Ilustrasi via media.northjersey.com
Pagi ini saya mendapatkan email dari seseorang tanpa menyebutkan nama. Bertanya tentang masalah perpajakan yang dia hadapi.
Pertanyaan:
Assalamu’alaikum
Pak, maaf saya mau tanya mengenai sewa ruko. Harga sewa Rp 100 juta tapi pemilik ruko tidak mau dipotong pajak final 10% dari biaya sewanya. Maunya cash Rp 100 juta gitu. Solusinya bagaimana Pak kalau ada orang pajak menemui kasus ini? Mohon solusinya. Terima kasih.
Ikan [dot] bawal56 [at] yahoo [dot] co [dot] id
Jawab:
Wa’alaikumussalam wrwb Ikan Bawal. Buat orang pajak yang penting ada pajak yang harus masuk ke kas negara. Lalu sudah benarkah pelaporan atas transaksi tersebut di Surat Pemberitahuan Tahunan dan laporan keuangannya.
Saya berasumsi bahwa Ikan Bawal bekerja dalam di suatu perusahaan. Kebetulan perusahaan Anda mau menyewa ruko. Maka, sudah menjadi kewajiban perusahaan Ikan Bawal untuk memotong penghasilan pemilik ruko yang diterimanya dari persewaan ruko tersebut.
Seperti diketahui bahwa atas penghasilan yang diterima atau diperoleh orang pribadi atau badan dari persewaan tanah dan/atau bangunan berupa tanah, rumah, rumah susun, apartemen, kondominium, gedung perkantoran, rumah kantor, toko, rumah toko, gudang dan industri, wajib dibayar Pajak Penghasilan.
Besarnya Pajak Penghasilan yang wajib dipotong atau dibayar sendiri adalah sebesar 10% (sepuluh persen) dari jumlah bruto nilai persewaan tanah dan/ atau bangunan dan bersifat final.
Ikan Bawal, mau tidak mau sebelum bertransaksi Anda harus terang benderang kejelasan tentang siapa yang harus membayar pajak. Dalam ketentuan yang ada maka si penerima penghasilan itu yang wajib membayar pajak. Pada kenyataannya si penerima penghasilan ingin bahwa jumlah yang diterima harus net atau bersih dari pajak.
Dengan demikian perusahaan Anda sebelum transaksi terjadi harus benar-benar memperhitungkan keseluruhan biaya yang harus dikeluarkan. Anda boleh menggunakan metode seperti ini jika menemukan kasus seperti ini:
-
Metode Pertama.Jika si pemilik ruko bersedia menandatangani semua dokumen yang disodorkan perusahaan Anda karena yang penting bagi dia menerima duit Rp 100 juta maka Anda dapat menggunakan metode Gross Up.
Cara penghitungan:
Jurnal akuntansi yang harus dibuat oleh Anda adalah sebagai berikut:
Biaya Sewa |
111.111.111 |
||
Kas |
100.000.000 |
||
Hutang PPh 4 (2) |
11.111.111 |
Lalu pada saat Anda membayar PPh Pasal 4 ayat (2) ke Bank, Anda mencatatnya begini:
Hutang PPh 4 (2) |
11.111.111 |
||
Kas |
11.111.111 |
||
Dengan pencatatan demikian maka pemilik ruko diasumsikan memberi tarif sewa sebesar Rp111.111.111,00 yang kemudian dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp11.111.111,00 sehingga ia hanya menerima Rp100.000.000,00.
Kalau pemilik ruko tersebut paham pajak dia tidak akan menerima hal ini. Ia akan rela dipotong PPh Pasal 4 ayat (2). Biasanya yang seperti ini pemilik rukonya adalah orang pribadi yang tidak paham pajak.
