Resensi Buku Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini: Untuk Para Pejuang


Ketika kamu dihina oleh lingkunganmu padahal kamu sudah melakukan yang terbaik dari dirimu. Ketika Tuhan belum mengizinkanmu dan pasangan memiliki keturunan padahal sudah ratusan usaha sudah kamu lakukan. Ketika kamu terjebak dalam suatu tradisi yang menciderai logikamu. Apa yang akan kamu lakukan?

Sebagian terfokus hanya pada permasalahannya saja dan menganggap dirinya lah yang paling sedih sedunia. Sebagian butuh didengarkan saja. Sebagian butuh diberikan solusi. Namun, tidak semua suka menceritakan permasalahannya dan tidak semua ingin dihakimi.

Melalui buku ini, Riza Almanfaluthi berhasil membuka kacamata pembaca. Ia tidak berusaha menggurui, menasihati, dan menghakimi. Ia menggunakan analogi dari berbagai kisah yang ia dapatkan dari buku yang ia baca, kisah yang ia dengar, maupun peristiwa yang ia rasakan agar pembaca merasa terhubung.

Setali tiga uang dengan buku Chicken Soup for the Soul, buku ini berisi tentang kumpulan kisah-kisah inspiratif. Perbedaannya kisah-kisah yang digunakan lebih kaya, berasal dari lintas abad, negara, waktu, dan budaya yang dikemas dengan bahasa mengalir.

Pria yang sehari-hari juga bekerja sebagai Kepala Seksi Pengelolaan Situs ini memberikan sudut pandang lain terhadap permasalahan yang umum ditemui. Ia membagi buku keduanya ini ke dalam tiga bagian yang saling berkaitan: spirit, kulasentana, dan nuraga.

Bagian pertama bercerita tentang motivasi pengembangan diri. Salah satu dalam bagian ini adalah cerita Mel yang berhasil menjadi pemenang pertama dalam Lomba Penulisan Perpajakan Tahun 2012 oleh Direktorat Jenderal Pajak. Cerdiknya, penulis menganalogikan reformasi DJP, khususnya para pegawai DJP dengan kisah kereta dan Mel-nya.

Lima sampai enam bungus rokok itu diikatkan di patahan ranting pohon. Ketika sebatas pandangan bentuk kereta itu mulai muncul dari kejauhan, mereka segera melambai-lambaikan rantingnya. Gaibnya masinis sudah tahu apa maksud mereka. Kereta itu berhenti, lalu koordinator menyerahkan ranting berbalut bungkus rokok kepada masinis. Dan masinis memberikan kesempatan mereka untuk naik. Dahsyat, kereta baja itu bisa berhenti hanya dengan sebuah ranting. Benar, pada akhirnya mereka pun bisa mendapatkan omzet berlipat-lipat. Itulah Mel. (halaman 47)

Mudahnya, mel adalah bahasa lain dari suap. Ini adalah salah satu kekuatan dari buku ini. Pilihan kosakata yang digunakan penulis amat beragam membuat pembaca dapat meningkatkan kemampuan berbahasa Indonesia-nya. Begitu juga dengan diksi kulasentana dan nuraga yang jarang sekali digunakan.

Kulansentana bercerita tentang kisah-kisah yang dialami oleh sebuah keluarga: belum diberikan keturunan, menghadapi anak yang dianggap ‘nakal’ dan pasangan yang tidak mau mengerti, bahkan tentang manajemen Air Susu Ibu Perah (ASIP). Bagian ini membuat pembaca yang mengalami permasalahan tersebut, merasa tidak sendiri.

Demi si buah hati, mahasiswa Master of Food Sciences and Technology ini juga rela membawa ASIP dari Bangkok pukul sembilan malam, lalu transit dan begadang semalaman di Bandara Kuala Lumpur International Airport 2 (KLIA 2) malam tahun baru 2015. Indy harus terbang ke Solo besok paginya dengan membawa ASIP seberat 20 kilogram. (halaman 114).

Penulis tak ragu menuliskan kisah Indy dan Risa, para pejuang ASI, yang rela melakukan pengorbanan meski harus menempuh ratusan kilometer untuk memperjuangkan tanda cinta mereka. Kisah per ASI-an ini adalah kisah yang sering menjadi dilemma bagi para ibu yang harus terhalang jarak dengan buah hati-nya.

Penulis juga menulis secara detil cara mereka membawa ASI perah itu dengan aman. Kisah ini tidak hanya memberikan motivasi tetapi juga ilmu kepada para ibu menyusui. Ia ingin memberi pesan bahwa jarak bukan menjadi halangan untuk memberikan asupan terbaik untuk buah hati tercinta.

Kemudian, kisah manusia yang hidup berdampingan dengan masyarakat lain diceritakan dalam bagian ketiga nuraga (simpati). Dikatakan bahwa seorang perempuan bertanya kepada Hatim. Ketika bertanya tiba-tiba perempuan itu mengeluarkan angin. Merahlah mukanya karena malu. Hatim berkata kepadanya, “Hai, coba kamu keraskan suaramu agar dapat kudengar!” Perempuan itu bergembira sebab ia mengira bahwa Hatim itu tuli. Maka setelah peristiwa itu Hatim dikenal dengan Hatim Alasham (si tuli). Halaman 162

Penulis mengatakan bahwa kisah Hatim Alasham diambil dari Kisah Para Salik yang ditulis oleh Ii Ruhimta. Tidak hanya itu, kisah David & Golliath dari Malcolm Gladwell, kisah Manjhi dari Film The Mountain Man,  kisah Dr. Harry dalam buku Suppressed Inventions & Other Discoveries, kisah Sophie dari buku Supernanny, kisah Bani Abbasiyah dan Bani Umayyah, kisah Amangkurat II dari Kerajaan Mataram adalah sekelumit kisah yang penulis sadur untuk menuntun pembaca menyerap pelajaran penting dalam kisah-kisah itu.

Buku ini layak untuk dibaca dan menjadi bahan kotemplasi diri. Cara penulis menanalogikan setiap permasalahan dan kisah dengan cerdasnya dapat dengan mudah membuka pikiran menjadi seluas samudera. Selamat membaca!

Identitas Buku
Judul buku: Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini
Pengarang: Riza Almanfaluthi
Jenis Buku: Non Fiksi
Kategori: Pengembangan Diri
Penerbit: Maghza Pustaka
Tahun terbit: Februari 2020,
Cetakan: Keempat, Maret 2020
Dimensi buku: 14 cm x  30,5 cm
Jumlah hal: 203 halaman
Harga buku: Rp 65.000,00

***
Tulisan di atas ditulis oleh Netadea Aprina dan disunting oleh Dwi Ratih Mutiarasari dan dimuat dalam rubrik resensi dalam majalah internal elektronik Direktorat Jenderal Pajak INTAX Edisi II Tahun 2020
Buku dapat dipesan di sini

Advertisement

Tinggalkan Komentar:

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.