FREELETICS WOCHE 6: 5893 Meter



Lebih dari dua puluh tahun yang lalu saya memulai memakai jaket STAN Prodip Keuangan. Dan kini melihat anak-anak muda yang berjas sama di Balai Diklat Keuangan (BDK) Medan. Kelak mahasiswa D1 STAN ini akan menjadi generasi baru Kementerian Keuangan menggantikan para seniornya. Perilaku mereka sudah dibina sedemikian rupa. Kalau bertemu dengan seniornya selalu pertama kali mengucapkan salam.

*

Baca Lebih Lanjut.

Ini Tiga Hal yang Harus Dicermati Anda Jika Ada Penagih Pajak Datang



Rabu (7/1) lalu sedang hangat diberitakan telah ditangkapnya penagih pajak gadungan di Malang. Andi Wahyu Wijaya, pria yang berasal dari Karanganyar ini berhasil meraup uang sebesar Rp 30 juta dari hasil operasinya sejak Maret hingga Oktober 2014.

Andi mendatangi toko dan usaha lainnya yang cukup besar agar mereka membayar pajak. Dengan bermodalkan ID Card Kementerian Keuangan ia mampu meyakinkan korbannya untuk menyetorkan pajak melalui dirinya. Tapi sayang uang itu tidak sampai ke Kas Negara. “Hasilnya saya berikan ke fakir miskin dan anak yatim,” katanya sebagaimana diberitakan Kompas.com.

Buat Wajib Pajak yang sudah melek tentang kewajiban perpajakannya dan tahu tentang modernisasi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) peristiwa ini tentu tidak akan terjadi. Oleh karenanya hal-hal berikut ini perlu dicermati oleh Anda sebagai Wajib Pajak jika didatangi penagih pajak dari Kantor Pelayanan Pajak (KPP).

Baca Lebih Lanjut.

RIHLAH RIZA #56: Inilah Caranya Orang Tua Kita Naik Kelas di Surga



“Oh yes, the past can hurt. But from the way I see it,

you can either run from it, or… learn from it.”

~~Rafiki to Simba, The Lion King

Ini catatan terakhir di tahun 2014. Tahun yang akan segera berakhir beberapa jam lagi. Tahun penuh keberkahan karena banyak nikmat yang Allah berikan dan tak sanggup saya menghitungnya. Sekaligus tahun kesedihan karena tiga orang dekat saya meninggal dalam tahun itu sedangkan saya berada di sebuah tempat yang jauh dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Baca Lebih Lanjut.

RIHLAH RIZA #54: Tumbang di Bawah Pohon Geulumpang



“Tell me, and l will listen.

Show me, and l will understand.

Take me in, and l will learn.”

~~Charles Eastman dalam Bury My Heart at Wounded Knee

Setelah berkali-kali ke Banda Aceh, akhirnya bisa juga menyempatkan diri untuk salat di masjid yang menjadi ikon kota itu, Masjid Raya Baiturrahman. Salatnya pun salat tarawih di pertengahan Ramadhan 1435 lalu. Suasananya ramai penuh jamaah. Namun tidak mengurangi kekhusyukan ibadah.

Baca Lebih Lanjut.

RIHLAH RIZA #52: Hangatnya Menjalar ke Seluruh Tubuh


Para Penari Cilik Ranup Lampuan

di semilir hawa hutan sehabis hujan, di rentetan suara kodok-kodok bangkong nyaring bersaut-sautan dari balik rerumputan yang lelah dibasahi.

R. Almanfaluthi

Hujan terus meniduri Tapaktuan sejak sore tadi. Tak lelah-lelah manuvernya menjadi simfoni kedatangan menyambut saya dari Jakarta, pagi di hari itu. Jangan lama-lama, pinta saya dalam hati. Karena lama sedikit saja mes kami akan kebanjiran. Apalagi derasnya seperti panah yang dilesatkan dari gandiwa Dananjaya di Kurusetra.

Baca Lebih Lanjut.

