek…(benar-benar pakai p bukan f).

Bahkan Anda ngebet banget ama harta. Jadi gaji dan tunjangan Anda yang besar berasa tidak cukup. Akhirnya Anda terima suap dari kolega Anda untuk memuluskan usahanya. Tapi ya kok KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi) ndak melirik sama sekali Anda. Bahkan PPATK pun sampai terbengong-bengong dan tidak bisa menganalisis uang dari mana hingga membuat rekening Anda semakin hari semakin bertambah. Pokoke Anda aman dan sentosa saja.

Anomali apa ini sehingga empat hal itu tidak membuat Anda miskin seketika. Cuma Allah yang menghendaki itu: ISTIDRAJ. Pembiaran dari-Nya. Sampai Allah akan tuntut sehabis-habisnya Anda di akhirat sana. Maka pada hari itu tidak ada seorang pun yang menyiksa seperti siksa-Nya.

Anda ingin kaya? Anda ingin rezeki Anda mengalir terus? Anda tidak mau miskin? Jangan lakukan empat hal itu.

Semoga bermanfaat.

***

Maraji’: AlFajr surat ke-89 ayat 15-20

 

riza almanfaluthi

yang sedang belajar jadi orang kaya

dedaunan di ranting cemara

17.07 08 Mei 2010

 

 

 

 

 

SUKSES DUNIA BUKAN SUKSES SEJATI


SUKSES DUNIA BUKAN SUKSES SEJATI

Hadirin Jama’ah Shalat Jum’at rahimakumullah,

Segala rasa syukur kita panjatkan ke hadirat Allah swt yang sampai detik ini Allah masih memberikan kepada kita nikmat iman dan islam yang atas kehendaknya pula kita akan pegang sampai akhir hayat nanti.

Pula kita senantiasa bersyukur atas nikmat sehat yang diberikanNya hingga dengan demikian kita bisa berkumpul di tempat mulia ini untuk bersama-sama melaksanakan salah satu kewajiban kita sebagai seorang muslim yakni shalat jum’at berjama’ah.

Kita bersyukur pula kepada Allah yang sampai saat ini Allah masih menutupi aib-aib kita, sehingga kita masih bisa berjalan di muka bumi dengan muka yang tegak dan langkah yang tegap, orang masih menghormati dan menghargai kita sebagai orang sholeh dan mulia, padahal Allah tahu, kalaulah ia membeberkan aib kita, orang akan meludah di hadapan kita.

Shalawat serta salam semoga senantiasa tercurah kepada junjungan kita, satu-satunya teladan terbaik dalam kehidupan kita, yang senantiasa kita harapkan syafaatnya di yaumil hisab nanti, yakni baginda Nabi Besar Sayyidina Muhammad saw, juga kepada para keluarganya, para sahabatnya, tabi’in, tabi’it tabi’in, dan kepada para pengikutnya yang senantiasa istiqomah memegang panji-panji alqur’an dan assunnah. Semoga kita yang berada di masjid Shalahuddin ini adalah termasuk bagian dari umat dan pengikut Rasulullah saw tersebut. Amin ya robbal ‘alamin.

Pada kesempatan yang mulia ini, melalui mimbar khutbah jum’at ini , saya selaku khotib mewasiatkan dan mengajak diri khotib dan para jama’ah sekalian untuk senantiasa meningkatkan keimanan dan ketaqwaan kita kepada Allah, karena sesungguhnya taqwa adalah kunci dari kesuksesan kita hidup di dunia dan akhirat.


Sesungguhnya orang-orang yang bertakwa mendapat kemenangan. (An Naba’)

Hadirin Jama’ah shalat jum’at Rahimakumullah.

Ketika kita berbicara tentang sebuah kesuksesan maka kita akan selalu melihat kepada orang lain, orang-orang terdekat kita. Kita merasa orang lain lebih sukses daripada kita. Orang lain sukses dalam pekerjaannya, dalam perniagaannya, dan dalam usahanya. Parameter yang dipakai adalah kekayaannya yang terlihat kasat mata di depan kita. Kerja di tempat yang enak, terkenal di mata orang, dihormati banyak orang, pendidikan yang tinggi, rumah tangganya yang adem ayem, anak-anaknya berpendidikan tinggi dan semuanya sukses. Atau karirnya melesat jauh meninggalkan kita. Hingga kita terbengong-bengong sampai bertanya-tanya kapan kita akan memiliki kesuksesan yang sama atau melampauinya.

