TIPS MEMILIH WADAH PLASTIK YANG AMAN: CUKUP INGAT 245


CUKUP INGAT 2 4 5 SAJA

Dulu saya pernah mendapat email dari teman saya tentang kode-kode yang tercantum dalam botol berbahan plastik. Kode-kode itu adanya di bagian bawah botol atau tempat air dan makanan. Dan Kode-kode tersebut mengisyaratkan aman atau tidaknya wadah itu dipakai terus menerus oleh kita.

Kebanyakan dari kita, eit enggak usah menunjuk orang lain dulu, saya khususnya, sering mengoleksi (istilah tepatnya mengumpulkan, tapi bukan memulung) berbagai botol air minuman yang dibeli untuk dipakai kembali. Minimal buat tempat air minum anak. Atau kalau tidak, dipakai pada saat perjalanan. Sayang daripada dibuang lebih baik digunakan lagi. Padahal kalau kita tahu bahayanya mesti kita tidak akan mencoba-coba lagi.

Tapi sayangnya informasi dari email itu tidak saya cermati baik-baik dan tidak membuat saya tertarik. Informasi yang berupa narasi deskriptif itu cuma saya baca sekilas saja. Diingat sebentar lalu hilang begitu saja dalam ingatan. Dan saya lupa kode apa yang berarti aman untuk dipakai oleh kita dalam keseharian ketika kita menggunakan botol berbahan plastik itu.

Nah, siang ini saya membaca koran Kompas, Rabu 4 Maret 2009 di halaman 14. Di sana diulas tentang Kode Daur Ulang Plastik, kegunaan umum, dan rekomendasi dalam sebuah ilustrasi yang amat menarik dan amat memudahkan saya. Hingga saya—Insya Allah—dapat mengingatnya dengan mudah, yaitu kode angka di dalam segitiga berupa nomor 2 atau 4 atau 5 itu direkomendasikan aman. Sedangkan kalau botol dengan kode nomor 1 itu cukup sekali pakai saja digunakannya. Wadah berbahan plastik dengan kode angka lainnya perlu dihindari.

Jadi nanti kalau mau beli plastik es atau plastik belanjaan buat gorengan, bakso atau makanan panas atau wadah berbahan plastik lainnya perlu dilihat kode daur ulang plastik itu apa. Agar kita bisa menghindari diri kita dari serangan jantung, diabetes, tidak normalnya enzim hati, bahkan kanker.

Tidak banyak berpanjang kata. Silakan untuk dilihat dan dibaca rekomendasi yang diberikan ini. Saya cuma membaginya agar informasi yang berharga ini bisa dimanfaatkan oleh Anda-anda semua dalam memilih wadah plastik yang aman buat kita.

Salam.

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

01.33 04 Maret 2009

TIPS BUAT YANG LAGI BIKIN SKRIPSI DAN TESIS


TIPS BUAT YANG LAGI BIKIN SKRIPSI DAN TESIS

Skripsi atau tesis menjadi momok yang menakutkan. Menjadi mimpi buruk. Selalu hinggap di ingatan saat makan,
jalan-jalan, atau beraktivitas sehari-hari lainnya. Oleh karena itu begitu banyak para mahasiswa yang kedodoran dalam
penyelesaiannya, hingga berbulan-bulan, tak terasa biaya kuliah membengkak karena tetap harus bayar uang kuliah
ataupun ancaman drop out dari penyelenggara perkuliahan. Perlu diketahui
sampai saat ini masih ada teman saya yang belum juga menyelesaikan skripsinya sejak sama-sama masuk kampus di tahun
2000.

Apa daya, dengan sangat terpaksa, banyak dari mahasiswa tersebut menyewa jasa konsultan penulisan tugas akhir untuk
membantu mereka. Alhasil selain dana lebih yang harus dianggarkan untuk membayar fee, bantuan ini juga rawan dari masalah plagiat, serta tak lupa minimalis dalam
pertanggungjawaban di sidang komprehensif.

Ini semua hanya bertumpu pada kemalasan, tiadanya semangat di dada, dan tiadanya faktor pemicu untuk bergerak. Dan
tentunya seribu macam alasan lainnya.

So, pada kali ini ada yang harus saya tularkan kepada Anda semua tentang keberhasilan saya dalam menanggulangi
kemalasan yang mendarah daging. Terutama saat membuat tugas akhir kuliah kita berupa skripsi atau tesis. Karena
biasanya-dan sudah menjadi penyakit bagi masyarakat kita yang sedari kecil tidak pernah diajarkan untuk menuangkan
gagasan yang berada di otak kita dalam bentuk tulisan-mengarang menjadi pelajaran yang dibenci banyak siswa. Ia
adalah sesuatu yang menyulitkan tiada terperi, dulu hingga kini.

Mau bukti? saya tantang Anda untuk membuat satu paragraf yang terdiri dari empat kalimat tentang keadaan di sekitar
Anda dalam waktu lima menit. Dahi Anda akan mengerenyit, pikiran Anda akan berputar-putar mencari-cari kata demi kata
atau kalimat demi kalimat agar terbentuk satu paragraf, tersusun dengan pas dan sesuai dengan rasa bahasa. Bagi yang
sudah terbiasa, hal ini bukan sebuah kesulitan. Tapi bagi yang tidak biasa, ini akan memakan waktu lebih dari lima
menit. Saya pun sama dengan Anda.

