Kaleidoskop 2021 Direktorat Jenderal Pajak: Dari Pajak Pulsa sampai Pencapaian 100%


Banyak sekali peristiwa besar yang terjadi pada 2021 terutama di Kementerian Keuangan Direktorat Jenderal Pajak (DJP) yang berdampak luas dan melibatkan hajat hidup orang banyak. Berikut rangkumannya.

Januari 2021: Pangkas Mekanisme Pemajakan Pulsa

Pada 22 Januari 2021, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati meneken Peraturan Menteri Keuangan Nomor 6/PMK.03/2021. Dalam aturan ini tidak terdapat jenis dan objek pajak baru karena selama ini sudah dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh). Dengan demikian aturan ini pun tidak memengaruhi harga pulsa, kartu perdana, token listrik, atau voucer. Beleid ini dibuat untuk memberikan kepastian hukum dan penyederhanaan pemungutan PPN dan PPh atas penyerahan pulsa, kartu perdana, token listrik, dan voucer.

Baca Lebih Banyak

Advertisement

Kuartal Pertama 2021, Pemungut PPN Produk Digital Luar Negeri Setor Rp1,16 Triliun


Sudah hampir satu tahun Indonesia menerapkan pemungutan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE).

Sejak 1 Juli 2020, pemanfaatan (impor) produk digital dalam bentuk barang tidak berwujud maupun jasa oleh konsumen di dalam negeri dikenai PPN sebesar 10 persen. Ini menjadi salah satu upaya ekstensifikasi pemerintah dalam mengumpulkan penerimaan negara untuk menangani pandemi Covid-19.

Baca Lebih Lanjut

Siniar (Podcast): Setoran Pajak Digital PPN PMSE Sudah Rp97 Miliar


Akun media sosial Direktorat Jenderal Pajak kembali meluncurkan siniar (podcast)-nya. Kali ini masih dengan tema Pajak Pertambahan Nilai (PPN) Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE). Bagaimana perkembangan PPN PMSE setelah mulai dijalankan sejak 1 Juli 2020? Simak saja siniar ini.

Transkrip:

1)         Terkait penunjukan wapu PPN PMSE, sudah berapa wapu yang ditunjuk sampai saat ini?

Jawaban:

Alhamdulillah, pada awal Oktober 2020 ini telah ditunjuk 8 Pemungut PPN PMSE baru, sehingga total sudah ada 36 Pemungut PPN PMSE. Dengan penunjukkan ini.  sejak 1 November 2020 para pelaku usaha tersebut akan mulai memungut PPN atas produk dan layanan digital yang mereka jual kepada konsumen di Indonesia. Jumlah PPN yang harus dibayar pelanggan adalah 10 persen dari harga sebelum pajak, dan harus dicantumkan pada kuitansi atau invoice yang diterbitkan penjual sebagai bukti pungut PPN.

 

2)         Mereka ini bergerak di bidang apa sehingga dipungut jadi wajib pungut PPN PMSE?

Jawaban:

Ada yang bergerak di bidang cloud, software, layanan hosting internet, games, Penerbit API layanan pesan singkat (SMS) berbasis cloud. Itu sih.

 

3)         Sejauh ini, bagaimana kontribusi penerimaan PPN PMSE dari wapu yang sudah ditunjuk?

Jawaban:

Sewaktu acara media briefing Kementerian Keuangan pada 12 Oktober 2020 lalu, Direktur Jenderal Pajak Pak Suryo Utomo mengemukakan bahwa ada 6 entitas yang sudah ditunjuk sebelumnya telah menyetorkan PPN PMSE pada September 2020 lalu sebesar Rp97 miliar.

Rp97 miliar itu adalah nilai PPN-nya saja. Kalau kita hitung maka angka transaksinya sebesar Rp970 miliar. Hampir Rp1 triliun.

 

4)         Nilai tersebut besar atau kecil?