2. Metode Dua
Jika pemilik ruko tidak mau menandatangani semua dokumen penjualan dengan nilai gross up sebesar Rp111.111.111,00 dan hanya mau meneken semua dokumen dengan nilai sebesar Rp100.000.000,00 sedangkan di lain pihak perusahaan Anda dituntut harus memotong, menyetor ke kas negara, dan melaporkannya ke kantor pajak maka yang Anda lakukan adalah dengan:
Pada saat menerima tagihan, jurnal yang Anda buat:
Biaya Sewa |
100.000.000 |
||
Hutang Biaya Sewa |
100.000.000 |
Jurnal pada saat pembayaran dan pemotongan pajak:
Hutang Biaya Sewa |
100.000.000 |
||
Biaya PPh 4 (2) |
11.111.111 |
||
Kas/Bank |
100.000.000 |
||
Hutang PPh 4 (2) |
11.111.111 |
||
Kemudian jurnal pada saat pembayaran pajak ke kas negara via bank:
Hutang PPh 4 (2) |
11.111.111 |
||
Kas |
11.111.111 |
Catatan: perhitungan di atas dengan mengabaikan PPN untuk sekadar memudahkan.
Nanti pada saat pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Tahunan Pajak Penghasilan Badan, Biaya PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp11.111.111,00 harus dilakukan penyesuaian fiskal positif karena berdasarkan Undang-Undang Pajak Penghasilan, Pajak Penghasilan merupakan biaya yang tidak boleh dikurangkan dari penghasilan bruto.
Sekadar saran untuk bisa dilaksanakan di kemudian hari. Cari pemilik ruko yang mau dipotong pajaknya.
Itu saja kali yah, semoga jawabannya memuaskan dan bermanfaat. Terima kasih.
Rujukan yang bisa dipakai:
-
Peraturan Pemerintah Nomor 5 Tahun 2002;
-
Peraturan Pemerintah Nomor 29 Tahun 1996.
***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
29 September 2014
Wah, sampe ada penjurnalannya segala, lengkap nih!
Terima kasih Pak Riza
🙂
LikeLike
Sama-sama Akhi…. 😀
LikeLike
Assalamualaikum pak riza. pak saya mau tanya, ada yang melakukan sewa menyewa, untuk pajak sudah dibayar pak cuma diformulir pembayaran pajaknya/SSP tercantum NPWP pihak kedua atau pihak penyewa. Seharusnyakan tercantum NPWP’nya atas nama pihak pertama/pemilik/yang menyewakan kan pak ? apabila sudah terlanjur seperti itu apa yang harus saya lakukan pak riza agar bisa dirubah npwpnya jadi npwp sipemilik ?
LikeLiked by 1 person
Wa’alaikumussalam. Yang motong adalah yg ngasih penghasilan berarti pihak penyewa. Yang dipotong yang menerima penghasilan berarti yang menyewakan. Kalau di bukti pemotongan maka nama yang tertulis adalah YANG MENYEWAKAN. dengan tanda tangan si pemotong yakni si penyewa. Sedangkan urusan ssp adalah urusan si penyewa juga karena dia yang menyetorkannya. Jadi BUKAN SI PEMILIK. Pihak penyewa sudah betul melakukan atau membuat ssp itu. Demikian.
LikeLike
assalamualaikum.
Pak seandainya ada selisih penghasilan sewa yang belum dipotong oleh pihak penyewa (pemotong), itu menjadi tanggung jawab siapa? apakah tetap tanggung jawab penyewa sebagai pemotong, atau menjadi tanggung jawab pemilik sebagai kosekwensi pembuktian penghasilan yang diterima merupakan penghasilan yang bersifat final?
kalau ada disertai dengan dasar hukumnya.
Terima kasih
LikeLike
wa’alaikumussalam. Tetap tanggung jawab Pemotong pajak dalam hal ini adalah penyewa. Demikian.
Pada 5 Agustus 2015 21.52, Blog Riza Almanfaluthi menulis:
>
LikeLike
Assalammu ‘alaikum wr. wb.