Jadi bagaimana mungkin membuat skripsi atau tesis sedangkan untuk membuat satu paragraf saja susah. Sebenarnya satu
saja kuncinya: banyak latihan. Okelah saya sudah melenceng jauh dari keinginan saya untuk memberikan tips yang sesuai
judul di atas. Tapi setidaknya di saat kita sudah terbiasa menulis dan menuangkan gagasan di atas kertas (sekarang
bukan zamannya lagi) atau di layar komputer, ini akan sangat membantu sekali mempercepat masa penyelesaian penulisan
tersebut.

Jadi tips pertama adalah perbanyak latihan menulis.

Selanjutnya, agar kita segera bisa terpacu, coba berusaha untuk mengumpulkan teman-teman yang mempunyai problem sama.
Adakan pertemuan khusus membahas ini. Biasanya akan muncul gagasan baru, semangat baru, dan perencanaan baru secara
bersama-sama. Hal ini sukses dilakukan oleh salah seorang teman saya yang dapat mengumpulkan hingga kurang lebih
empat orang untuk bersama-sama membuat tesis.

Seringnya berkumpul, mencari data bersama-sama, hingga menulis pun bersama-sama mampu membuat mereka lulus pada tahun
yang sama. Saya pastikan bahwa tips yang kedua ini adalah: ajak teman
untuk bekerja sama.

Jika tips kedua ini tak bisa dilaksanakan karena ternyata tidak ada teman yang mau diajak bekerja sama atau
pergerakan teman kita terlalu lambat sedangkan kita sudah mempunyai semangat yang membara di dada, maka saya anjurkan
kepada Anda untuk langsung jalan sendiri saja. Tips ketiga ini adalah: jika engkau tidak menemukan teman, segera restart diri Anda.

Setelah itu, tips yang keempat adalah: jangan pernah terlewat satu hari
pun untuk tidak memikirkan skripsi/tesis
. Implementasi dari tips ini adalah dengan minimal sehari ada satu
jurnal atau referensi yang harus dibaca, mencari data ke perpustakaan dan sumber-sumber referensi lainnya. Jangan
berputus asa bahwa sehari itu Anda belum mampu membuat satu paragraf tertera dalam karya tulis Anda. Karena bagi
saya, dengan sedikit saja Anda sudah membaca atau setidaknya memikirkan skripsi/tesis, itu berarti Anda sudah punya
proggres yang baik. Sekali lagi: ciptakan progess sekecil apapun.

Tips kelima adalah mencari satu contoh skripsi/tesis sebagai rujukan
utama.
Hal ini sudah saya buktikan dengan sukses oleh saya. Saya mencari di internet dengan menggunakan
search engine terkemuka Goggle. Eureka…! Eureka…! Eureka…! Ketemu dan langsung saya cetak.
Karena bagi saya lebih enak membaca hardcopy dibandingkan dengan
memelototi layar komputer. Temuan itu dijadikan rujukan untuk bisa diketahui alur berpikirnya, cara penyajiannya,
metode-metode penulisannya dan masih banyak lagi yang lainnya.

Tips keenam: jalin hubungan baik dengan dosen pembimbing. Ini
sudah lazim dan kudu dilakukan oleh kita sebagai mahasiswa yang memang
lagi butuh kebijakan, saran, dan tentunya kemurahan sang dosen, lebih-lebih kalau dosennya langsung menyetujui
proposal penelitian ataupun karya lengkap kita. Ini yang patut disyukuri.

Tips ketujuh: struggle,
man!
Sekuat tenaga dah kita lakuin, kalo perlu jabanin ampe gak bisa tidur ngerjain skripsi/tesis. Semua ini memang butuh pengorbanan.
Main games, chating,
fordis harus dilupakan dulu agar fokus kita tidak pecah. Dan tentunya
agar kita punya waktu untuk memikirkan semua ini.

Yup, mungkin ini saja yang baru bisa saya sampaikan kepada Anda. Tujuh tips ini tidak akan berguna kalau Anda sendiri
tidak menyerahkan segala daya dan upaya kepada Allah Yang Mahakuat, karena sesungguhnya IA-lah yang membuat saya dan
Anda mampu melewati masa-masa sulit. Semoga kita tercerahkan.

***

Sepuluh bulan kuliah, setahun nganggur, dua bulan ngebut, selesai juga akhirnya. Saya bisa Anda pasti bisa.

