Video dengan subtitle “Lihatlah Betapa Rakyat Korea Utara Sangat Mencintai Kim Jong-Un” viral hari-hari ini. Apalagi di tengah isu tidak jelas tentang kematiannya sehabis menjalani operasi kardiovaskular.
Menarik memang ketika melihat tayangan video supreme leader Republik Rakyat Demokratik Korea ini. Dalam sebuah acara yang tidak disebutkan itu Kim Jong-Un memasuki ruangan dengan iringan orkestra musik yang kencang dan menyemangati.
Tentunya dengan tepuk tangan para hadirin yang berdiri dan begitu membahana. Tepuk tangan yang belumlah selesai walaupun Kim Jong-Un duduk di kursi yang telah disediakan. Tepuk tangan yang lama.
Kim Jong-Un menikmati parade pujian itu dengan balasan lambaian tangan berulang kali. Video yang berdurasi 57 detik ini tak memperlihatkan kapan mereka berhenti bertepuk tangan.
Saya jadi teringat apa yang ditulis Aleksandr I. Solzhenitsyin dalam bukunya berjudul Gulag. Ini cerita di masa Stalin dalam sebuah acara partai tingkat kabupaten di Provinsi Moskwa. Konferensi partai ini dipimpin sekretaris Komite Partai Tingkat Distrik.
Selesai acara konferensi partai, mereka diminta bertepuk tangan untuk Stalin secara gaib atau in absentia. Tepuk tangan ini sebagai tanda penghormatan kepada Kamerad Stalin.
Peserta konferensi langsung berdiri serentak ketika nama Stalin disebut dan bertepuk tangan. Memang harus begitu kalau tidak mau dianggap tidak setia.
Gedung yang keberadaannya saja tidak diketahui Stalin ini bergetar dengan gemuruh tepuk tangan. Menit ketiga lewat. Menit keempat juga. Bahkan sampai menit kelima tepuk tangan itu tidak berhenti. Tangan sudah mulai pegal karena terangkat sejak tadi. Telapak tangan memanas. Kalau tidak percaya silakan mencobanya sendiri.
Yang kasihan tentunya yang sudah berumur. Mulai terengah-engah. Dan di situasi seperti itu jelas tidak ada yang berani untuk berhenti bertepuk tangan paling awal. Apalagi polisi rahasia Stalin NKVD jelas-jelas berada di gedung itu sambil mengamati dengan saksama siapa yang paling duluan berhenti tepuk tangan.
Sang Sekretaris harusnya yang berani untuk mengakhiri tepuk tangan penuh kepalsuan karena ia yang meminta hadirin bertepuk tangan, tetapi siapa dia yang baru saja menduduki jabatan itu karena sekretaris sebelumnya baru saja ditangkap polisi. Sekretaris partai tingkat kabupaten ini takut.
Delapan menit berlalu tepuk tangan itu masih juga belum berhenti. Mereka yang duduk di bagian belakang, biasanya memiliki jabatan rendah di dalam struktur partai, memiliki keuntungan. Mereka masih dapat mencuri-curi kesempatan untuk berhenti atau memelankan tepuk tangan atau seolah-olah bertepuk tangan, seolah-olah antusias, seolah-olah bersemangat, walaupun itu lagi-lagi artifisial.
Sekretaris partai yang berada di barisan depan dengan wajah tersenyum yang dibuat-buat masih bertepuk tangan dengan melirik para pimpinan partai lainnya, sampai ia kemudian menyerah dan ambruk. Ia dibawa keluar ruangan dan dibopong dengan tandu. Meskipun demikian, tepuk tangan itu masih belum berhenti.
Barulah ketika menit kesebelas lewat, Direktur Pabrik Kertas yang turut hadir dalam acara itu mengubah wajah dan duduk di kursinya. Semua serentak berhenti bertepuk tangan, duduk, dan bernafas lega. Tidak ada lagi itu yang namanya gelora dan semangat perjuangan seperti yang dipertunjukkan di awal. Mereka cuma membatin, mereka selamat.
Malamnya, NKVD menangkap Direktur Pabrik Kertas. Hukuman 10 tahun mudah sekali dijatuhkan untuknya. Di akhir interograsi, interogator NKVD bilang kepada direktur itu: “Don’t ever be the frist to stop applauding!” Jangan pernah menjadi orang pertama yang berhenti bertepuk tangan.
Dalam sejarah yang lebih dekat lagi, tepatnya pada 2011, ada warga Korea Utara yang dipenjara setelah pemakaman Kim Jong-Il, bapaknya Kin Jong-Un, karena tidak berkabung dengan cara yang cukup meyakinkan.
Entahlah kalau sekarang.
***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
25 April 2020
Gambar dari news.sky.com