Klarifikasi Kecil Soal Pajak untuk Ustaz Adi Hidayat


(Video di menit 04.49 s.d. 05.54)

Kalau saya hitung, saya sudah mendapatkan potongan video ini sebanyak empat kali. Itu pun sudah lama sekali, berbulan-bulan lalu. Namun, pada hari ini dua orang menjapri saya melalui aplikasi Whatsapp supaya ada atensi terhadap video ceramah Ustaz Adi Hidayat ini. Secara institusi, sudah ada tim yang akan menggarap video edukasi sebagai bahan klarifikasi.

Jadi dalam potongan video tersebut—yang saya tidak tahu kapan dan di mana ceramah itu disampaikan—Ustaz Adi Hidayat memberikan nasihat seperti ini:

***

Kita masuk ke restoran, kita yang makan, kok kita bayar pajak. Dan saya tanyakan pada orang pajak, ternyata enggak ada pajak makanan, katanya. Itu yang bikin pajaknya orang restorannya. Restoran kan bukan petugas pajak.

Jadi yang dibebankan pajak itu kepada pemilik restorannya, bukan orang yang makan di situ, tapi orang restoran membebankan pajak PPN-nya kepada orang makan. Itu salah. Dari direktorat pajaknya tidak ada pajak makanan, tapi orang restoran bikin pajak dibebankan kepada pembeli atau pemakan. Itu keliru, maka hati hati untuk yang punya warung makan.

Awas, jangan bebankan pajak antum kepada orang yang makan di tempat antum. Ketika antum bebankan, antum sudah berencana masuk ke dalam neraka. Awas hati-hati.

Yang punya Alfamart Indomaret, awas. Begitu beli PPN 10%. Siapa yang kasih PPN? Di negara tidak ada aturan itu. Kalau antum cantumkan sendiri, antum yang bikin-bikin, awas hati hati, itu yang disebut dengan Shohibul Maks.

***

Tanpa mengurangi rasa hormat saya kepada beliau sebagai pendakwah yang telah memberikan banyak pencerahan kepada umat, ada beberapa hal yang perlu diluruskan terkait pernyataannya.

 

Pajak Barang dan Jasa Tertentu

Kalau kita masuk ke restoran dan menikmati barang dan jasa yang diberikan restoran, ada pajak yang dipungut oleh pemilik restoran dan yang harus dibayar oleh pembeli.

Ada ketentuan yang mengaturnya, yaitu Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintahan Daerah (HKPD).

Pajak yang dipungut adalah Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Dulu namanya pajak restoran. Sejak UU HKPD diundangkan pada 5 Januari 2022, namanya berubah menjadi PBJT itu.

PBJT adalah pajak yang dibayarkan oleh konsumen akhir atas konsumsi barang dan/atau jasa tertentu. Objek PBJT ini adalah makanan dan minuman. Pajak ini dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota dengan tarif paling tinggi 10%.

Yang sering keliru adalah pemilik restoran mencantumkan pajak di dalam setruk dengan sebutan PPN (Pajak Pertambahan Nilai). Objek pajak berupa makanan dan minuman yang dijual restoran bukan objek PPN. Sebaiknya pemilik restoran menulisnya cukup “Pajak” atau “Tax”. Bahkan saya pernah menemukan tarifnya lebih tinggi daripada yang diterapkan, yaitu sebesar 11%, menyamakannya dengan PPN.

Dari ketentuan tersebut, sudah jelas, yang dibebankan atas PBJT adalah pembeli. Pemilik restoran wajib menyetorkan pajak yang dipungut itu kepada kas daerah. Nah, ini titik krusialnya. Jangan sampai pajak yang sudah dipungut dari pembeli, malah tidak disetorkan kepada kas daerah. Atau jumlah yang disetorkan lebih sedikit daripada jumlah pajak yang telah dipungut dari konsumen. Bahaya. Hati-hati.

Terkait pajak kepada pemilik restorannya ini soal lain. Ada yang namanya pajak penghasilan (PPh). Pemilik restoran bila sudah memiliki penghasilan di atas batas yang telah ditentukan dan sudah memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak wajib membayar PPh dan melaporkannya kepada negara dengan menggunakan Surat Pemberitahuan (SPT). PPh inilah yang dikelola oleh pemerintah pusat.

 

Minimarket
Ustaz Adi Hidayat juga menyoalkan pajak yang dipungut oleh minimarket atau swalayan semacam Alfamart dan Indomaret. Ya benar, pajak yang dipungut oleh kedua toko itu adalah PPN. Namun, ini pun ada dasar hukumnya, yaitu Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1983 tentang Pajak Pertambahan Nilai Barang dan Jasa dan Pajak Penjualan atas Barang Mewah sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan. Tarif PPN ini sebesar 11%. Pemerintah pusat yang mengumpulkan dan mengelola PPN.

Apabila swalayan itu menjual makanan dan minuman, pembeli akan dikenakan PPN sebesar 11% dan bukan PBJT bertarif 10%. Mengapa demikian? Ini karena UU HKPD telah mengecualikannya sebagai objek PBJT, sehingga menjadi objek PPN.

Ketentuannya ada di Pasal 51 ayat (2) huruf b UU HKPD: “Yang dikecualikan dari Objek PBJT sebagaimana dimaksud pada ayat (1) adalah penyerahan Makanan dan/atau Minuman: dilakukan oleh toko swalayan dan sejenisnya yang tidak semata-mata menjual Makanan dan/atau Minuman.

Alfamart dan Indomaret adalah toko swalayan yang tidak sekadar menjual makanan dan minuman. Mereka menjual apa saja yang bisa dibeli oleh manusia. Mereka pun sudah dikukuhkan sebagai pengusaha kena pajak (PKP), sehingga wajib memungut PPN dari konsumen dan menyetorkannya ke kas negara.

Dengan demikian, sudah jelas ada aturan yang mengatur soal pajak yang dipungut oleh kedua swalayan dan toko sejenisnya. Yang tidak boleh itu adalah toko swalayan yang belum dikukuhkan sebagai PKP, malah memungut PPN dari masyarakat, apalagi tidak menyetorkannya ke kas negara. Inilah sebenar-benarnya shohibul maks.

Wallahualam. Semoga menjelaskan dan dapat bermanfaat.

***
Riza Almanfaluthi
2 Juli 2023
Catatan:
Karena keterbatasan, potongan video tersebut belum bisa diunggah di blog ini. Namun, saya mendapatkan video versi lengkap ceramah Ustaz Adi Hidayat dari Youtube. Potongan video yang tersebar melalui Whatsapp ada di menit 04.49 s.d. 05.54.

googleaea7a4823f4c0837

5 thoughts on “Klarifikasi Kecil Soal Pajak untuk Ustaz Adi Hidayat

  1. Mestinya si ustad kalau bukan bidangnya dalam menyampaikan perihal perpajakan tidak perlu terlalu jauh menyampaikan, bilang saja gk tahu, cukup menjelaskan sesuai dalil dan kewajiban untuk patuh terhadap negara dalam hal ini pemungutan pajak, sehingga tdk terkesan jahil tanpa mengetahui kewajiban perpajakan di indonesia

    Like

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.