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

22.30 22 Januari 2007

Rawat Helm Kita: Kepala Kita Tidak Senilai Uang 20 Ribu


Rawat Helm Kita: Kepala Kita Tidak Senilai Uang 20 Ribu

Tanggal 06 Februari 2006 yang lalu saya membeli helm ‘termahal’ yang pernah saya beli. Helm bermerk Agiva ini dikasih banderol ‘cuma’ Rp175.000,00 di toko kecil di bilangan Lenteng Agung arah ke Depok.
Helm full face ini benar-benar saya rawat. Tidak seperti kebanyakan helm yang pernah saya miliki dulu. Dulu waktu masih memakai helm pemberian dari toko, warna putih tentunya, saya terbiasa untuk menggeletakannya begitu saja tanpa ada sedikitpun keinginan untuk merawat, membersihkannya, atau tetap menjadikannya senantiasa kinclong setiap harinya.
Kalau jatuh pun, saya tidak merasa hati ini tergores (halah…). Lecet-lecet, berdebu, kumuh, dan penyak-penyok (saya belum menemukan kata dalam bahasa Indonesianya yang pas) menjadi pemandangan biasa pada helm itu. Tapi itu dulu.
Kini setelah saya memiliki helm ini saya benar-benar merubah kebiasaan saya. Saya yang jarang merawat suatu benda saat ini berupaya dan bertekad bagaimana supaya helm ini senantiasa indah di pandang mata. Maka coba tebak apa yang saya lakukan…?
Pertama, saya selalu mengelapnya setiap hari body luar helm setelah saya pakai dalam perjalanan pulang pergi ke kantor. Tentu mengelapnya pun dengan bahan khusus, yakni dengan spray pengilat body motor. Sret…sret…sedikit, lalu saya lap dengan kanebo. ”Indah nian dikau…” kata saya dalam hati. Saking selalu mengilapnya saya kadang dalam perjalanan melalui spion motor berusaha melihat helm saya untuk mengetahui seberapa mengilatnya helm ini. Narsis sekali…. 
Tapi terkadang memang dalam sehari saya tidak membersihkan helm tersebut. Karena kecapekan setelah pulang kantor dan paginya tidak sempat karena terburu-buru harus berangkat lebih pagi. Maksimal dua hari sekali saya harus membersihkan helm tersebut, dengan bahan yang disemprotkan lebih banyak dan tekanan saat mengelap dobel juga. Idih…
Kedua, meletakannya dengan hati-hati di tempat yang bersih. Kalau di rumah ditempatkan di ruang tamu. Dengan menjauhkan segala benda dari dekatnya. Takut tergores gitu… . Saya selalu mewanti-wanti anak-anak saya agar berhati-hati di saat mereka saya suruh untuk menaruh helm ini. Dulu, saya punya helm ditaruh begitu saja di dapur, diatas rak sepatu, dan bercampur dengan berbagai macam benda, maka saksikan saja kepala selalu digaruk-garuk karena kegatelan. 
Ketiga, kalau di kantor, saya tidak meletakkan helmnya ditempat parkir. Saya selalu membawanya ke dalam ruangan kantor. Ini untuk menghindari jatuhnya helm yang akan membuat helm lecet. Karena biasanya saking sempitnya lahan parkir, senggolan antarmotor dan gemuruh (kayak petir saja) suara helm jatuh sudah seringkali terjadi. Tentu ada reason lain. Anda pasti sudah tahu. Dicolong? Ya betul Anda tepat sekali. Biasa, kalau ada barang bagus di embat juga.
Enaknya di taruh kantor adalah setidaknya ruangannya berAC (emang ini pengaruh?) dan kebersihannya terjaga. Berbeda 180 derajat dengan di tempat parkir. Panas dan tidak terlindung dari sinar ganas ultraviolet matahari.
Oh ya, jangan lupa saat menaruh helm, visor (kaca helm)-nya harap dibuka agar sirkulasi udara di helm terjaga. Ini juga penting untuk menghindari bau yang tidak mengenakkan di dalam helm. Malu bukan, kalau helm itu diendus-endus sama yang lain terasa bau menyengat (emang apaan). BTW, saya belum pernah mencuci bagian dalamnya, karena belum tahu cara membuka bagian itu untuk bisa dicuci. Suatu saat, di hari libur, saya akan mencobanya.
Saking saya berusaha merawat helm ini, teman-teman saya biasanya komentar…”ini nih gara-gara helm mahal, jadi kerepotan sendiri.”. Ah, biarlah yang penting apa yang saya lakukan tidak merugikan orang lain. Dan terpenting lagi ini membuat saya merasa nyaman. Dengan kenyamanan ini, saya bisa berkonsentrasi lebih. Dan Insya Allah selamat di sepanjang perjalanan.
Teringat wejangan Kyai Haji Abdullah Gymnastiar dulu bahwa: ”harga kepala kita sungguh tidak sebanding dengan harga Rp20.000,00.” Komentar beliau ini untuk para biker yang terkadang tidak menghargai keselamatan jiwanya saat mengendari motor dengan memakai helm yang tidak standar. Ada juga yang standar sih, tapi standar proyek. Tentunya ini belumlah mampu untuk menahan liat dan kerasnya aspal hitam. Ih, sekali-kali tidak. Semoga Allah senantiasa menjaga kita dari hal yang sedemikian…
So, pakailah helm standar dan rawatlah dengan baik. Insya Allah nyaman, lebih konsentrasi, dan selamat. Ingat…! keluarga senantiasa menanti kita di rumah…. 

riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
7 bulan helm itu sudah terawat
09:45 30 Agustus 2006

