Insentif Pajak Pembasmi Pandemi


Bermula dari Wuhan pada akhir Desember 2019, Corona Virus Disease (COVID-19) menyebar ke seluruh penjuru mata angin dan belum usai sampai ditulisnya artikel ini pada awal Mei 2020. Lebih dari 3,7 juta orang di seluruh dunia terinfeksi dan tak kurang dari 258 ribu orang di antaranya meninggal dunia.

Tentu saja wabah global ini memukul pertumbuhan ekonomi dunia. IMF memprediksikan pertumbuhan ekonomi menjadi negatif. The Economist Intelligence Unit memperkirakan skenario terburuk sampai pada -2,2persen. Indonesia pun tidak luput dari bencana global ini, yang apabila dampaknya tidak ditangani dengan serius akan mengakibatkan kerusakan sangat parah di setiap lini kehidupan, terutama untuk masyarakat miskin dan rentan miskin yang kehilangan penghasilannya.

Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas di Istana Merdeka, Jakarta (Senin, 20/04/2020) sampai mengutarakan kemendesakan situasi dan tindakan yang harus dilakukan oleh kementerian terkait seperti Kementerian Sosial dan Kementerian Keuangan. Intinya, Presiden meminta agar bantuan sosial harus segera turun pada pekan ketiga April 2020 tersebut.

Keterlibatan Kementerian Keuangan dalam bantuan sosial itu tak lepas dari perannya sebagai bendahara negara yang mengalokasikasikan tambahan belanja dan pembiayaan APBN 2020 sebesar Rp 405,1 triliun untuk mencegah krisis ekonomi dan keuangan. Angka tersebut antara lain digunakan untuk intervensi penanggulangan melalui insentif tenaga medis dan belanja penanganan kesehatan sebesar Rp75 triliun, program jaring pengaman sosial masyarakat sebesar Rp110 triliun, sektor industri melalui insentif perpajakan dan stimulus Kredit usaha Rakyat (KUR) sebesar Rp70,1 triliun, dan pembiayaan program pemulihan ekonomi nasional Rp150 triliun.

Cahaya di ujung terowongan

Yang menarik dari senarai di atas adalah dinamika insentif pajak yang secara beruntun diterbitkan oleh Menteri Keuangan melalui Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 23/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Wabah Virus Corona dan PMK Nomor 28/PMK.03/2020 tentang Pemberian Fasilitas terhadap Barang dan Jasa yang Diperlukan dalam Rangka Penanganan Pandemi Corona Virus Disease 2019. Bahkan kebijakan terkini adalah PMK Nomor 44/PMK.03/2020 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak Terdampak Pandemi Corona Virus Disease 2019 yang memberikan perluasan insentif pajak dan mencabut PMK Nomor 23/PMK.03/2020 karena sudah tidak sesuai dengan perkembangan.

Ketiga PMK ini sejatinya merupakan bentuk respons cepat Kementerian Keuangan atas telah dikeluarkannya Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Diseases 2019 (COVID-19) dan/atau dalam Rangka Menghadapi Ancaman yang Membahayakan Perekonomian Nasional dan/atau Stabilitas Sistem Keuangan.

PMK 44/2020 menyebutkan ada lima fasilitas pajak yang disediakan pemerintah selama 6 bulan berupa Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) untuk pekerja berpenghasilan bruto tidak lebih dari Rp200 juta, PPh Final UMKM DTP, pembebasan PPh Pasal 22 Impor, pengurangan angsuran PPh Pasal 25 sebesar 30 persen, dan restitusi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dipercepat. PMK 44/2020 ini memperbanyak sektor usaha yang mendapatkan insentif. Contohnya insentif PPh Pasal 21 DTP yang pemberiannya diperluas kepada 1062 sektor usaha. Masyarakat mengakses situs web pajak.go.id untuk mendapatkan insentif itu secara daring.

Kelima insentif pajak ini bisa diibaratkan seperti cahaya di ujung terowongan. Kita ingin daya beli masyarakat dapat dipertahankan melalui tambahan penghasilan bagi para pekerja dan UMKM, laju impor ajeg buat industri karena adanya stimulus, stabilitas ekonomi dalam negeri dapat terjaga, ekspor dapat meningkat, dan manajemen kas lebih optimal.

Memperkuat garis depan

Dibandingkan PMK 44/2020 yang insentif pajaknya lebih menitikberatkan pada pemulihan sektor terdampak, maka insentif pajak dalam PMK 28/2020 lebih difokuskan untuk memperkuat garis depan di medan juang pembasmian COVID-19. Hakikinya agar barang dan jasa yang dibutuhkan dalam penanganan wabah mudah diperoleh dan tersedia dengan cepat. Kita sadari bahwa pemenuhannya berkejaran dengan waktu. Tidak boleh main-main dan lambat karena ini menyangkut nyawa 270 juta rakyat Indonesia. Barang-barang itu seperti obat-obatan, vaksin, peralatan laboratorium, peralatan pendeteksi, peralatan pelindung diri, peralatan untuk perawatan pasien. Sedangkan jasa seperti jasa konstruksi, konsultasi, teknik, manajemen, persewaan, dan jasa pendukung lainnya.

Insentif pajak dalam PMK 28/2020 ini juga lebih variatif, yaitu PPN Tidak Dipungut atas impor barang, PPN DTP atas jasa dari luar daerah pabean, PPN DTP atas penyerahan barang di dalam daerah pabean, dan pembebasan PPN atas impor barang yang digunakan untuk pemanfaatan jasa. Yang lainnya adalah insentif pajak berupa pembebasan pemungutan PPh Pasal 22 dan PPh Pasal 22 Impor serta pembebasan pemotongan PPh Pasal 21 dan PPh Pasal 23. Insentif ini diberikan selama 6 (enam) masa pajak mulai April sampai dengan September 2020. Tidak perlu lama karena kita semua juga ingin wabah ini segera berakhir agar kita bisa membangun dan menata kembali negeri ini.

***

Riza Almanfaluthi

Artikel ini telah dimuat di Majalah Media Keuangan VOLUME XV / NO. 154/JUNI 2020.

Advertisement

Tinggalkan Komentar:

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.