Maaf Pak, jika melihat ulasan contoh di atas, saya melihat ujung2nya kita sebagai Penyewa yang dirugikan. Mau dengan metode gross up atau bukan, tetap saja kita yang harus menyetorkan pajak si Pemilik Gedung. Padahal intinya adalah sebagai Penyewa kita tentu juga ingin menekan biaya namun tetap taat aturan. Di sisi ini justru saya melihat ketidak-adilan atas penegakan aturan perpajakan, terlepas dari apapun alasan kesulitan yg dihadapi Dirjen Pajak. Saya yakin, meskipun paham pajak, orang belum tentu rela dipotong pendapatannya untuk membayar pajak Pak, apalagi jumlahnya cukup besar. Lebih adil jika baik penyewa dan pemilik sewa mencari kesepakatan untuk saling menanggung pajaknya 50-50 jika memang harga yang ditawarkan adalah harga terbaik untuk lokasi yang disewakan walaupun penyewa akan mengeluarkan biaya tambahan untuk aturan yang tidak dia langgar. Hal seperti ini pernah saya tanyakan ke KPP dan jawabannya adalah “Kantor anda sajalah yang bayar”. Mudah sekali mengatakan sesuatu terkait uang. Justru saya mempertanyakan bagaimana Dirjen Pajak seharusnya menggunakan otoritas yang dimilikinya dengan tetap bersikap adil kepada Wajib Pajak dimana jika kondisi tersebut terjadi, seharusnya Pemilik Sewa juga mendapatkan teguran dan diminta bertanggung jawab, bukan malah mengalihkan beban kepada Penyewa yang ingin mengikuti aturan. Jika PPh dikenakan kepada yang menerima Penghasilan, kenapa orang yang tidak menerima penghasilan yang terkena imbasnya?? Mohon maaf jika penyampaian saya kurang sopan.
LikeLike
Semua adalah kesepakatan antara penyewa dan pemilik bangunan. DJP hanya melihat penyewa sebagai pemotong pajak. Just it.
http://rizaalmanfaluthi.com ~~~sharing is caring. On Nov 12, 2015 4:00 PM, “Blog Riza Almanfaluthi” wrote:
>
LikeLike
izin share. thx
LikeLike
Silakan….
http://rizaalmanfaluthi.com ~~~sharing is caring. On Nov 27, 2015 9:27 AM, “Blog Riza Almanfaluthi” wrote:
>
LikeLike
Assalamualaikum, Pak RIza.
Ulasannya sungguh bermanfaat sekali,
Kami ada contoh kasus, ketika hendak menyewa apartemen dengan biaya sewa 120jt / tahun dan si pemilik mau nilai tersebut dipotong pajak.
Apakah bisa invoice diterbitkan dengan model berikut,
Subtotal = 120jt
PPN = 12jt
Pph 4(2) = (12jt)
TOTAL = 120jt
Mohon pencerahannya,pak.
Wassalam.
LikeLike
Emang betul seperti itu. Demikian.
http://rizaalmanfaluthi.com ~~~sharing is caring. On Dec 14, 2015 2:00 PM, “Blog Riza Almanfaluthi” wrote:
>
LikeLike
apabila si pemilik mau menerima 120 jt nett dan meminta bukti potongnya apakah harus kita berikan? mengingat yang memotong adalah pihak penyewa dan si pemilik maunya terima nett.
mohon bimbingannya,pak.
terima kasih.
LikeLike
Pa azka, itu brrti pajaknya 20% gitu? Ga dipotong biaya2 renov dll?
LikeLike
Bukan 20% pak budi. Itu diinvoice, PPh pasal 4 ayat 2 nya jadi pengrang. Lihat ada notasi dalam dan tutup kurung.
LikeLike
Pagi pak….sy tari .mau tanya klo yg menyewakan rmh tdk mempunyai npwp apa bisa membayar pph ke kantor pajak?.selain pph apa lagi kewajiban pajak yg hrs di bayar bagi( yg menyewakan rumah). Klo penyewa apa ada kewajiban membayar pajak seandainya pph sdh dibayar oleh yg menyewakan rumah.maaf pak pertanyaanya panjang.mks
LikeLiked by 1 person
Jadi begini Tari.
1. Yang menyewakan rumah tentu yang menerima penghasilan. Sekarang pertanyannya adalah siapa yang berkewajiban motong PPh? Tentu yang sewa rumah. Yang sewa rumah wajib motong, wajib setor ke bank atas nama yg menyewa rumah (yg ngontrak), dan wajib lapor ke kantor pajak serta wajib kasih bukti pemotongan ke yg menyewakan rumah. Tak peduli yg menyewakan rumah punya npwp atau tidak. Jadi jawaban atas pertanyaan tadi, yg menyewakan rumah tak bisa bayar pph baik dia punya npwp ataupun tidak.
LikeLike
2. Ingat yg menyewakan rumah berarti pemilik rumah bukan. Tidak ada lagi kewajiban. Dia punya kewajiban lapor spt tahunan saja. Pph yg dipotong dilaporkan dalam spt nya. Sebagai pph final.