Jawaban: Ini menurut saya besar. Apalagi dari 6 entitas saja. Dan baru sedikit bulan. Kita bisa menghitungnya kalau setahun berapa coba? Belum menghitung entitas–entitas lain yang sudah ditunjuk, namun belum menyetorkan PPN-nya. Belum lagi entitas-entitas lain yang belum ditunjuk namun menjual produk digitalnya kepada konsumen Indonesia.

 

5)         Untuk Pajak Penghasilan (PPh) PMSE, apa kabarnya?

Jawaban: Nah ini kan merupakan amanat dari UU Nomor 2 Tahun 2020 tentang  Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019 (Covid-19) dan/atau Dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang

Sedang menunggu adanya konsensus global. Sejauh ini masih belum menemui titik temu. Berita terakhir kan pada akhir tahun ini konsesus bisa dicapai, namun sepertinya perlu waktu lebih panjang lagi.

Dan betul sekali Bu Sri Mulyani dalam acara pagi ini, senin 19 Okober 2020 dalam konferensi pers APBN Kita juga mengatakan bahwa konsesus itu ditunda sampai 2021 menunggu Amerika Serikat selesai pemilunya. Kementerian Keuangan Amerika Serikat juga menyadari pentingnya mencapai konsensus internasional. Negara-negara G-20 juga berkeinginan bahwa konsensus itu tercapai pada 2021.

Indonesia mendukung adanya pencapaian konsesus itu. Kalau tidak ada konsesus tidak ada rambu-rambu sekaligus prinsip-prinsip perpajakan yang adil terutama buat Negara-negara seperti Indonesia yang menjadi tempat pemasaran perusahaan-perusahaan itu, memiliki hak untuk mendapatkan bagian dari pajak keuntungannya, yang selama ini tidak dilakukan kalau kita menggunakan rezim yang berhubungan dengan kehadiran fisik atau rezim prinsip perpajakan global.

Indonesia telah menyiapkan perangkat peraturannya. Namun untuk melakukan law enforcement itu perlu konsensus.

 

6). Apa risiko bila bertindak tanpa adanya konsensus global?

Jawaban: Kita memiliki peluang di embargo oleh negara yang merasa dirugikan. Akan ada perang dagang. Contohnya ketika Perancis ingin menerapkan pajak digital sebesar 3% kepada perusahaan internet  Amerika Serikat pada akhir tahun lalu. Amerika Serikat  langsung berencana menerapkan bea masuk baru sebesar 25% atas produk-produk Perancis sperti komestik, tas tangan, dan barang impor dari Perancis lainnya. Perancis langsung menunda kebijakan itu.

Jadi memang perlu kehati-hatian dan konsensus masyarakat internasional.

 

***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
19 Oktober 2020

Secuil Kabar Menggembirakan dari Reformasi Perpajakan


Reformasi Perpajakan di bidang regulasi mulai menunjukkan hasil yang menggembirakan.

Titik tolaknya adalah Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan Menjadi Undang-Undang.

Baca Lebih Lanjut

Menyusul Uganda, Indonesia Terapkan PPN Produk Digital Luar Negeri


Mulai 1 Juli 2020, atas setiap produk digital dari luar negeri yang dijual melalui perdagangan melalui sistem elektronik (PMSE) akan dikenakan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sebesar 10%. Jadi, ketika masyarakat Indonesia membeli buku elektronik dari Amazon misalnya, akan muncul PPN dalam tagihannya.

Beleid itu mengacu kepada Peraturan Menteri Keuangan Nomor 48/PJ.03/2020 tentang Tata Cara Penunjukan Pemungut, Pemungutan, dan Penyetoran, serta Pelaporan Pajak Pertambahan Nilai atas Pemanfaatan Barang Kena Pajak Tidak Berwujud dan/atau Jasa Kena Pajak dari Luar Daerah Pabean di Dalam Daerah Pabean melalui Perdagangan Melalui Sistem Elektronik.

Baca Lebih Lanjut