RIHLAH RIZA #66: Putus Harapan? Itu Gila!


Aroma opor yang harum menguar di dapur. Melata ke dinding-dinding dan singgah kepada mereka yang memiliki hidung di rumah ini. Otak mengolahnya menjadi sebuah informasi lalu mendapatkan sebuah konklusi: lebaran akan tiba.

Dan yang saya inginkan pada saat ini adalah agar waktu berhenti berputar. Atau kalau memang tak bisa dihentikan, kecepatannya cukup dikurangi saja menjadi 20 km/jam. Supaya momen-momen kebersamaan yang indah ini tak cepat berlalu dan tiba-tiba saya harus kembali lagi ke suatu negeri. Catatan ini saya tulis di Semarang, Kamis Legi, satu hari menjelang lebaran.

Baca Lebih Lanjut.

RIHLAH RIZA #63: Warung Pengelana, Warung Termahal di Dunia


image

“Berapa Bu? Tanpa nasi, pakai sayur, telor dadar, dan ikan itu? Tanya saya sambil menunjuk ikan merah di etalase.

“Lima belas juta…” jawabnya.

“What the…” tiba-tiba dada ini terasa memelihara Fir’aun.

Warung yang letaknya di terminal Tapaktuan ini warung “termahal” sedunia. Menu makanannya berharga jutaan rupiah. Dijual oleh wanita “tertua” sedunia pula. Entah “bego” entah kenapa,  tetap saja pengunjungnya banyak. Termasuk saya yang bersedia datang ke sana. Tak peduli tunjangan kinerja naik atau tidak.

Baca Lebih Lanjut.

tidak ada yang baru di bawah matahari


2015-04-10 12.30.06 (2)

Dua sampan terkapar diterkam gelombang

Dermaga jauh entah di hadapan

Diremehkan rindu yang pura-pura mengeja gerimis kesedihan

Lukanya hanya bisa diampuni oleh sebuah perjumpaan

***

Imaji Jum’at

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

Tapaktuan, 10 April 2015

FREELETICS WOCHE 9: My First 10K



http://www.marathonmedals.co.uk

Tiga bulan sebelumnya boro-boro lari jarak jauh, lari 100 meter saja sudah bikin saya mau pingsan. Tapi dengan berat badan yang semakin ringan dan berusaha konsisten untuk berlari minimal 5 Km setiap minggu, pada akhirnya di awal Maret 2015 ini saya mampu menaklukkan jarak 10 Km.

Kalau ditotal jumlah kilometer yang ditempuh mulai dari tanggal 13 Desember 2014 sampai dengan catatan ini dibuat, maka saya sudah menempuh sekitar 73,5 Km. Alhamdulillah. Running dan dengan jarak 10K ini tidak ada dalam menu latihan Cardio & Strength Pdf. Tetapi sudah menjadi menu utama di situsnya.

Baca Lebih Lanjut.

FREELETICS WOCHE 6: 5893 Meter



Lebih dari dua puluh tahun yang lalu saya memulai memakai jaket STAN Prodip Keuangan. Dan kini melihat anak-anak muda yang berjas sama di Balai Diklat Keuangan (BDK) Medan. Kelak mahasiswa D1 STAN ini akan menjadi generasi baru Kementerian Keuangan menggantikan para seniornya. Perilaku mereka sudah dibina sedemikian rupa. Kalau bertemu dengan seniornya selalu pertama kali mengucapkan salam.

*

Baca Lebih Lanjut.

RIHLAH RIZA #50: Mural-Mural Giran


“Betul, cuma kasih sayanglah yang bisa mempersatukan manusia,”

Nyi Londe.

Di suatu Ahad, jam enam lebih tiga puluh menit, Tapaktuan masih belum bangun. Dingin sisa malam masih terasa. Hawa hutan dan laut menyeruak menusuk indera penciuman. Sedikit orang berlalu-lalang di jalanan sepi. Beberapa tukang becak motor lewat dengan kencang mengantarkan orang menuju pasar dekat terminal.