LikeLike
Terimakasih pak tuk penjelasanya
LikeLike
sama-sama.
2016-01-17 13:46 GMT+07:00 Blog Riza Almanfaluthi :
>
LikeLike
3. Jawabannya ada di nomor satu tuh. Lengkap.
LikeLike
Pagi pak Riza, ada yg melakukan sewa menyewa tempat usaha… dari awal kesepakatan keluar angka sewa misal 20 jt bersih… dan sudah di buat dalam MOU… tapi tiba2 setelah jalan beberapa bulan pihak penyewa meminta pembayaran PPN 10% kepada penyewa…. dan jelas itu diluar perjanjian yg tertuang dalam MOU yg sdh disepakati. dalam masalah ini apa yg harus dilakukan penyewa?
LikeLike
Pagi.
1. Tentu itu di luar kesepakatan. Tuntut aja dia. Hehehe
2. Btw. UU PPN derajatnya lebih tinggi daripada sekadar perjanjian antara dua entitas bisnis. Salah satu syarat perjanjian sesuai kuh perdata adalah tidak boleh melanggar UU. Nah dalam uu ppn ada ketentuan memungut ppn atas penjualan barang dan jasa serta persewaan. Nah pihak yang menyewakan tempat usaha kalau dia adalah pengusaha kena pajak maka wajib mungut PPN sebesar 10%. Sedangkan perusahaan Anda atau Anda sebagai orang pribadi yg punya npwp sebagai pihak penyewa wajib memotong pajak penghasilan dari pihak yang menyewakan sebesar 10% dengan membuat bukti pemotongan.
Jadi tetap anda setor 10% ppn kepadanya dan minta faktur pajaknya. Demikian.
http://rizaalmanfaluthi.com ~~~sharing is caring. On Jan 24, 2016 7:05 AM, “Blog Riza Almanfaluthi” wrote:
>
LikeLike
Hehe…tapi yg masih bingung didalam kotrak tsb ada 1pasal yg memuat :
1. Hal yg belum diatur dalam perjanjian akan diselesaikan secara musyawarah oleh kedua pihak, dan berpedoman pada ketentuan perjanjian.
2. Didalam semua serta yang bertalian dengan perjanjian dan segala akibatnya maka para pihak telah memilih domisili hukun setempat.
Nah… itu bagaimana pak. Trims
LikeLike
Berarti memang musyawarah jalan utamanya. Kemampuan lobi harus dikerahkan tuh. Hehehe jadi dengan kesepakatan masing2 pihak ini semua urusan dikembalikan. Itu saran saya.
http://rizaalmanfaluthi.com ~~~sharing is caring. On Jan 25, 2016 7:09 AM, “Blog Riza Almanfaluthi” wrote:
>
LikeLike
Hmm… ok. Trims pak reza….
LikeLike
Pak Riza…. saya berniat mencoba sewa foodcourt di tempat wisata… hal2 apa saja yg harus saya perhatikan supaya tertib dalam administrasi, Kontrak dan pajak? rencana saya baru akan membuat SKU…. bagaimana baiknya pak? Terima kasih
LikeLike
Halo Pak Riza,
Mohon maaf mau tanya, jika A sbg pemilik rumah tanpa npwp dan B sbg penyewa berupa badan usaha kemungkinan besar ada NPWP. Pihak B mau menyewa rumah dan bilang mau menanggung seluruh pajaknya. Pertanyaan saya :
1. Apakah pihak A bisa dicari oleh kantor pajak untuk bayar pajak sewa sementara dia tidak punya NPWP ?
2. Apakah bisa sewa menyewa dilakukan tanpa pajak meskipun pihak B adalah badan usaha ?
Terima kasih Pak.
LikeLike
1. kEWAJIBAN pemotongan ada di Perusahaan B. Tidak peduli A punya NPWP atau tidak.Jadi tidak masalah kalau A tidak punya NPWP, B harus memotong Pajak sewanya;
2. Terserah. Yang kena tetap adalah perusahaan B. B yang ditagih dan dikejar oleh kantor pajak. demikian.
Pada tanggal 16/02/16, Blog Riza Almanfaluthi
LikeLike
Terima kasih Pak
LikeLike
sama-sama.