Tips Hentikan Cegukan


Tips Hentikan Cegukan

Kemarin pagi saya mendapatkan sesuatu yang jarang sekali saya rasakan. Sesuatu itu adalah bernama cegukan. Ya, sehabis mandi pagi, tiba-tiba keluar dari mulut ini suara keras dan beritme: ceguk…ceguk….ceguk…
Walhasil sepanjang perjalanan berangkat ke kantor itu, badan saya naik turun mengikuti iramanya. Kebiasaan baru saya berupa murojaah hafalan pun terganggu. Bagaimana mau mengulang hafalan kalau suara kita selalu ditingkahi dengan bunyi: ceguk…ceguk…ceguk…
Sesampainya di kantor saya minum banyak-banyak, Alhamdulillah beberapa saat kemudian cegukan saya ini sudah hilang.
Tapi kemudian ketika hari sudah beranjak siang, setelah saya memakan sepotong roti dan bubur kacang ijo yang sudah tersedia di meja, tiba-tiba cegukan itu hinggap lagi. Minum air banyak-banyak dengan menutup hidung pun tidak sanggup memulihkan kerongkongan saya ini.
Karena cara itu tidak mempan lagi saya membiarkannya hingga kemudian terdengar suara adzan. Bergegas saya pergi ke masjid. Saya tidak lagi menghiraukan cegukan ini karena asyiknya mengobrol dengan teman-teman di sepanjang perjalanan menuju tempat sholat.
Nah, yang sangat mengganggu adalah pada saat sholat berjamaah, ternyata cegukan itu semakin menjadi dan terdengar lebih keras lagi. Maklum bukan, yang lain sedang khusu’ dan ruangan masjid sedang hening, tiba-tiba ada suara ceguk…ceguk…ceguk…Saya benar-benar malu sekali. Apalagi tangan saya yang sedang bersedekap, berulang kali terlihat terangkat seiring naiknya dada saya karena cegukan itu. Saya berusaha menahan nafas dan mengatur nafas sebaik-baiknya. Tapi ya tetap saja. tidak berhasil. So, di sepanjang sholat itu, cegukan ini sudah tidak terhitung berapa kali terdengar.
Di saat saya mengangkat tangan untuk berdoa, cegukan lebih keras terdengar lagi. Sampai-sampai ada jamaah masjid yang menolehkan kepalanya ke belakang untuk mencari tahu siapa yang mengeluarkan suara seperti itu. Malu saya…..
Segera saya mengakhiri doa yang di dalamnya ada doa pendek yang saya hafal betul:
Allohumma ‘afini fi badani, Allohumma ‘afini fi sam’i, Allohumma ‘afini fi bashori, Laa ilaaha Illa Anta.
Setelah sholat saya tidak langsung kembali ke kantor. Saya mengunjungi beberapa teman lama di kantor-kantor lain. Membicarakan banyak hal dan sekalian bersilaturahim. Tahu-tahu satu jam tidak terasa keberadaan saya bersama mereka. Dan paling mengejutkan adalah cegukan yang sangat menggangu saya ini tiba-tiba hilang begitu saja. Entah saya tidak tahu kapan hilangnya. Apakah di saat saya berbicara dengan si A atau si B, atau si C. Tapi saya tetap bersyukur Allah telah mengabulkan doa saya.
Nah, pagi ini di saat saya baru tiba di kantor dan membuka inbox email. Saya mendapatkan surat elektronik dari salah satu sahabat baik saya: Kang Awe. Email itu kiranya sangat bermanfaat sekali, karena di sana ada tips untuk menghentikan cegukan. “Wah, Kang Awe peduli juga,”pikir saya.
Oleh karena cegukan itu tidak hanya menimpa pada anak-anak yang sedang tumbuh maka saya menganggap tips ini layak untuk disebarkan kepada Anda sekalian. Selamat menikmati dan semoga Anda tidak mengalami kejadian seperti yang dialami saya di atas. 

Tips Hentikan Cegukan
Yulia Dian – detikHot

Jakarta, Dalam acara makan malam penting Anda mengalami cegukan? Segera ambil tindakan pertama dengan tips sederhana ini! Cegukan hilang, acara makan pun kembali nyaman.

Dari mana sebenarnya cegukan itu bisa muncul. Biasanya cegukan terjadi ketika seseorang baru selesai makan. Ini akibat diafragma di kerongkongan yang berkedut tanpa dikehendaki.

Acara makan Anda pastinya akan terganggu dengan cegukan bukan! Di tengah perjamuan besar, bersama calon mertua atau untuk urusan bisnis. Wah bisa kacau nih!

1. Tahan nafas Anda selama 15 detik. Setelah itu lepaskan secara perlahan. Ini bisa mujarab untuk mengobati cegukan.

2. Jika cegukan belum juga mereda, minum 10 teguk air putih pelan-pelan. Lakukan sambil menahan nafas. Ini ditujukan untuk menetralisasi diafragma di kerongkongan Anda.

3. Cara ketiga Anda bisa menggunakan kantung kertas dan bernafas dengan itu. Jika tak juga berhasil sebaiknya Anda bersabar. Cegukan jangan dirasa-rasa. Tanpa Anda sadari cegukan akan hilang begitu saja. Intinya jangan panik dulu ya 🙂 (yla)

RIZA ALMAN

riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
08:59 24 Mei 2006

Bukan Diariku


27.01.2006 – Mengapa Blogku Bukan Diariku?