Saya melangkahkan kaki menuju sebuah tempat satu-satunya deretan mural yang ada di Tapaktuan ini tergambar. Dekat Simpang Terapung. Di sebuah dinding beton yang berfungsi menahan dinding bukit agar tidak longsor dan sekaligus menjadi kanvas bagi gambar-gambar besar itu. Belum didapat informasi kapan dan oleh siapa mural ini dibangun.

Baca Lebih Lanjut.

RIHLAH RIZA #48: Kita Sama-Sama Gigit Jari


Entah sampai kapan rihlah ini menemukan tempat perhentiannya. Mungkin sampai ia menemukan tempat yang pas untuk berkalang tanah? Wallahua’lam bishawab. Hanya kepada-Nyalah kembali semua urusan. Bukan manusia. Bukan juga kamu.

~~~R. Almanfaluthi

Setelah acara forum itu usai, kami berempat—para fiskus yang ditempatkan di Aceh—menyempatkan diri pergi ke Senggigi. Pantai yang konon indah dan menawan. Belumlah dikatakan pergi ke Lombok kalau tidak pergi ke pantai itu. Begitulah kata para pujangga pelancong.

Suatu malam dahulu kala, saya sempat menonton sebuah film televisi. Lokasi sutingnya di pantai Senggigi itu. Ada adegan dua tokoh pemeran utama film itu menyusuri tebing dan pantai. Saya terpukau. Pemandangannya luar biasa indah. Sejak saat itu saya setidaknya berkeinginan pergi ke sana. Tapi itu jauh sebelum penempatan saya di Tapaktuan.

Baca Lebih Lanjut.

[HALO NUSANTARA] Jinayat dan Ganja


Gerak rampak para santri dalam zikir maulid (Foto Riza Almanfaluthi)

Jinayat

Hari Jumat, ratusan orang berkumpul di pelataran Masjid Raya Tapaktuan, Istiqamah. Bukan untuk apa-apa, melainkan mereka akan melihat prosesi pencambukan orang-orang yang melanggar Qanun. Biasanya karena perbuatan maisir (perjudian) dan khalwat (mesum).

Sebelumnya aparat Pemerintah Kabupaten Aceh Selatan berkeliling kota memberitahu masyarakat melalui pengeras suara. Usai salat Jumat pencambukan dilaksanakan. Tidak banyak cambuk itu mendera di punggung para pelanggar qanun. Bisa lima sampai sembilan pukulan saja.

Algojo bertopeng dari Polisi Syariah (Wilayatul Hisbah) yang akan melakukannya. Aparat Kejaksaan Negeri sebagai yang punya gawe harus bisa memastikan acara tersebut berjalan dengan lancar.

Baca Lebih Lanjut.

[HALO NUSANTARA] Antara Legenda dan Takdir: Ini yang Menarik di Tapaktuan


Surfing di suatu senja (Foto Syukrunaddawami-Pegawai KPP Pratama Tapaktuan.)

Tapaktuan, tempat eksotis berjuluk Kota Naga ini terletak 440 km arah selatan Banda Aceh. Ibu kota Kabupaten Aceh Selatan ini bisa ditempuh dengan menggunakan perjalanan darat dari Kota Banda Aceh ataupun Kota Medan selama kurang lebih 8 sampai 9 jam.

Anda disarankan untuk menempuhnya di siang hari agar mata bisa termanjakan dengan pantai nan memukau di sepanjang jalan lintas barat Provinsi Aceh. Sekalian merenungi asar-asar tsunami tahun 2004 yang masih tampak. Atau menikmati keteduhan Berastagi dan hutan Pegunungan Leuseur yang berkelok-kelok jika Anda memula kembara dari Kota Medan.

Sesampainya di kota pala ini siapkan kamera agar semua ciptaan luar biasa Yang Maha Kuasa ini terabadikan dan bisa terceritakan ke anak cucu. Ya, karena Anda telah pernah menjejakkan diri ke sebuah situs luar biasa yang menjadi landmark tak pernah tergantikan: Jejak Kaki Raksasa Tuan Tapa.

Baca Lebih Lanjut.