Pada tanggal 16/02/16, Blog Riza Almanfaluthi
LikeLike
Selamat pagi pak, saya mau tanya saya menyewa kantor disalah satu kota jakarta dengan harga sewa 12.830.400 dan saya diharuskan bayar 14.256.000 karena pihak gedung memintai PPn 10% karena saya kurang paham dengan hal itu jadi yang saya bayarkan 14.256.000. Nah yang saya mau tanyakan sebenarnya yang saya bayarkan itu hanya 12jt saja atau benar yang 14jt? Lalu bagaimana dengan pembayaran dan pelaporan PPh pasal 4 ayat 2? Maaf pak saya masih belum paham tentang pajak, mohon pencerahannya yaa pak. Terimakasih.
LikeLike
Evaa apa kabar?
Jadi begini Eva, Anda penyewa. Bertindak sebagai orang pribadi atau perusahaan? saya anggap Anda sebagai orang pribadi yah bukan pegawai perusahaan. Jadi ketika Anda menyewa kantor, maka betul Anda sebagai pembeli harus bayar PPN 10%. Jadi total yang dibayarkan adalah 12.830.000 +1.283.000 = 14.113.000. saya enggak tahu kenapa bisa jadi 14.256.000. Kemudian dalam transaksi wajar maka si penyewa kantor akan memotong PPh pasal 4 ayat (2) sebesar 10% dari yang menyewakan kantor itu. Namun karena Anda adalah orang pribadi maka tak punya kewajiban memotong, jadi si pemilik kantor itu yang bayar pphnya sendiri dan akan setor sendiri ke bank serta melaporkannya ke kantor pajak. demikian.
LikeLike
salam kenal pak… ada yang mau saya tanyakan. orang tua termasuk PKP & ayah saya punya RuKO yang di sewakan ke BANk 3 tahun sebesar 360 jt . apakah ayah saya perlu setor PPN tsb, karena bank sudah membayar PPN jg sebelumnya ? terima kasih mohon pencerahan nya.
LikeLike
Jadi kalau orang tua adalah PKP maka wajib mengeluarkan faktur pajak. DPP PPN adalah sebesar 360 juta. PPN nya sebesar Rp36 juta. Bank sebagai pemotong PPH final atas sewa memotong penghasilan orang tua Anda sebesar 36 juta juga. Ini adalah PPh pasal 4 ayat (2) bukan PPN. PPh ini yang disetor ke kas negara oleh bank itu sendiri. Uang yang dibayarkan pihak bank ke orang tua Anda adalah sebesar uang sewa sebesar 360 juta dikurangi 36 juta dan PPN sebesar 36 juta. Jadi orang tua anda tetap wajib setor PPN ke kas negara, segera setor, kalau telat setor dan telat lapor akan dikenakan denda dan sanski yang besar. Demikian.
LikeLike
Selamat siang, Pak. Mohon penjelasannya atas tulisan Bapak yg ini, sy masih bingung:
—
Kalau pemilik ruko tersebut paham pajak dia tidak akan menerima hal ini. Ia akan rela dipotong PPh Pasal 4 ayat (2). Biasanya yang seperti ini pemilik rukonya adalah orang pribadi yang tidak paham pajak.
___
Apa konsekuensi yg diterima pemilik ruko jika menggunakan metode itu, Pak?
Mohon koreksi pemahaman sy setelah baca artikel ini, Pak. Jd contoh:
Sewa ruko: 40jt.
Penyewa (orang pribadi pemilik npwp) bayar ke pemilik ruko: 40jt + 4jt – 4jt = 40jt.
Pemilik (pkp, umkm pembayar pp 46) setor ke djp: ppn 4jt + pph 4jt = 8jt. Sehingga penerimaan bersih pemilik: 32jt.
Pemilik wajib berikan faktur ppn ke penyewa.
Lapor ppn di spt masa bulanan.
Bagaimana n di mana mencantumkan pph sewa ini di laporan spt pph taunan buat pembayar pp 46? Terimakasih, mohon dikoreksi, Pak Riza…
LikeLiked by 1 person
Ada di bagian spt tahunan penghasilan yang dipotong final.
LikeLike
Ada di bagian spt tahunan penghasilan yang dipotong final.
