RIHLAH RIZA #56: Inilah Caranya Orang Tua Kita Naik Kelas di Surga



“Oh yes, the past can hurt. But from the way I see it,

you can either run from it, or… learn from it.”

~~Rafiki to Simba, The Lion King

Ini catatan terakhir di tahun 2014. Tahun yang akan segera berakhir beberapa jam lagi. Tahun penuh keberkahan karena banyak nikmat yang Allah berikan dan tak sanggup saya menghitungnya. Sekaligus tahun kesedihan karena tiga orang dekat saya meninggal dalam tahun itu sedangkan saya berada di sebuah tempat yang jauh dan tidak bisa berbuat apa-apa.

Mereka adalah Ibu mertua, kakak ipar, dan bapak saya sendiri. Semoga Allah mengampuni mereka dan memberikan tempat yang terbaik di sisi-Nya serta mengumpulkan kami di jannah yang tertinggi bersama Kanjeng Nabi Muhammad saw: Firdaus A’la.

Waktu kepulangan terakhir di bulan November 2014, saya berat sekali meninggalkan bapak yang sedang lemah itu. Badannya sudah kurus, usia dan sakit telah menggerogotinya. Kemampuan berbicara dan ingatannya sudah mulai menurun dan masih memanggil saya—anaknya ini—sebagai kakaknya, saudaranya yang paling dekat: “Kang Zaini”. Saya memeluknya dan menangis.

Hampir empat minggu kemudian, Allah memanggilnya. Ini sudah takdir yang terbaik diberikan Allah. Doa kami selama ini adalah Allah sehatkan ia atau berikan yang terbaik dengan menyudahi penderitaannya. Tidak pernah mengeluh dengan kesakitannya semoga ini menjadi wasilah dari diampuni segala dosa. “Tidak ada musibah yang menimpa seorang mukmin berupa rasa letih, atau rasa sakit, atau rasa sedih, bahkan kekhawatiran yang membuatnya risau, kecuali dengan musibah itu Allah menghapus sebagian dari dosa-dosanya.” Sebuah hadis yang bersumber dari Abu Sa’id dan Abu Hurairah yang diriwayatkan dari Imam Muslim.

Pagi itu, sesaat saya hendak berangkat ke kantor, hati tidak enak. Ketika mau keluar, saya tutup kembali pintu dan terduduk sambil mengucapkan istighfar banyak-banyak. Tidak lama telepon berdering, adik saya yang sedang menyuapi bapak di Rumah Sakit Islam Jakarta memberitahu saya bahwa bapak sedang kritis. AllahAllahAllah Lalu telepon pun ditutup. Saya melanjutkan istighfar sambil memasrahkannya kepada Allah dengan segala kepasrahan. Tidak sampai tiga menit, telepon pun kembali berdering. Adik saya bilang, “Bapak sudah tidak ada.” AllahAllahAllahInnalillaahi wainnailaihi rooji’un. Allahummaghfirlahu warhamhu wa’afihi wa’fu’anhu.

Lalu saya meminta kepada adik saya untuk menguburkan bapak di Jatibarang, Indramayu, sebagaimana wasiatnya dulu. Tidak perlu menunggu kedatangan saya. Karena saya sadar saya tak mungkin bisa segera datang ke Indramayu dalam waktu yang tidak terlalu lama. “Segerakanlah jenazah! Jikalau dia seorang yang shalih maka kepada kebajikanlah kalian membawanya, sedangkan kalau dia tidak seperti itu maka keburukanlah yang kalian letakkan di pundak kalian.” Sebuah hadis yang diriwayatkan dari Imam Bukhari.

Pesawat Susi Air yang akan membawa saya ke Medan tidak ada di hari selasa itu. Di akhir tahun biasanya Susi Air akan menyedikitkan jadwal penerbangannya, bahkan sampai dua minggu sekali. Dengan bantuan teman-teman kantor saya disewakan sebuah mobil travel untuk segera berangkat pulang. Sekitar jam delapan pagi saya berangkat.

Jam lima sore mobil sudah ada di Medan dan akan menuju Bandara Kualanamu. Sedangkan jenazah sudah tiba di Jatibarang, siap untuk dikuburkan. Jam enam sore saya tiba di bandara dan membeli tiket go show. Alhamdulillah tersedia dengan harga yang masih terjangkau padahal waktu itu sudah mau masa liburan akhir tahun.

Jam delapan malam pesawat mulai mengudara. Tiba di Bandara Soekarno Hatta jam setengah sebelas malam. Masih harus menunggu bus Damri jurusan Blok M yang akan mengantarkan saya ke Slipi Jaya. Tiba di Perempatan Slipi Jaya jam setengah dua belas malam. Lalu menunggu Bus Sahabat Jurusan Merak-Kuningan. Setengah jam kemudian bus itu datang. Sudah 20 tahun lamanya saya tak pernah naik bus jurusan ini. Terakhir waktu saya berangkat ke Kampus STAN dulu.