Fungsi awal sebuah blog dari apa yang saya baca adalah tempat untuk mengemukakan semua perasaan–entah sedih, gembira, bahagia, duka lara, jatuh cinta, broken heart, bete, marah, kecewa, atau banyak lagi lainnya–yang kita alami dalam sebuah tulisan yang bisa dibaca oleh dan dibagi kepada yang lain . Sehingga terkadang blog ini disebut juga sebagai diary online.
Nah, dari itu saya kemudian meninjau kembali, sebenarnya blog saya ini telah memenuhi kriteria itu belum yah? Wah, terlihat sekali ternyata saya belum bisa menjadikan blog ini untuk mengungkapkan segala perasaan saya kepada yang lain. Pengungkapan ini adalah pengungkapan yang eksplisit loh bukannya yang tersembunyi dibalik sebuah tulisan yang biasa saya buat.
Sehingga terkdang saya mengagumi juga, kepada teman-teman blogger yang lainnya yang bisa mengungkapkan perasaannya itu kepada yang lain. Dan menunjukkan kepada dunia, nih saya lagi bete, nih saya lagi kecewa, nih saya lagi jatuh cinta, nih saya yang lagi sakit, nih saya yang lagi empet sama tuh orang, etc. Semua curahan hati itu begitu mulusnya teman-teman upload tanpa mengindahkan kaidah-kaidah bahasa yang baku, dan kaidah lainnya, keluar begitu saja. Mengapa bisa, yah?
Setelah saya pikir-pikir, ternyata memang ada hambatan psikologis yang ada pada saya. Bahwasanya saya masih belum bisa terbuka seperti yang lain, mungkin ini dikarenakan identitas saya yang begitu nyata dihadapan teman-teman sekalian. Karena masih satu instansi misalnya. Atau karena tidak seperti di dunia maya yang sebenarnya, sehingga identitas asli seseorang tidak begitu ditutup rapat. Atau bahwa saya harus jaim, Teman-teman pasti tahu bukan makhluk yang satu ini apa?
Dan yang kedua adalah saya mempunyai keinginan bahwa apa yang saya tulis harus mematuhi kaidah bahasa yang baku. Sehingga dengan begitu, saya tidak bisa bebas untuk mengungkapkan apa yang saya rasakan kepada teman-teman sekalian. Kalaupun saya paksakan, jari saya ini berkali-kali menekan tombol Backspace dan Delete. Tanpa ada hasil apa-apa.
Dua sebab itu mungkin yang menyebabkan saya tidak bisa bebas seperti teman-teman sekalian. Yang menyebabkan blogku tidak menjadi diariku. Yang menjadikan blogku hanya sebagai kumpulan perasaan yang diungkapkan secara implisit, yang menjadikan blogku ini pantasnya adalah kumpulan pemikiranku. *Berat banget sih kaya filsuf saja)
Tapi saya pikir, tak mengapalah, karena memang kita diciptakan berbeda dari sananya. Dengan kemampuan dan keahlian yang berbeda. Dan dengan rasa yang berbeda bukan? Tapi kesamaan kita adalah: kita mempunyai rasa cinta. Cinta yang sederhana betul begitu, Mam? (Kagak nyambung).
Tapi pikir saya, tak mengapalah asal apa yang kita ungkap itu adalah sesuatu yang bernilai bagi teman-teman sekalian. Memberikan sesuatu yang berguna, yang baru, yang membuat gembira, yang membuat airmata ini menetes tanpa terasa karena kerinduan pada-Nya, dan membangkitkan semangat kita semua untuk bersama-sama berada di jalan-Nya sampai akhir nanti.
Jadi, ternyata kita memang berbeda. Jadi, ternyata blogku bukan diariku. Tak mengapa bukan?

riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
13:11 27 Januari 2006

Sedia Payung Sebelum Hujan (Pujian)


Dalam sebuah bab dari sebuah buku tua yang dimiliki oleh Bapak dan telah dibaca oleh saya pada saat kelas tiga SD diuraikan tentang bagaimana cara seseorang menghadapi kritik. Buku yang ditulis oleh Dale Carnegie ini menggambarkan dengan cantiknya bagaimana perasaan orang yang dikritik dengan berbagai macam kritikan Mulai dari rasa marah, tersinggung, cemas, hingga efek yang ditimbulkannya berupa stress hingga munculnya berbagai macam penyakit.

Kemudian diuraikan pula bagaimana sikap orang yang berpikiran positif dalam menghadapi segala kritikan tersebut. Pada intinya ia bilang ”Siapkan payung dari hujan kritikan”. Siapkan payung disini adalah siapkan mental sekuatnya atas apa saja yang kita lakukan yang akan mengundang banyak kritikan dari orang lain. Banyak contoh diuraikan oleh Carnegie bagaimana cara mempersiapkan payung itu.

Ada satu hal yang kurang dan tidak dibahas dalam buku tersebut. Hal biasa namun ternyata dapat memberikan efek negatif cukup besar bagi mental manusia. Yakni bagaimana setiap orang seharusnya dapat juga mempersiapkan payung dari hujan pujian. Tentu kita maklumi bahwa Dale Carnegie hidup di masyarakat yang menjunjung tinggi materialisme dan kapitalisme. Sehingga penyikapan mereka terhadap pujian pun berbeda dengan penyikapan umat Islam terhadap pujian.