—-
di 1770-III bagian A Penghasilan yg dikenakan pajak final
jenis penghasilan no. 9: sewa atas tanah dan atau bangunan ya pak..
dan ini kutipan dari artikel di atas, saya masih bingung Pak, mohon penjelasannya:
——–
Dengan pencatatan demikian maka pemilik ruko diasumsikan memberi tarif sewa sebesar Rp111.111.111,00 yang kemudian dipotong PPh Pasal 4 ayat (2) sebesar Rp11.111.111,00 sehingga ia hanya menerima Rp100.000.000,00.
Kalau pemilik ruko tersebut paham pajak dia tidak akan menerima hal ini. Ia akan rela dipotong PPh Pasal 4 ayat (2). Biasanya yang seperti ini pemilik rukonya adalah orang pribadi yang tidak paham pajak.
——–
Apa konsekuensi yg diterima pemilik ruko jika menggunakan metode itu, Pak? Terima kasih sekali lagi..
LikeLike
Kalau bukan sistem Gross up bisa juga ya?
karena di formulir pph pasal 4 ayat 2 no: 5
menyebutkan “persewaan tanah dan bangunan pemotong pajak
a.penyewa sebagai pemotong pajak
b.orang pribadi/badan yang menyetor sendiri pph
jadi tidak perlu di gross up karena akan merugikan .
mohon tanggapannya.
LikeLike
Yang rugi tetap penyewa (yang bayar duit sewa) karena butuh kesadaran dari pemilik orang pribadi atau badan yang menyetor sendiri itu.
Kasus orang pribadi/badan yang menyetor sendiri pph adalah jika ada dua kondisi:
a. jika pemilik adalah orang pribadi yang menyewakan kepada orang pribadi, maka pemilik orang pribadi itu harus setor sendiri PPh nya. Sekali lagi jika orang pribadi ini sadar tentang kewajiban pajaknya.
b. jika pemilik adalah badan yang menyewakan kepada orang pribadi, maka badan itu juga harus setor sendiri. Itu kalau badannya juga sadar. Demikian.
LikeLike
maaf pak mau tanya…
kantor kami mau menyewa sebuah ruko
terus dari kontraknya yg membayar PPh adalah pihak kami..
tapi masalahnya ruko tersebut sertifikatnya a.n anak dari pemilik ruko dan tidak memiliki NPWP..
dan maunya si pemilik ruko PPH nya disetorkan A.n pemilik ruko yg adalah PKP..
apakah bisa PPH nya dusetorkan A.n pemilik ruko??
mohon penjelasannya
terima kasih
LikeLiked by 1 person
Itu pada dasarnya memang pemilik ruko gak mau bayar pph. Dia maunya bersih. Jadinya kantor anda yg bayar pphnya. Tidak masalah yg di sertifikat. Yang penting siapa penerima penghasilannya. Btw, ketika nulis di SSP maka disetor atas nama kantor dong. Kan kantor yang motong. Pemilik ruko hanya dapat bukti potong yang di dalam bukti potong itu nama yg dipotong adalah pemilik ruko yg pKP itu. Jadi pph disetor atas nama kantor yg wajib memotong pph final. Demikian.
LikeLike
terima kasih banyak pak atas penjelasannya…
sungguh sangat membantu🖒
LikeLiked by 1 person
Sama-sama.
LikeLike
Pak, saya mau tanya, misalkan pihak yg menyewakan adalah perusahaan, terus menyewakan ruko kepada pihak yang tidak mempunyai npwp…bagaimana perhitungannya
LikeLike
Tetep 10%. Yg motong adalah perusahaan. Kasih bukti pemotongan ke pihak yg tak punya npwp itu.
LikeLike
pihak yang menyewakan tidak punya NPWP menerima bukti potong, terus kewajiban selanjutkan gimana pak? maksud saya diapakan bukti potong tersebut oleh pemilik gedung? apakah ini nanti menimbulkan resiko bagi si pemilik gedung?
LikeLike
Pak Riza…..
Saya (Perusahaan memiliki NPWP) baru akan sewa kantor senilai 100.000.000 dan Si pemilik gedung tidak mau keluarin uang segala bentuk Pajak apapun, Dampak bagi saya apa jika tidak ada pajak PPN/PPH?
Dan kalau pun dari Saya (Penyewa) kantor tersebut yang membayar Pajak apa saya mengeluarkan untuk PPN dan PPH nya?