Padahal sesungguhnya Allah telah memberikan banyak kesuksesan-kesuksesan itu kepada kita. Yang saking banyaknya kesuksesan-kesuksesan itu hingga kita tak bisa menghitungnya bahkan kita sampai melupakannya. Betullah apa yang Allah firmankan betapa banyak manusia yang tak mampu menjadi orang-orang yang mensyukuri apa yang telah Allah berikan. Betapa sedikit hamba-hambaNya yang mampu untuk untuk bersyukur.

Dan sedikit sekali dari hamba-hambaKu yang berterima kasih. (Saba’: 13)

Tetapi apakah betul bahwa kesuksesan itu adalah kesuksesan sejati? kesuksesan yang berupa banyaknya kenikmatan dunia yang bisa kita raih dan rasakan pada saat ini.


3.185. Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam syurga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.

Hadirin Jama’ah shalat jum’at Rahimakumullah.

Pada ayat ini Allah mengawalinya dengan sebuah penegasan tentang sesuatu yang memutus segala kenikmatan yakni kematian—yang tema ini dibahas dengan sangat apik oleh khotib pada pekan lalu di masjid shalahuddin ini yakni oleh al-Ustadz Halawi Makmun.

Setiap yang bernyawa pasti akan menghadapi kematian, bagaimanapun kesuksesan yang telah dicapai orang tersebut, mati tetap akan datang menjumpai kita sebagai manusia. Dan sungguh kematian adalah pemutus segala kesuksesan yang ada? Lalu apakah kesuksesan yang diraih kita di dunia ini adalah kesuksesan sejati? Kesuksesan yang abadi?

Jawabannya adalah pada kelanjutan ayat tersebut. “Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga maka sungguh ia telah sukses, sungguh ia mendapatkan kemenangan, sungguh ia mendapatkan kesuksesan. Inilah kesuksesan sejati. Inilah kesuksesan abadi. Jauh dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Kesuksesan sejati bukan karena pangkat, kehormatan, dan kekayaan yang ia miliki. Kesuksesan sejati adalah bagaimana pada akhir cerita kita adalah kita jauh dari neraka dan masuk ke dalam surga.

Hadirin Jama’ah shalat jum’at Rahimakumullah.

Allah mengakhiri ayat ini dengan dengan sebuah taujih yang teramat berharga buat kita. Sebagai bekal hidup kita di dunia ini, yakni kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan. Allah telah menciptakan manusia untuk condong kepada kenikmatan. Allah mempersilakan kita meraih kesuksesan dunia tetapi tetap diingatkan dengan sebuah pernyataan bahwa kesuksesan dunia yang kita raih adalah kesenangan yang memperdaya.

Ayat ini bagi kita yang saat ini masih terjerembab dalam kesulitan hidup adalah sebuah ayat optimisme, yang membuka peluang untuk kita bisa sukses di akhirat, walaupun selama kita hidup di dunia tidak mengalami kesuksesan.

Ayat ini pula bagi kita yang telah mendapatkan banyak kesuksesan adalah sebuah ayat peringatan agar kita tetap waspada, agar kita tidak jumawa, agar kita dapat mempersiapkan diri dengan sebaik-baiknya bekal.

Hadirin Jama’ah shalat jum’at Rahimakumullah.

Lalu dengan cara apa kita bisa jauh dari neraka dan masuk ke dalam surga. Pertanyaan klasik dan jawabannya adalah klasik sejak 14 abad yang lalu. Sehingga dengan klasiknya jawaban itu kita seringkali lupa dan mengabaikannya dan bahkan menjadi bagian dari pasukan Iblis.


“Bawalah bekal, karena sesungguhnya sebaik-baiknya bekal adalah taqwa” (QS. 2 Al Baqarah : 197).

Taqwa itu artinya menjauhi segala larangan dan melakukan/mena’ati perintah Allah Swt. “Menjauhi larangan dan mena’ati perintah” lingkupnya yang luas sekali. Sebab itu, amalan-amalan praktis yang karenanya kita disebut bertaqwa—tidak terbatas jumlahnya, meliputi bidang ibadah atau keakhiratan (shalat, puasa, haji, zakat, dll) dan bidang mu’amalah atau pergaulan duniawi (sosial kemasyarakatan, ekonomi, politik, pendidikan, dll).