Bagaimana tidak, dalam materialisme, pujian adalah satu paket dengan ketenaran dan pencitraan diri. Sudah menjadi konsekuensi logis bahwa mereka yang tenar dan sukses dalam bidang tertentu mendapat pujian sebanyak mungkin dan dari mana saja. Karena ini berkaitan dengan–sekali lagi—pencitraan dirinya. Semakin dipuji semakin memberikan value added pada dirinya di mata orang lain. Sehingga pada akhirnya ia dapat diterima di komunitas masyarakat yang lebih tinggi derajatnya.

Berbeda dengan nilai-nilai yang dianut dalam Islam. Agama suci ini mengajarkan kepada umatnya berhati-hati terhadap pujian. Karena ini menyangkut hati yang akan terkotori. Mengapa demikian? Karena pujian yang berlebihan akan mengakibatkan melencengnya niat awal bagi yang dipuji. Bila terjadi hal yang demikian maka syirik kecil yakni riya’akan muncul.

Pujian berlebihan juga akan mematikan kreativitas. Ia akan merasa bahwa apa yang ia perbuat nihil dari kesalahan padahal manusia adalah tempat dari lalai dan lupa. Ia tidak mengetahui kekurangan dirinya dan terlambat untuk memperbaiki. Kreativitas pun mandeg atau jalan di tempat.

Pujian yang berlebihan akan mengakibatkan ketidaksiapan yang dipuji untuk menerima hal-hal yang buruk tentang dirinya. Pujian yang berlebihan juga akan memunculkan rasa ’ujub (takjub dan bangga pada dirinya sendiri) atau bahasa gaulnya narsis gitu loh.

Nah, bicara tentang ’Ujub digambarkan secara jelas oleh Ustadz Said Hawwa dalam buku yang ditulisnya berjudul Intisari Ihya Ulumuddin Al-Ghazali: Mensucikan Jiwa. Bahwa biasanya manusia akan ’ujub atas delapan hal. Yakni yang pertama adalah ’ujub dengan fisiknya. Kedua adalah ’ujub dengan kedigdayaan dan kekuatan. Yang ketiga ’ujub dengan intelektualitas, kecerdasan, dan kecermatan dalam menganalisa berbagai problematika agama dan dunia.

Yang keempat adalah ’ujub dengan nasab yang terhormat. Kelima ’ujub dengan nasab para penguasa yang zhalim dan para pendukung mereka. Keenam adalah ’ujub dengan banyaknya jumlah anak, pelayan, budak, keluarga, kerabat, pendukung dan pengikut. Ketujuh berupa ’ujub terhadap harta kekayaan. Dan yang terakhir adalah ’ujub dengan pendapat yang salah.

Berkaitan dengan dunia kepenulisan maka ’ujub yang seringkali menimpa adalah bentuk ’ujub yang ketiga yakni ’ujub dengan intelektualitas, kecerdasan, dan kecermatan dalam menganalisa berbagai problematika agama dan dunia, sehingga mengakibatkan sikap otoriter dengan pendapat sendiri, tidak mau bermusyawarah, menganggap bodoh orang-orang yang tidak sependapat dengannya dan kurang berminat mendengarkan para ahli ilmu karena berpaling dari mereka dan melecehkan pendapat mereka. (p:222)

Manusia normal mana sih yang tidak senang dipuji?

”Hei daun kering, tulisan elo bagus-bagus, yah. Bikin gue nangis mulu.” puji si fulan. “Mas Daun Jati, Bikinin gue puisi dong buat pacar gue. Elo kan paling hebat kalo bikin puisi. Gue aja ampe merinding kalo baca puisi elo.” puji si fulan yang lain. Gak kuat…!! Sampai limbung diri ini cari pegangan, supaya tidak jatuh saja sudah susah. Bagaimana tidak besar kepala? Bagaimana tidak akan tidak bergeming dari niat awal mencari ridhoNya kecuali ia memang benar-benar dilindungi Allah dari segala kekotoran hati. Bagaimana tidak akan ‘ujub dari hal itu?

Ustadz Said Hawwa memberikan terapi atas ‘ujub yang demikian yakni dengan bersyukur kepada Allah atas karunia intelektualitas yang telah diberikan kepadanya, dan merenungkan bahwa dengan penyakit paling ringan yang menimpa otaknya sudah bisa membuatnya berbicara melantur dan gila sehingga menjadi bahan tertawaan orang. Ia tidak aman dari ancaman kehilangan akal jika ia ujub dengan intelektualitas dan tidak mensyukurinya.

Beliau menambahkan bahwa hendaknya ia menyadari keterbatasan akal dan ilmunya. Hendaklah ia mengetahui bahwa ia tidak diberi ilmu pengetahuan kecuali sedikit, sekalipun ilmu pengetahuannya luas. Apa yang tidak diketahuinya di antara apa yang diketahui manusia lebih banyak ketimbang yang diketahuinya, lalu bagaimana pula tentang apa yang tidak diketahui manusia dari ilmu Allah?

Hendaklah ia menuduh akalnya dan memperhatikan orang-orang dungu; bagaimana mereka ’ujub dengan akal mereka tetapi orang-orang menertawakan mereka? Hendaklah ia berhati-hati agar tidak menjadi seperti mereka, tanpa disadarinya. Orang cupek akal saja yang tidak mengetahui keterbatasan akalnya, sehingga ia harus mengetahui kadar akalnya dibandingkan dengan orang lain bukan dengan dirinya sendiri, atau dengan musuh-musuhnya bukan dengan kawan-kawannya, karena orang yang berbasa-basi selalu memujinya sehingga semakin ’ujub. Demikian Ustadz Said Hawwa (p:222).