Berarti kami mengeluarkan biaya tambah sebesar 10 % PPN dan 10% PPH, jadi 20 JT?
Terima kasih.
LikeLike
Betul. Untuk lebih tepatnya coba gunakan metode pertama dalam artikel itu. terima kasih.
Jabat erat.
*Riza Almanfaluthi*
rizaalmanfaluthi.com
Pada 2 Februari 2017 13.32, Blog Riza Almanfaluthi menulis:
>
LikeLike
pak, mau tanya klo sewa 3 tahun atau 5 tahun.. psl 4 ayat 2 tetap sekaligus atau dibayarkan per tahun? terima kasih sebelumnya?
LikeLike
Dibayarkan sekaligus.
Jabat erat.
*Riza Almanfaluthi*
rizaalmanfaluthi.com
Pada 21 Februari 2017 10.39, Blog Riza Almanfaluthi menulis:
>
LikeLike
mau bertanya Pak, jika orang tua memiliki rumah yang disewakan selama beberapa tahun ini ke perorangan juga. Misal 70 juta perthn, tetapi cut off sewanya agustus 2015-agustus2016, begitu seterusnya. Selama ini tidak pernah membayar pajak sewa ini. tapi kemarin sudah ikut TA dan mau jalankan pajak yg benar kedepannya.
Jika utk spt 2017 ini baru mau melakukan kewajibannya, apa beliau sebagai pemilik dikenakan sangsi krn selama ini tidak tau harus membayar sendiri? Mekanismenya apa dengan bayar final dg form SSP utk sewa dan berapa yg harus dibayar? selama ini tidak ada perjanjian sewa hanya lisan saja. mohon pencerahannya Pak. Terima kasih sebelumnya.
LikeLiked by 1 person
Kewajiban tahun 2016 sudah dibayar belum? Kalau belum, maka bayarlah tapi nanti kena sanksi untuk yg 2016nya itu. Sedangkan Yg 2017 bayarlah segera, pada saat penerimaan uang. Sebesar 10%. Agar tidak kena denda lagi.
LikeLike
Jadi yg membayar dan melapor yg pemilik rumah ya Pak? Bkn penyewa. Pengenaan dendanya brp % / rp. ya Pak? Terima kasih utk pencerahan dan tanggapannya.
LikeLiked by 1 person
Kalau penyewa gak ada npwp, maka yg bayar swndiri dan melapor adlah pemilim rumah. Dendanya 2% perbulan. Demikian.
LikeLike
saya mau tanya…kantor saya sewa gedung harga 50jt dan dalam kontraknya nilai tersebut sudah termasuk pajak..kira kira bagaimana perhitungannya
LikeLike
maksud saya perhitungan pajaknya
LikeLiked by 1 person
Termasuk pajak itu PPN atau pajak apanya?
Jabat erat.
*Riza Almanfaluthi*
rizaalmanfaluthi.com
Pada 5 April 2017 09.54, Blog Riza Almanfaluthi menulis:
>
LikeLike
assalamualaikum,
selamat sore pak/ibu: saya mau tanya: Misalnya si A (PKP) menyewakan sebuah tempat bagi si B dgn harga Rp.6.600.000/bulan including PPN dan penyewa minta pph 4(2) 2%, jadi yg dibayarkan penyewa bersih adalah Rp 6.480.000, bagaimanakah jurnal yg dibuat oleh si A? terima kasih atas jawabannya
LikeLike
Pendapatan Sewa 6.000.000
PPN Masukan 600.000
Pada
PPh Final 4(2) 120.000
Kas 6.480.000
LikeLike
Assalamualaikum,
selamat pagi pak: saya mau tanya lagi: Misalnya si A (PKP) menyewakan sebuah tempat bagi si B dgn harga Rp.6.000.000/bulan, jumlah PPN dan PPh sama2 10% jadi yg dibayarkan penyewa bersih adalah Rp 6.000.000, bagaimanakah jurnal yg dibuat oleh si A? terima kasih atas jawabannya
LikeLike
Pak kalau misalnya kita tidak tau npwp pemilik aset sedangkan kita ingin menyetor potongannya, isi bagian npwp nya gimana ya pak?