RIHLAH RIZA #51: Surya Tenggelam



Surya tenggelam, ditelan kabut kelam

Senja nan muram, di hati remuk redam

Chrisye-Kala Sang Surya Tenggelam

Saya berangkat ke kantor jam tujuh pagi lalu mampir ke warung depan mes untuk membeli nasi bungkus ditambah krupuk gendar. Lalu dibawa ke kantor. Tidak di makan di sana. Sepertinya memang dari dulu saya kurang suka kalau makan di tempat.

Apa lauk nasi itu? Macam-macam. Setiap hari ganti lauk. Sehingga kita tak pernah tahu isi lauknya untuk hari itu seperti apa. Kita bisa ber-H2C. Berharap-harap cemas semoga lauknya menggugah selera. Tapi selama saya beli nasi bungkus di sana selalu tidak mengecewakan. Dan saya bisa jamin, hanya nasi bungkus yang dijual di warung depan itu yang paling enak daripada nasi bungkus lainnya se-Tapaktuan.

Baca Lebih Lanjut.

RIHLAH RIZA #50: Mural-Mural Giran


“Betul, cuma kasih sayanglah yang bisa mempersatukan manusia,”

Nyi Londe.

Di suatu Ahad, jam enam lebih tiga puluh menit, Tapaktuan masih belum bangun. Dingin sisa malam masih terasa. Hawa hutan dan laut menyeruak menusuk indera penciuman. Sedikit orang berlalu-lalang di jalanan sepi. Beberapa tukang becak motor lewat dengan kencang mengantarkan orang menuju pasar dekat terminal.

Saya melangkahkan kaki menuju sebuah tempat satu-satunya deretan mural yang ada di Tapaktuan ini tergambar. Dekat Simpang Terapung. Di sebuah dinding beton yang berfungsi menahan dinding bukit agar tidak longsor dan sekaligus menjadi kanvas bagi gambar-gambar besar itu. Belum didapat informasi kapan dan oleh siapa mural ini dibangun.

Baca Lebih Lanjut.

RIHLAH RIZA #48: Kita Sama-Sama Gigit Jari


Entah sampai kapan rihlah ini menemukan tempat perhentiannya. Mungkin sampai ia menemukan tempat yang pas untuk berkalang tanah? Wallahua’lam bishawab. Hanya kepada-Nyalah kembali semua urusan. Bukan manusia. Bukan juga kamu.

~~~R. Almanfaluthi

Setelah acara forum itu usai, kami berempat—para fiskus yang ditempatkan di Aceh—menyempatkan diri pergi ke Senggigi. Pantai yang konon indah dan menawan. Belumlah dikatakan pergi ke Lombok kalau tidak pergi ke pantai itu. Begitulah kata para pujangga pelancong.

Suatu malam dahulu kala, saya sempat menonton sebuah film televisi. Lokasi sutingnya di pantai Senggigi itu. Ada adegan dua tokoh pemeran utama film itu menyusuri tebing dan pantai. Saya terpukau. Pemandangannya luar biasa indah. Sejak saat itu saya setidaknya berkeinginan pergi ke sana. Tapi itu jauh sebelum penempatan saya di Tapaktuan.

Baca Lebih Lanjut.

[HALO NUSANTARA] Jinayat dan Ganja


Gerak rampak para santri dalam zikir maulid (Foto Riza Almanfaluthi)

Jinayat

Hari Jumat, ratusan orang berkumpul di pelataran Masjid Raya Tapaktuan, Istiqamah. Bukan untuk apa-apa, melainkan mereka akan melihat prosesi pencambukan orang-orang yang melanggar Qanun. Biasanya karena perbuatan maisir (perjudian) dan khalwat (mesum).

Sebelumnya aparat Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan berkeliling kota memberitahu masyarakat melalui pengeras suara. Usai salat Jumat pencambukan dilaksanakan. Tidak banyak cambuk itu mendera di punggung para pelanggar qanun. Bisa lima sampai sembilan pukulan saja.

Algojo bertopeng dari Polisi Syariah (Wilayatul Hisbah) yang akan melakukannya. Aparat Kejaksaan Negeri sebagai yang punya gawe harus bisa memastikan acara tersebut berjalan dengan lancar.

Baca Lebih Lanjut.