Mesin Hanya Memiliki Chip, Manusia Memiliki Hati, Sebuah Prakata


Suatu ketika pada saat saya hendak mengajar kelas pelatihan menulis, seorang kawan mendatangi saya. Ia langsung mengucapkan terima kasih atas kiriman saya bertahun-tahun lalu. Kiriman berupa kopi Aceh itu kemudian dinikmati bersama-sama dengan kawan satu kantornya.

Katanya, ini dimulai pada saat saya mengeposkan konten di Facebook tentang kopi Aceh. Lalu ia turut berkomentar dan saya menanggapi. Kemudian singkat cerita terkirimlah kopi itu kepadanya. Mendengar ceritanya saya langsung terkejut karena saya benar-benar lupa telah mengirimkan kopi. Tentunya saya senang dikabarkan dengan kisahnya.

Baca Lebih Lanjut

Menjadi Ahli dengan Usaha Keras dan Maksud yang Jelas


Di pertengahan Juli 2022, pada saat membuat buku ini, saya membeli secara daring sebuah buku yang ditulis oleh Carol Dweck, Ph.D. dan berjudul Mindset, Mengubah Pola Berpikir untuk Perubahan Besar dalam Hidup Anda.

Di sana saya menemukan sebuah kutipan menarik dari Robert Sternberg, psikolog Amerika Serikat dan pencetus teori segitiga cinta. Ia berkata, “Faktor terpenting yang menentukan bagaimana seseorang mencapai keahlian tertentu bukanlah kemampuan yang sudah melekat sebelumnya, melainkan usaha keras dengan maksud yang jelas.”

Continue reading Menjadi Ahli dengan Usaha Keras dan Maksud yang Jelas

Cerita Sedikit tentang Buku Kita Bisa Menulis


Kemarin buku ini luncur ke khalayak ramai, tepatnya pada 1 September 2022. Kemudian sahabat-sahabat saya bertanya bagaimana saya bisa membagi waktu, di tengah kesibukan menangani pekerjaan utama di kantor, untuk dapat menerbitkan buku ini.

Salah satu faktor utama buku tentu konten atau isinya. Jadi yang terpenting adalah naskah bukunya ada atau tidak. Kalau saya perkirakan itu memakan 80% soal buku adalah naskahnya. Jadi PR-nya adalah bagaimana bisa membuat naskahnya.

Continue reading Cerita Sedikit tentang Buku Kita Bisa Menulis

Bocah Citayam di Bandara Berlin Bradenburg


Semalam saya baru sadar, sekarang sayalah yang harus memberi makan dua ekor ikan cupang ini.

Biasanya Muhammad Yahya Ayyasy Almanfaluthi yang mengerjakannya, selain pekerjaan mengunci pintu gerbang dan rumah di ujung malam.

Baca lebih Lanjut

Cerita Lari Mandiri Jogja Marathon 2018 (3): Menghilang di Rerimbunan Kembang Kenikir


Mandi di sendangmu (Foto milik sendiri).

Asyik. Aku tiba juga di Water Station (WS) kilometer (KM)-26. Di sana ada Fruit Station. Yang jelas ada pisang. Aku mengambil pisau yang ada di meja lalu memotong potongan pisang yang sudah kecil kemudian menyantapnya. Aku menikmati potongan itu tanpa ada keinginan untuk muntah.

Air yang keluar dari Water sprinkler memancur deras. Aku sekalian mandi. Segar rasanya disiram butiran air. Ini Svarloka. Tempat sungai mengalir dan buah-buahan tumbuh. Sudah cukup. Jalan saja.

Baca Lebih Lanjut.

Cerita Lari Mandiri Jogja Marathon 2018 (2): Melangit Menuju Svarloka


Tampak Belakang

Prambanan masih gulita saat aku dan Mas Hafidz berada tak jauh di belakang garis start yang sudah dipenuhi para pelari. Sebagian besar dari mereka memakai kaos komunitas larinya.

Beberapa dari mereka ada yang memakai balon yang diikatkan di kaosnya. Mereka para pacer yang akan memandu kecepatan berlari sampai tiba di garis finis dengan beberapa kategori waktu.

Baca Lebih Lanjut.