LikeLiked by 1 person
Kalau di ssp yg kita isi adalah ssp milik kita sendiri. Bukan pemilik aset.
LikeLike
Untuk yang metode ke 2, Biaya PPh 4 (2) bukannya sebesar 10.000.000 ya? karena pemilik bangunan tidak mau mnandatangani dokumen (invoice/kwitansi/kontrak) senilai gross up, jadi biaya pph 4 (2) 10% dari Beban Sewa 100.000.000 = 10.000.000.
LikeLiked by 1 person
terimakasih pak,,
LikeLiked by 1 person
Sama-sama.
LikeLike
Pak tolong tanya, saya ada ruko yang mau disewakan harga 70jt dan sudah sepakat dengan penyewa PPH penyewa yang akan bayar. Namun ketika saya minta ditulis dalam kesepakatan bahwa copy pembayaran PPH harus diberikan sebelum batas lapor SPT mereka keberatan. Saya khawatir jika mereka tidak bayar bagaimana walaupun di kesepakatan notaris ditulis jelas. Apa saya bisa ditagih oleh orang pajak??
Penyewa dan saya adalah orang pribadi bukan badan.
Terima kasih sebelumnya.
LikeLike
Yang menyewa ruko orang pribadi juga atau badan?
Pak surya punya npwp enggak?
Yang menyewa punya npwp enggak?
Pertanyaan itu penting buat merekonstruksi.
LikeLike
Pak, saya senang menemui artikel ini, saya awam masalah pajak, mau tanya jika pemilik gudang adalah OP yg tidak memiliki NPWP menerima bukti potong PPH 4(2) atas sewa gudang ke PT badan usaha yang berNPWP, trs itu bukti potong harus diapakan pak? krn pemilik gudang blm berNPWP. apakah berbahaya buat pemilik gudang tsn menerima bukti potong PPH 4(2) tsb Pak Rizal. terima kasih.
LikeLike
Selamat siang pak,
apabila pemilik pribadi yang tidak memiliki npwp dan penyewa adalah pkp.
dan mengalami sama dengan metode kedua.
untuk report pph 4 ayat 2 nya dengan nama penyewa yang setor di uraian no 5a.
yang ingin saya tanyakan mengenai bukti potongnya bagaimana ya pak ?
mohon dibantu pak
LikeLike
Bukti potong tetap yang buat adalah PKP itu. Nama yang ada dalam bukti potong adalah nama pemilik pribadi itu. NPWP dikosongin kalau memang tidak punya NPWP. Lalu buktipotong itu diteken oleh PKP itu. Demikian.
LikeLike
Selamat sore pak mau bertanya , untuk metode ke dua itu namanya apa ya pak?
LikeLike
Selamat sore pak mau bertanya , untuk metode ke dua itu namanya apa ya pak? Jika si pemilik bangunan bersedia untuk dipotong pajak. Bagaimana cara perhitungan pajak yang dapat dihemat oleh si penyewa bangunan tersebut ya pak?
Mohon bantuannya..
LikeLiked by 1 person
Metode Gross Up, Bu.
LikeLike
Salam Pak Riza,
Untuk yang metode ke 2, apakah PPh nya betul 11.111.111 ? Karena apabila penyewa yang menanggung PPh nya, dasar pengenaan pajaknya adalah 100.000.000 sehingga biaya PPh nya adalah 10.000.000 ?
Terima kasih
Dimar
LikeLike
Terima kasih atas komentarnya. Yang jadi soal adalah nilai Rp100 juta itu bukan nilai DPP tetapi nilai yang diterima pihak yang menyewakan. Pokoknya dia bersikukuh dia terima duit Rp100 juta dan dokumen yang ditandatangani adalah Rp100 juta. Urusan lainnya adalah pihak penyewa yang memikirkan. Kalau dari sisi pihak menyewa urusan 10 juta itu yang paling murah, tetapi lihat dari sisi petugas pajak. Ini mitigasi risiko mengindari sanksi pajak karena kurang bayar. Jadi DPP tetap 111.111.111. IMHO
LikeLike
Bagaimana metode 2 nya dalam pengisian di SPT Masa PPh Pasal 4(2) nya Pak ? Apakah Masuk dalam form SPT Masa poin bagian 5b. : Orang pribadi yang menyetor sewa sendiri ?
LikeLike