Jangan Bikin Google Marah


The Four

Teman saya pernah bilang, “Letakkan iPhone di meja dan kita akan lihat siapa yang akan datang menghampiri mejamu.”

 

Saya tidak salah memilih buku ini untuk dibeli di antara ribuan buku lainnya yang saya cek satu persatu di sebuah situs web toko buku daring.

Baca Lebih Lanjut

Advertisement

Hanya Setingkat di Atas Botswana


Untuk mendukung dunia literasi, negeri Jiran Malaysia memberikan fasilitas pajak berupa biaya yang diperbolehkan mengurangi total pendapatan setahun berupa pengeluaran untuk membeli buku, jurnal, majalah, surat kabar, berlangganan internet, dan membeli komputer.

Jumlah maksimal pengeluaran yang diperkenankan dalam setahun sebesar 2500 ringgit Malaysia atau setara Rp8,9 juta untuk tahun pajak 2019. Malaysia juga membebaskan penjualan buku-buku dari pengenaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN). Bagaimana Indonesia?

Baca Lebih Lanjut

Menyusul Uganda, Indonesia Terapkan PPN Produk Digital Luar Negeri


Mulai 1 Juli 2020, atas setiap produk digital dari luar negeri yang dijual melalui perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%. Jadi, ketika masyarakat Indonesia membeli buku elektronik dari Amazon misalnya, akan muncul PPN dalam tagihannya.

Beleid itu mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PJ.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Baca Lebih Lanjut

Alibaba (2): Dari Proyek Rahasia Sampai Indonesia


Crocodile in the Yangtze. Gambar dari Businessinsider.com.au

Proyek Rahasia
Agar bisnisnya berkembang maju, Alibaba butuh investor lebih banyak lagi. Dari berbagai lobi, di tahun 1999 ia mendapatkan investor pertamanya yaitu kelompok investor yang dipimpin oleh Goldman Sachs yang membeli 50% saham Alibaba.

Alibaba mendapat tambahan investasi lagi dari bank asal Jepang Softbank sebesar US$20 juta yang kelak membuat pemiliknya—Masayoshi Son—menjadi orang terkaya di Jepang. Modal itu membuat Alibaba mendapatkan dana segar, tenaga segar, dan mendapatkan lebih dari 150.000 anggota terdaftar di situs webnya.

Baca Lebih Lanjut.

Alibaba (1): Alien yang Menciptakannya


BEBERAPA***teman saya di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tapaktuan berbelanja ke negeri Cina. Melalui lapak daring tentunya. Semacam Bukalapak atau Tokopedia di sini. Mereka memanfaatkan harga murah dan ongkos kirim gratis.

Konsekuensinya mereka terima: barang itu baru sampai sebulan atau dua bulan kemudian. Tak jadi soal sembari menunggu pula musim mutasi yang lama tak kunjung tiba. Dari merekalah saya mengenal nama Alibaba.

Baca Lebih Lanjut.

11 Tahun The End of The Rainbow



Peraih Pulitzer tiga kali dan penulis kolom di The New York Times bernama Thomas L Friedman pernah menulis artikel yang menarik dan dipublikasikan di harian yang sama pada 29 Juni 2005.

Friedman menulis tentang Irlandia, yang menjadi negara terkaya kedua di Uni Eropa, setelah Luksemburg hanya dalam waktu satu generasi saja. Irlandia memiliki Produk Domestik Bruto (PDB) per kapita lebih tinggi dari Jerman, Perancis, dan Inggris.

Baca Lebih Lanjut.

RIHLAH RIZA #28: EVERY MOMENT WITH YOU IS MEMORABLE


RIHLAH RIZA #28: EVERY MOMENT WITH YOU IS MEMORABLE

 

Dua minggu itu sangatlah cepat. Satu jam apalagi. Ini kalau sudah di Tjitajam. Lain soal kalau sudah di Tapaktuan. Waktu berjalan seperti Three Toed Sloth, binatang yang cuma bisa jalan 15 cm per jam. Makanya kalau saja binatang itu hidup di pohon-pohon hutan Leuser saya ingin sekali memeliharanya. Gampang ditangkap. Sayang, hewan ini kebanyakan hidup di hutan hujan Amerika Selatan termasuk Amazon.

Dua minggu diklat di Gadog, Bogor, dengan dua hari sekali pulang ke rumah, bikin hidup tambah perlu disyukuri banyak-banyak. Tempat Pendidikan dan Pelatihan Anggaran dan Perbendaharaan ini tempat yang sempurna untuk belajar. Hawanya adem, suasana sepi, halaman luas dengan pepohonan tua yang rindang, koridor-koridor panjang yang meneduhi, dan sebuah ciri khas yang tiada pernah lepas darinya, dari Bogor yang julukannya terkenal ke seantero nusantara: hujan. Setiap hari.