Dengan ungkapan lain, orang bertaqwa adalah orang yang bisa membina hubungan baik dengan Allah (hablun minallaah) dan baik dengan sesama manusia (hablun minannaas). Baik dalam urusan agama dan baik dalam urusan dunia. Kedua urusan itu dilakukan sesuai norma agama dan logika/pengetahuan secara serius/sungguh-sungguh, pantang menyerah, disiplin, dan tulus. 1)

Hadirin Jama’ah shalat jum’at Rahimakumullah.

Semoga kita adalah orang-orang yang sukses tidak hanya di dunia tetapi di akhirat karena sesungguhnya kesuksesan sejati adalah dijauhkannya kita dari neraka dan dimasukkanya kita ke dalam jannahNya Allah.

Cukup sudah? Ternyata belum wahai saudara-sadaraku yang dimulyakan Allah ta’ala. Ada tugas yang lain buat kita. Allah tidak ingin kita menjadi sukses tapi sukses sendiri.

At-Tahrim (66) : 6


66.6. Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka

Di antara penjelasan tafsir fi Zhilaalil Qur`annya Sayyid Qutb tentang surat at-Tahrim ayat 6 ini adalah bahwa setiap mukmin diwajibkan untuk memberikan petunjuk kepada keluarganya dan memperbaiki seluruh anggota keluarganya, sebagaimana ia diwajibkan terlebih dahulu memperbaiki dirinya.

Islam adalah suatu agama yang mengatur keluarga, maka ia mengatur kehidupan berumah tangga. Rumah tangga yang Islami akan menjadi dasar terbentuknya masyarakat yang Islami. Seorang ibu harus memiliki pribadi dan prilaku Islami sebagaimana pula seorang ayah harus memiliki pribadi dan prilaku Islami sehingga mereka dapat mendidik anak-anaknya menjadi anak-anak yang shalih dan shalihah. 2)

Kita para bapak-bapak dan calon bapak-bapak, ternyata mempunyai kewajiban pula agar kita bisa membuat sukses istri dan anak-anak kita. Kita ditugaskan untuk membuat istri kita bisa dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Begitupula kita ditugaskan untuk membuat anak-anak kita bisa dijauhkan dari api neraka dan dimasukkan ke dalam surga. Tugas berat memang.

Tapi Allah memberikan jalan keluarnya, yaitu menyuruh kita, istri dan anak-anak kita mempersiapkan bekal taqwa. Sedikit kiat buat menjaga istri dan anak kita dari api neraka adalah dengan:

a. Mengajarkan aqidah yang benar
Keimanan ( aqidah )adalah hal terpenting yang harus senantiasa diperhatikan oleh orangtua. Karena jika aqidah seseorang baik dan kuat maka segi-segi yang lainpun akan menjadi baik.

b. Tauladan dalam ibadah dan akhlaq
Keteladanan merupakan faktor penting dalam sebuah pendidikan. Baik atau buruknya akhlak seorang anak sangat tergantung dari keletadanan yang diberikan oleh orangtua.

c. Menumbuhkan nilai-nilai ketaqwaan
Bertaqwa kepada Allah adalah awal dari segalanya. Semakin tebal ketaqwaan seseorang kepada Allah, semakin tinggi kemampuannya merasakan kehadiran Allah. Allah SWT. menginginkan manusia agar bertaqwa dengan sebenar-benarnya. Berbagai cara yang dapat kita lakukan, sebagai contoh: berjalan di jalan Allah, melakukan perbuatan baik, mengikuti contoh-contoh yang diberikan para rasul, menaati serta memperhatikan ajaran-ajaran Allah, dan sebagainya. 2)

Hadirin Jama’ah shalat jum’at Rahimakumullah.

Semoga khutbah singkat ini menjadikan pelajaran bagi kita untuk senantiasa kita bisa memiliki kesuksesan sejati dan dapat sukses membawa misi selanjutnya yakni menjauhkan istri dan anak-anak kita dari api neraka dan masuk ke surganya Allah ta’ala. Amin.

Allohua’lam bishshowab.

Sumber Kutipan:

1. http://www.pesantrenvirtual.com/index.php/component/content/article/1-tanya-jawab/912-amalan-amalan-praktis-orang-bertaqwa

2. http://anugerah.hendra.or.id/pasca-nikah/6-rumah-tangga/jagalah-dirimu-dan-keluargamu-dari-api-neraka-%C2%81/

riza almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

Disampaikan untuk Khutbah Jum’at 19 Februari 2010 di Masjid Shalahuddin

Kalibata Jakarta Selatan