Kepada Puisi yang Berulang Tahun Hari Ini


Mudah saja membiarkan gema jantungmu itu berkelana ke seantero bentala, angkasa, atau jiwa-jiwa dahaga. Tetapi buatku sulit sekali untuk melupakan satu jengkal hurufmu dalam kataku, satu milimeter persegi pada kulitmu, satu nirmala pada ayumu. Maka, berulangkali aku bilang kepadamu, datang, datang, datanglah padaku, mengkhianati waktu, untuk kupeluk dirimu, dan tak pernah lepas lagi. Atau kaudengungkan huruf-hurufmu, agar aku terbakar, jadi abu.

***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
28 April 2018

Photo by @_marcelsiebert check out his feed for more

Selamat hari puisi nasional. Puisi ini didedikasikan dalam rangka memperingati hari puisi nasional yang jatuh pada hari ini tanggal 28 April 2018.

Butir-butir Puisi di Kaca Jendela


Aku menitipkan pesan
dari hujan yang barusan
kepada serbuk-serbuk sari
untuk putik-putik yang terbaring
jikalau kau lupa
warna harumku
lihat saja buru-buru
butir-butir puisi yang terasing
merenung di kaca jendela
beberapa orang akan berkaca
beberapanya lagi mengabaikan
tak mengapa, nanti kaukejutkan
dengan mahligai bunga
di mulut-mulut mereka.

***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
26 April 2018
Photo by @robertlukeman check out his feed for more

Ketika Bayang-bayangmu


Ketika bayang-bayangmu memelukku
datanglah cepat-cepat,
Ketika malam-malamku merengkuhmu
pulanglah lambat-lambat,
tanganku rerantingmu
matamu jemariku
tertawalah di sabana sepi
tempat duka tak diraya lagi.

***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
07 April 2018
Seperti seabad aku tak menulis puisi
Photo by @a_guy_named_eric check his feed out for more.

Di Mulut Jendela


Aku gemetar untuk jatuh
tapi mengapa mereka gembira
saat runtuh:
tetes-tetes hujan di sore hari

Aku rindu untuk menyala
tapi mengapa mereka sembunyi
saat kumencari:
bayang-bayang senja di barat kota

***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
Lantai 16, 28 Maret 2018

Cinta yang Marah: Kerumitan yang Seharusnya Usai


Jpeg

HARI INI***aku yang tanpa nama berjalan terkatung-katung di antara jutaan aku lain yang juga tanpa nama membawa cinta yang marah dan pisau ke mana-mana.
Halaman 86

Kali ini, buku puisi yang saya selesaikan. Sebuah buku yang ditulis Aan Mansur. Saya beli di Yogyakarta. Kebetulan waktu itu penginapan saya bersebelahan dengan sebuah toko buku ternama di kota itu.

Sambil menunggu Magrib yang akan segera bertamu, saya melihat-lihat banyak buku di sana. Lalu mata saya terpaku pada sebuah buku warna merah ini: Cinta yang Marah.
Baca Lebih Lanjut.

Petitih Aki


Cu, kuberitahu engkau
cara terbaik mematikan rindu:
tidak minum kopi, tidurlah,
dan matikan semua lagu.

Cu, kuberitahu engkau
cara terburuk membenamkan rindu:
berguru pada penyair, bikin puisi,
dan sembunyikan semua bunyi.

Cu, kuberitahu engkau
kalau aku murid gagal,
dari seorang penyair gagal,
gagal membinasakan rindu.

Cu, malam ini aku ingin bersyair.

***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
16 Februari 2018 ​

Satu Alinea di Pinggir Danau Bohinj


Kepada Air

Aku pernah tersesat di sebuah hutan kelabu tempat engkau mendiami dan mendiangi segala. Engkau yang pernah selalu menyebut huruf-huruf namaku yang telah menghunjam dan merobek jantungmu di setiap waktu. Waktu yang telah berubah menjadi detak-detak jarum jam dinding yang dua-duanya mati menunjuk angka tiga. Mereka dikuburkan di sebuah pusara. Di pinggir danau Bohinj. Di suatu sore, wanginya menyeruak, menari-menari, membaca obituari, untuk mengucapkan sesuatu: Aku mencintaimu seperti aku menyesatkan diriku sendiri.

Tertanda:
Batu

 

***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
28 Februari 2018

Photo by @veraveraonthewall ​

Tak Ingat Jalan Pulang


Kita menempuhi jarak yang panjang
sembari lupa uluk salam
kepada bibir-bibir peri yang periang
lupa pula pada pemilik kalam.

***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
25 Februari 2018

Nasi Kucing di Kotak Pizza


Begitulah katanya, ketika kupu-kupu hinggap di telingamu, lehermu, dadamu, perutmu, kulitmu, seperti ikan yang tercabik-cabik dalam setangkup nasi dan disebar ke dalam kotak pizza kosong. “Ia terbang dan dadanya meledak penuh kepompong.”
Kosong.

***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan diranting cemara
16 Februari 2018

Limenitidinae Nymphalid


Beberapa kali angin menabrakmu tapi tak membuatmu jera. Ia yang sungguh tak pernah bisa berbohong untuk mengatakan kerinduan kepadamu. Kepada sayap-sayapmu yang rapuh. Hitam, putih, coklat, kuning bercampur jelaga. Jelaga yang ingin juga dibalurkan kepada wajahnya yang tidak berbentuk sama sekali. Beberapa kali hujan menjadikanmu lemah. Ia yang sungguh tak pernah rela untuk meninggalkanmu barang sedetik saja, walaupun itu akan membuatmu terjatuh dan tak mampu melangit kelima. Bening seperti air di pelupuk mata yang tak pernah kau relakan untuk terjungkal, barangkali kalau ia hitung hanya sekali dua saja kau membuat air mata itu tak terbendung di pipimu. Angin dan hujan, kembaran yang tak pernah punya jantung, karena jantung mereka adalah jantungku yang ingin mengedau di belukar jantung senyapmu. Berisiklah. 

***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
11 Februari 2018