Bus itu tiba di daerah Widasari, Indramayu, jam empat pagi. Kemudian saya naik ojek ke rumah Bibi saya yang ada di Segeran, Karangampel, Indramayu. Tepat jam setengah lima pagi saya tiba di sana. Perjalanan ini menghabiskan 20,5 jam. Setelah istirahat, jam 9 pagi saya tiba di pusara bapak yang dekat dengan makam ibu saya di Jatibarang. Saya hanya menemui gundukan tanah dengan papan kayu sebagai nisan dengan taburan kembang merah. Saatnya bapak istirahat di sana. Hanya doa-doa yang terucap dari lisan ini semoga bisa meringankannya.

Ummu Kinan dengan suara pelan bilang, “Ini semua sudah takdir Allah, kita sudah berusaha dan memberikan yang terbaik, terima semua ini dan berbakti kepadanya tidak berhenti sampai di sini.” Ya, betul. Berbakti kepada kedua orang tua kita tidak berhenti saat mereka sudah meninggal dunia.

Dari buku yang saya baca berjudul Berbakti kepada Ibu-Bapak yang ditulis oleh Alustadz Ahmad Isa Asyur, terbitan Gema Insani Press, tahun 1989, didapatkan penjelasan dari subbab yang berjudul Al-Bir Tidak Berakhir dengan Wafatnya Ibu-Bapak. Di sana ia mengutip beberapa hadis Nabi Muhammad saw yang berbunyi sebagai berikut:

Abi Asied bin Malik bin Rabi’ah As Saldi berkata: Ketika kami sedang duduk-duduk di Majlis Rasulullah saw, tiba-tiba ada seorang dari Bani Salamah bertanya: ‘Ya Rasulullah, apakah sesudah ibu-bapakku meninggal dunia, masih ada sisa bakti yang dapat aku persembahkan kepada keduanya. . . ?’ Baginda saw mengangguk, mengiakan, dan bersabda: “Ya dengan jalan mengirimkan doa untuk keduanya, memohonkan ampun, menepati janji dan nadzar yang pernah diikrarkan ibu-bapakmu, memelihara hubungan silaturrahmi, dan memuliakan sahabat keduanya” (R. Abu Daud, Ibnu Majah, dan Ibnu Habban dalam Shahihnya).

Dan Anas bin Malik ra. katanya Rasulullah saw bersabda: “Sungguh seorang hamba ditinggal pergi oleh salah seorang atau oleh kedua ibu bapaknya, sedang dia dalam keadaan durhaka. Namun sang anak senantiasa berdoa dan memohonkan ampun bagi keduanya, sehingga Allah menetapkannya sebagai anak yang berbakti kepada orangtuanya” (R. Albaihaqi dalam Syu’abul Iman).

Dalam hadits yang lain dikatakan: "Permohonan ampun seorang anak untuk ayahnya sesudah meninggal dunia, termasuk baktinya" (R. Ibnu Najjar), dikisahkan oleh Malik bin Zurarah ra.

Dibawakan oleh Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: "Sungguh seseorang dapat naik kelasnya di surga! lalu ia bertanya keheranan: "Ya Rasulullah! Dan mana saya mendapatkan tempat setinggi itu? Lalu Rasul menjawab: "Dengan permohonan ampun anakmu untuk dirimu" (R. Ahmad, Ibnu Majah, dan Albaihaqi).

Dan Ibnu Umar ra., Rasulullah saw pernah bersabda: "Apabila anak Adam meninggaÌ dunia, terputuslah semua amal perbuatannya, kecuali dari tiga sumber: sedekah jariyah, ilmu yang dimanfaatkan orang, atau anak soleh yang mendoakannya." (R. Albukhari, Muslim, dan Abu Daud). AllahAllahAllah

Dari semua perkataan Kanjeng Nabi saw tersebut dapat kita garis bawahi bagaimana urgensinya mencetak anak yang saleh. Anak yang selalu ingat dan mendoakan kedua orang tuanya agar diberi ampunan Allah. Tak heran banyak doa yang selalu dipanjatkan kita sebagai orang tua adalah agar Allah menjadikan anak-anak kita sebagai anak-anak yang saleh. Tidak lain tidak bukan karena doa anak-anak yang saleh, terutama doa agar Allah mengampuni kita, itulah yang akan membantu kita—selain amal kita sendiri—agar selamat di akhirat dan naik kelasnya di surga.

Tidak ada kata terlambat untuk berbakti kepada kedua orang tua. Tetapi jika masih ada semua, maka maksimalkan bakti itu agar tidak ada kata penyesalan, dan keberkahan serta surga pun diraih. Untuk semua ini, bagaimana pilihan antara durhaka dan berbakti terbentang di hadapan, belajarlah dari cerita-cerita, belajarlah dari masa lalu. Wallahua'lam bishshawab.

***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
Tapaktuan, 31 Desember 2014


Advertisement

Tinggalkan Komentar:

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.