Tak perlu berharap-harap dengan harapan mahakuat seperti di Tapaktuan di bulan Januari dan Februari ini agar turun hujan yang teramat deras. Sebuah harapan yang ditulis indah oleh D. Kemalawati dalam puisinya: Menanti Hujan.

seperti gayung

aku memohon hujan

deras

melimpah

gurun pasir

dan laba-laba

apa apa lapar terpelihara

hura hura pada nafas

atau

kalau kah tumbal

di hari senja

Banda Aceh, Maret 2003

 

Tak perlu berharap-harap dengan harapan mahakuat agar mampu menawari panas yang menyengat tubuh. Siang dan malamnya. Saya berterima kasih kepada Willis Haviland Carrier penemu Air Conditioner, hingga mampu membuat hidup saya lebih dingin di Tapaktuan.

Seperti biasa diklat menjadi awal dari sebuah banyak pertemanan. Bertemu dengan teman sekamar lalu berlanjut dengan pertanyaan “kenal dengan si ini, si anu, si ina tidak?” yang pada akhirnya menegaskan memang betul adanya petitih kalau dunia itu sempit. Apatah lagi Direktorat Jenderal Pajak dengan jumlah buruhnya yang hanya 30 ribu-an.

Membuka pertemanan di malam pertama kami di Gadog tentunya dengan sebuah keramahan. Sebuah kutipan kuno tapi efektif: mendapatkan teman dimulai dari sikap ramah. Tidak ada dalam benak sebuah prasangka. Semuanya bermula dari kemauan kita untuk memulai memberikan yang positif. Yang ada hanyalah pikiran bahwa kita itu sama berada di anak tangga yang pertama. Tidak berbeza. Kalau itu yang terjadi, tidak ada kalimat “saya menguasai kamu”, pun sebaliknya.

Ketika keramahan tanpa prasangka telah berkuasa menjadi raja di malam itu, maka mengalirlah sebuah cerita darinya. Cerita dari tanah seberang, dari petugas pajak yang memegang teguh integritasnya. Klise. Tapi ini menguatkan.

Betapa sering ia membantu Wajib Pajak tanpa pamrih sampai Wajib Pajak menemukan solusi atas setiap permasalahannya. Ini memang sudah tugas dia. Tugas negara yang diembannya. Sudah digaji penuh oleh negara plus tunjangan, kecuali kalau dia terlambat masuk kantor atau pulang cepat karena suatu sebab, tentunya dipotong.

Wajib Pajak di era di mana instansi lain masih belepotan dan DJP harus bersih sendirian—ini sistem yang tidak baik, kalau mau bersih ya harus bersih semua—merasa berhutang budi. Wajib Pajak tak sungkan-sungkan menyerahkan sesuatu yang berharga miliknya dan mungkin teramat berharga bagi petugas pajak teman saya ini yang hanya bisa pulang sebulan sekali menengok anak dan istri.

Kebetulan, saat itu hari terakhir perayaan tahun baru Cina, cap go meh, tiket penerbangan dari dan ke kota itu lagi mahal-mahalnya. Kebetulan pula, ia sedang tidak punya uang untuk pulang. Maka tawaran Wajib Pajak yang siap memberikan apa pun kepadanya, yang ia tolak dengan tegas, membuat hatinya seperti ada yang mengerat. Perih karena ia butuh. Butuh tapi tidak boleh. Tidak boleh dengan cara ini. Walau cuma seharga tiket pulang pergi saja. Walau yang tahu hanya Allah Swt, dirinya, dan Wajib Pajak itu. Tidak ada yang lain.

Tapi itu tidak sia-sia. Dalam waktu yang tidak terlalu lama dari kejadian itu, integritasnya dibalas dengan sebuah panggilan untuk mengikuti diklat selama dua minggu di Jakarta. Ini, setidaknya, berarti pulang pergi ke kampung halaman dibiayai Negara. Mendengar ceritanya semakin meyakinkan saya kalau setiap kebaikan akan mengundang kebaikan yang lain.

Satu hal yang tertinggal, selamanya, adalah sebuah kesan. Kesan yang diterima Wajib Pajak yang tidak akan pernah melupakan penolakan itu. Teman saya ini sejatinya, dengan pelayanan all out yang diberikan kepada Wajib Pajak, telah memberikan kesan yang cukup tahan lama. Seperti apa yang ditulis dalam buku How To Win Friends & Influence People in the Digital Age: menaruh minat, tersenyum, berkuasa atas nama, menyimak lebih lama, membahas apa yang penting baginya, membuat orang lain merasa lebih baik adalah enam cara kesan menjadi abadi.

Wajar kalau kemudian teman saya itu akan mendengar dari mulut Wajib Pajak, atau mendapatkan seperti yang dikatakan Elena Alcantara kepada Roberto Carvajal dalam novel Imprisoned by hope: “Every moment with you is memorable.”

***

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

27 Februari 2014

Tabik buat teman saya.