Cerita Lari Mandiri Jogja Marathon 2018 (1): Aku Membutuhkanmu



Foto di depan monitor BIB. (Foto milik Mas Afif)

Preambule

Ria Dewi Ambarwati, nama yang perlu kututurkan pertama kali dalam cerita lariku ini. Ia yang melepaskan kepergianku untuk pergi ke Yogyakarta. Untuk berlari menyelesaikan Full Marathon pertamaku di Mandiri Jogja Marathon 2018, Ahad, 15 April 2018 ini.

Sabtu siang itu (14/4), istriku hanya senyum sambil melet ketika kuberi kiss bye di atas motor abang ojek daring yang akan mengantarkanku ke Stasiun Citayam. Baiklah. “Doamu kubutuhkan buat mengkhatamkan pekerjaan gila ini,” kataku dalam hati.

Baca Lebih Lanjut.

Mawar yang Mencipta Sejarah


​Mawar selalu bersaing untuk menjadi yang terbaik di sekolah dasar negeri itu. Secara tidak sadar ia yang anak pasar menjadi wakil anak-anak proletar sebagai pesaing anak-anak kelas aristokrat seperti guru, pegawai negeri sipil, atau orang-orang kaya lainnya di sekolah itu. Rangking kelasnya selalu di antara dua nomor ini: 1 atau 2.

Pernah suatu ketika, ia tidak mengikuti les salah satu pelajaran yang diajarkan oleh guru sekolah. Apa yang terjadi? Ia mendapatkan nilai jelek. Sedangkan mereka yang mengikuti les berbayar itu nilainya tinggi-tinggi. Mawar yakin ini bukan karena ketidakmampuannya dalam mencerna pelajaran, melainkan semata karena ia tidak ikut les itu. Pun, karena ia tak sanggup untuk membayar biaya les itu.

Baca Lebih Lanjut.

Cerita Lari: Menjadi Prajurit Alqutuz



Sejak ditempatkan di Tapaktuan dan mengenal olahraga lari, keterbatasan waktulah yang menghalangi saya untuk mengikuti lomba-lomba lari. Tapaktuan itu jauh kemana-mana. Tapi kali ini, takdir menentukan lain. Akhirnya kesampaian juga buat ikut race di SpecTAXcular 2016. Homely karena yang menyelenggarakan adalah instansi sendiri.

Sebuah even kampanye pajak yang diselenggarakan oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) pada hari Ahad, 29 Mei 2016 di Jakarta, tepatnya di pelataran parkir barat Sarinah Plaza. Salah satu acaranya adalah lomba lari 5K.

Ini race pertama saya. Momen pertama kali saya untuk bisa mengunjungi Car Free Day (CFD) di Jalan Jenderal Sudirman dan Thamrin, Jakarta. Juga adalah kopdar pertama saya bersama teman-teman lari di DJP Runners yang seru-seru itu.

Berangkat Jumat malam dari Tapaktuan, sampai Sabtu siang di Bandara Halim Perdanakusumah. Sampai di Citayam Bogor sudah sore. Langsung saya ajak istri dan Kinan untuk pergi ke rumah adik di Jakarta. Malamnya saya carbo loading sambil mengitari seputaran Jalan Wahid Hasyim dan Jalan Cut Meutia, Jakarta.

Baca Lebih Lanjut.

RIHLAH RIZA #65: Mau Dibikin Apa?


image
Seplastik penuh jagung manis Meulaboh

Sehabis salat Jumat saya menuju pajak (pasar). Hari-hari “meugang” sudah lewat. Pasti sudah banyak yang berjualan. Niatnya mau beli bumbu-bumbu. Karena kemarin ada yang kasihan sama saya nyetatus masak seadanya begitu buat buka puasa.Iya memang betul, seadanya bukan karena diet atau apa melainkan karena tak ada yang bisa dibeli.

Nah siang ini niatnya mau beli telur, cabe merah, bawang putih, dan bawang merah. Yang penting beli dulu, buat apanya itu nanti. Paling buat menambah-nambah rasa gitu. Menu buka kemarin yang hanya kentang, bakso beku, dan ikan tongkol dijadikan satu tanpa diberi bumbu apa pun itu ternyata tetap asin. Barangkali sari pati dari ikan atau bumbu yang melekat di bakso sapi tadi sudah membaur dalam air sewaktu direbus. Begono.

Baca Lebih Lanjut.