Dalam sebuah tulisan yang berjudul Tawadhu di majalah Sabili, sebagai pembuka, penulisnya menceritakan gundahnya Helvy Tiana Rosa menyikapi fenomena penulis muda yang baru menulis satu atau dua buku sudah merasa paling hebat, merasa paling unggul. Padahal Taufik Ismail yang telah menulis banyak buku begitu tawadhunya dan tetap merasa belum apa-apa dengan segala karyanya itu. Sehingga beliaupun di usianya yang semakin bertambah tetap berkarya dan terus berkreativitas.

”Seharusnya mereka dapat menstabilkan emosinya,” tambah Helvy. Ya, betul perasaan paling unggul, paling hebat akan memandulkan kreativitas dan tidak mau belajar kepada orang lain. Membaca tulisan orang lain pun enggan, seakan usaha itu adalah upaya pengakuan bahwa orang lain lebih hebat daripada dirinya. Dan itu tidak diinginkannya. Dirinyalah yang lebih hebat. Dirinyalah yang pantas dipuji daripada orang lain. ”Ppeee…. betul begitu Mas Daun bersisik?” tanya sisi lain (bukan si Sisil lho).

Jadi bagaimana sih seharusnya kita memuji orang yang memang berhak kita puji dengan segala kecantikan kreativitasnya itu? Mungkin ini bisa menjadi jawaban: beri ia pujian sewajarnya dengan tambahan kritikan. Cara ini perlu agar ia pun bisa mawas diri.

Seperti etika dalam menegur bahwa segala koreksi dan kritikan tidak diungkapkan di depan forum, begitu pula dengan memberikan pujian. Kiranya tidak perlu diungkapkan kepadanya di depan khalayak ramai. Alangkah baiknya melalui surat, email, telepon, atau face to face. Atau kalau memang perlu diungkapkan di depan banyak orang, diusahakan untuk tidak diketahui orang yang dipuji. Ini adalah cara untuk menghindari penyakit hati yang akan timbul dari yang dipuji. Dan terakhir pujilah ia dengan tulus bukan dengan kedok diplomatis, agar ia dapat mensyukuri pujian itu dengan kesadaran bahwa segala pujian hanyalah milik Allah semata.

Tapi, ketakutan terhadap pujian yang berlebihan, ini pun akan mendatangkan sisi ekstrem dengan timbulnya penyakit hati yang lainnya yakni riya’, nah loh. Mengharapkan pujian salah, takut dengan pujian juga salah. Terus gimana dong? Ustadz Yusuf Qaradhawi pernah bilang: ”bersikaplah pertengahan”. Inilah sebaik-baiknya sikap.

So, sebelum kita siapkan payung dari hujan kritikan yang akan mengakibatkan kecemasan dan stress luar biasa, maka siapkan payung dari hujan pujian terlebih dahulu. Karena dengan itu kita akan siap untuk menerima hal-hal yang buruk tentang diri kita sendiri. Setelah itu tinggal nikmati saja badai kritikannya.

Allohua’lam.

Maraji’:

1. Intisari Ihya’ Ulumuddin al Fhazali, Mensucikan Jiwa: Konsep Tazkiyatun-nafs terpadu diseleksi dan disusun ulang oleh Said Hawwa; 2000; Robbani Press.

