Malam Pertamamu Bagaimana?


Photo by Naim Benjelloun on Pexels.com

Imbauan pemerintah dan MUI Kabupaten Bogor untuk melaksanakan kegiatan Ramadan di rumah saja di tengah wabah COVID-19 membuat suasana malam pertama Ramadan di sekitaran kami sepi. Tidak ada warga yang berbondong-bondong menuju masjid seperti biasanya.

Dari tangkapan layar CCTV masjid kompleks yang dibagikan di grup percakapan yang saya ikuti ada jemaah yang salat tarawih dengan saf yang renggang. Jemaah perempuan tidak terlihat.

Sehabis salat Magrib berjemaah di rumah, kami meriung. Kami bersepakat untuk meramaikan Ramadan dengan target-target seperti target salat tarawih berjemaah, salat malam, salat duha, tilawah, dan infak.

Di tengah keterbatasan yang ada Ramadan jadi bulan terbaik untuk memperbanyak amalan dan meminta ampunan kepada Allah Swt. Itu yang saya tekankan kepada anak dan istri saya. Dosa ini sudah bergelimang, berserak, tak terhitung.

Ramadan tahun 2020 ini memang harus dijalani dengan penuh keprihatinan, namun semangat harus tetap menyala untuk mendapatkan banyak keberkahan di dalamnya. Apalagi sudah pasti tidak bisa pulang kampong atau mudik pada saat lebaran nanti. Pemerintah sudah melarang dan membatasi pergerakan manusia ke kampung mulai tanggal 24 April 2020 sampai dengan 1 Juni 2020.

Kami tadi salat tarawih delapan rakaat dengan bacaan ringan. Sudah ada pembagian tugas. Untuk 10 malam pertama saya yang menjadi imam salat tarawih, Mas Haqi di sepuluh malam kedua, dan Mas Ayyasy di sepuluh malam ketiga. Ya, semoga Allah ringankan kami untuk menjalani malam-malam Ramadan dan tentunya pada saat puasanya nanti.

Akan banyak doa yang dipanjatkan oleh saya, keluarga, dan kaum muslimin di bagian belahan dunia manapun. Dan dalam doa itu tentunya terselip harapan agar pagebluk ini sirna segera. Masak sih dari 1,8 miliar umat muslim ini tidak ada satu pun yang dikabulkan doanya oleh Allah? Saya yakin ada.

Dan kalau Ramadan tiba ingatan saya selalu jatuh pada kenangan menjalani Ramadan di Tapaktuan, Aceh Selatan, Aceh selama tiga musim, maksudnya tiga Ramadan di sana. Terutama sekali mengingat jalanan yang tidak ada orang sama sekali ketika saat berbuka puasa, mengingat air tebunya yang enak sekali, dan berbuka puasa serta sahur yang terkadang sendiri dan seadanya.

Ya, sudah. Catatan malam pertama ini saya cukupkan di sini saja agar tiada kenangan yang menjadi genangan di kepala yang sering melupa. Ini malam pertama Ramadan saya.

Malam pertamamu bagaimana?

 

***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
23 April 2020
Salam buat kombatan Tapaktuan: Mas Yan Permana, Mas Hazbul Gufron, Mas Oji Saeroji, Mas Suardjono, Bang Vintari, Mas Oky Fardiyano, dan Mas Sigit Indarupa.

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.