dedaunan di ranting cemara

Alhamdulillah

18:39 11 Desember 2005

Unlimited Inspiration


Unlimited Inspiration
(looking themes for)
Saya berdiri terpaku, lama, di depan lemari buku perpustakaan pribadi yang dipenuhi sesak berbagai macam jenis judul buku. Niatnya untuk mencari tema yang pantas untuk ditulis di akhir pekan ini.
Saya ambil buku serial manajemen, ”Ah…terlalu berat”, pikir saya.
Saya melirik buku Abu Al-Ghifari dengan judul ’Muslimah yang Kehilangan Harga Diri’, ”Wah, gender nih”, pikir saya lagi.
Saya tiba-tiba tertarik dengan tema Janissary, pasukan khusus yang dibentuk di zaman kekhalifahan Ustmaniyyah, yang awalnya berasal dari anak-anak Kristen dari daerah takhlukan, yang kemudian dipelihara dan setelah besar dijadikan tentara pendukung utama. Pasukan ini menjadi pasukan yang paling ditakuti di seantero Eropa juga menjadi bumerang bagi Kekhalifahan itu sendiri hingga akhirnya dibubarkan.
Tema ini menarik karena ada di dalam pakem saya yang sangat menyukai sekali sejarah dunia. Tapi masalahnya adalah untuk mewujudkannya menjadi tulisan butuh membuka banyak referensi. That is a point, saya tidak punya waktu banyak untuk membuka, mencari, dan membacanya saat ini, walaupun buku dengan tema ini ada sepuluh lebih di depan saya. ”Pekan depan saja, lah”, kata saya dalam hati.
Akhirnya saya kembali menuju komputer yang sedari tadi sudah terbuka dengan halaman kosongnya masih setia menunggu untuk segera diisi. Kali ini, mungkin kebuntuan saya mencari tema bisa menjadi tema itu sendiri, ringan, dan instan. Tiba-tiba telepon berdering, seorang teman mengingatkan saya pada acara pagi, siang, dan malam ini. Jadilah tulisan ini terhenti untuk sementara. “Yah, tertunda lagi…”, keluh saya sambil beranjak pergi meninggalkan halaman yang setengah terisi ini, sambil menyuruh Haqi untuk men-save, close, dan silakan bermain game kesenangannya lagi.
***
Kebuntuan mencari tema seringkali menjadi penghalang bagi sebagian kita menulis. Tetapi bersyukurlah bila Anda mengalami hal ini, karena berarti Anda manusia normal. Tanda kebuntuan ini berarti tanda kemajuan bahwa Anda mempunyai kemampuan menulis. Terkadang bagi sebagian orang bukan masalah buntu atau tidak, tapi untuk membuat satu atau dua paragraf saja mengalami kesulitan yang sungguh luar biasa. Selain itu kebuntuan pun menjadi alat untuk mengasah ketajaman Anda dalam melatih diri menulis dan menulis.
Kebuntuan mencari tema bisa disebabkan karena beberapa hal yakni tidak adanya input yang masuk ke dalam otak kita. Input bisa berasal dari mana saja. Dari pengamatan kita terhadap sekeliling atau membaca.
Pengamatan terhadap sekeliling dapat diperoleh dari hasil perjalanan kita sehari-hari yang biasanya luput dari pengamatan orang umum saking menjadi hal yang terbiasa dilihat. Makanya ada sebagian penulis yang salah satu hobinya adalah melakukan travelling. Ini adalah caranya untuk mendapatkan tema-tema new and fresh. Seperti kegiatannya di sepanjang perjalanan menuju kampungnya, masakan khas daerah tertentu, objek wisata dan lain sebagainya, menjadi tema yang menarik untuk diungkap melalui tulisan.
Kegiatan membaca pun menjadi salah satu cara agar volume input menjadi besar. Bahkan bagi sebagian penulis rutinitas membaca menjadi salah satu keharusan untuk bisa tetap eksis di dunia kepenulisan. Dengan membaca ia akan mendapat banyak sesuatu yang baru seperti wawasan, ilmu pengetahuan, bahasa, bangsa, metode, dan masih banyak yang lainnya. Intinya dengan membaca akan memperkaya tulisan-tulisannya sendiri.
Saya tertarik dengan apa yang diungkapkan oleh Tim FLP dalam publikasinya di Bengkel Pena Eramuslim berkaitan dengan pertanyaan apakah penulis harus membaca? ”Kalau menurut kami asumsinya begini, ketika sebuah wadah diisi terus menerus, maka ketika penuh akan tumpah. Nah, demikian juga dengan penulis yang hobby membaca, kalau dia terus menerus membaca, maka akan lebih mudah menuangkan isi kepala dalam bentuk tulisan.”
That’s great. Penuh dan tumpah. Asumsi yang membuat saya meyakini bahwa dengan membaca, otak akan dapat dengan mudah menumpahkan segala isinya ke dalam bentuk tulisan.
Pertanyaan selanjutnya adalah kalau buku atau majalah saja jarang terbeli, bagaimana saya bisa banyak membaca? Sebagai muslim, Anda tentu punya mushaf Al-Qur’an tentunya. Itu saja sudah cukup. Betapa Al-Quran menjadi inspirasi bagi para penulis sedari zaman Rasulullah sehingga begitu banyak umat manusia mendapat hidayah Allah SWT.
Muhammad Fauzil Adhim—penulis buku best seller Kado Pernikahan—menulis sebuah artikel yang berjudul Belajar Menulis Pada Al-Qur’an. Di dalamnya ia mengungkapkan betapa Al-Qur’an memang tak akan pernah habis kalau kita mau menggali dan menggali terus.
Anda tentu mengenal keindahan kata dari para mufasirin seperti Jalaluddin Abdurrahman Assayuti, Jalaluddin Al Mahalli, Al-Baghdadi, Ibnu Katsir, Al Fakhrur Razi, Sayyid Quthb, Hamka, dan masih banyak lagi yang lainnya. Sudah tentu, karena mereka begitu akrab dengan Al-Qur’an dan memiliki ilmu untuk menafsirkannya.
Dengan menjadikan Al-Qur’an sebagai sumber inspirasi tiada batasnya, maka tiada yang muncul dari tulisan-tulisan itu kecuali berjuta nilai kebaikan dan kebenaran. Untuk itu sudah sepatutnyalah pula Al-Quran menjadi bahan bacaan harian, menjadi rutinitas yang mengoyak qalb, menghancurkan keegoan dan kesombongan, dan menjadi langkah awal kepenulisan.
Pada akhirnya setelah itu, Anda akan menemukan samudera tema yang tiada hentinya menghanyutkan pembaca dalam tulisan Anda. Anda akan menemukan gunungan emas yang tiada habisnya memberi kilauan cantiknya dalam tulisan Anda. Dan Anda tidak akan pernah mengalami hal yang pernah saya alami, lalu Anda akan cukup mengucapkan Goodbye pada kebuntuan mencari tema.
Insya Allah.

dedaunan di ranting cemara
ahad panjang gemilang
14.05 04 Desember 2005