Cerita Lari Borobudur Marathon 2019: Memelihara Firaun


Saya penamat Borobudur Marathon 2019. Tahun depan bagaimana?

 

Azan Magrib berkumandang persis ketika saya sampai di Pintu I Kompleks Candi Borobudur pada Sabtu, 16 November 2019. Sebelumnya saya naik bus Damri pukul 16.00 dari Bandar udara Internasional Adisutjipto, Yogyakarta.

Dari Pintu I itu saya memesan ojek online untuk sampai di tempat bermalam Mbak Ishe Yudiwati. Ia sudah mengambil race pack saya siang tadi. Telepon saya tak diangkat ketika saya sudah sampai di sekitar tempat penginapannya. Saya hanya berbekal peta yang ia bagi via Whatsapp.

Saya menelepon Kapten DJP Runners Asdaferry Artha Bitana dan diangkat. Ia satu homestay dengan Mbak Ishe. Kami bertemu, langsung mengambil race pack, dan saya pulang. Kami tidak bisa berbincang lama-lama karena malam ini harus carboloading dan tidur yang cukup. Besok Minggu, kami akan berlari di Borobudur Marathon dalam kategori Full Marathon (FM).

 

Training Plan

Ini adalah Borobudur Marathon kedua yang saya ikuti. Tahun lalu saya memiliki kesan yang mendalam di lomba maraton ini. Keramaian, rute, dan keasrian daerahnya. Jadi saya ingin kembali. Beruntung, saya lolos undian dan bisa mengikuti event ini.

Borobudur Marathon ini juga berarti FM keempat saya setelah Mandiri Jogja Marathon 2018, Borobudur Marathon 2018, dan Pocari Sweat Bandung Marathon 2019. Di tengah kesibukan yang tiada habis, jadi saya memang perlu selektif memilih event. Cukup FM dan half marathon (HM) yang dekat-dekat saja dan tidak berdekatan waktunya.

Untuk mengikuti FM di Borobudur Marathon ini saya sudah menyiapkan latihannya sejak tiga bulan sebelumnya. Bahkan lima bulan sebelumnya kalau memang persiapan Bandung Marathon juga dihitung.

Setelah bulan Ramadan 2019 yang lalu saya fokus latihan selama dua bulan untuk Bandung Marathon dan lanjut tiga bulan untuk Borobudur Marathon. Di Bandung Marathon, saya mendapatkan hasil yang tidak disangka-sangka. Bisa lari terus sepanjang lomba dan mendapatkan catatan waktu terbaik saya di 5:15:22 jam. Setelah itu jadi optimis kalau bisa berlari dan finis di bawah 5 jam.  “Tinggal sedikit lagi di-push,” kata coach Arif Yunianto.

Saya menyiapkan diri untuk Borobodur Marathon dengan target di bawah lima jam dalam tiga bulan ini. Dengan Training Plan dari coach Arif Yunianto, saya berusaha disiplin mengerjakan menu lari jauh, tanjakan, santai, dan tempo. Latihan tempo ini sesuatu yang tidak mudah buat saya, barangkali sesulit perasaan Rama menerima Sinta selepas dari tangan Dasamuka.

Saya masih bisa mengikuti ritme latihan dengan baik dalam dua bulan pertama. Setiap pekan jarak lari semakin bertambah. Kemudian latihan mulai masuk peak season dan saya lari jauh mentok hanya bisa sepanjang 30 km saja.

Satu bulan kemudian latihan mulai kacau, padahal tinggal satu bulan lagi menjelang race. Kesibukan yang bertambah, penugasan, cedera otot paha bagian belakang yang tak kunjung sembuh, kurang tidur, nutrisi yang tidak terjaga, sampai pada akhirnya mileage pun tidak sesuai dengan target.

Apalagi hari Jumat itu saya baru saja kembali dari Jayapura, Papua. Lengkap sudah kelelahan itu. Akhirnya saya menurunkan target Borobudur Marathon 2019 ini sekadar bisa finis belaka.

Satu hal yang ingin saya katakan tentang latihan selama tiga bulan itu, “Sungguh, sepertinya saya sudah mengeluarkan dan mengorbankan banyak hal untuk Training Plan ini.”

Semoga tidak ada kembang yang telah mekar di awal musim penghujan bulan November tiba-tiba meranggas mendengar itu.

 

Tiba Masanya

Dengan melewatkan keramaian pengambilan race pack Sabtu siang tadi, saya berusaha memulihkan tenaga dan menyiapkan diri untuk esok hari dengan sebaik-baiknya. Semua perlengkapan lari buat besok sudah saya siapkan malamnya. Saya telah memasang alarm pada pukul 03.00 dan 03.30. Azan Subuh waktu Borobudur pada pukul 03.47. Masih banyak kesempatan buat menyiapkan diri.

Alarm telepon genggam pertama berbunyi. Saya masih melewatkannya. Pada pukul 03.30 saya benar-benar bangun. Lalu ke kamar mandi dan kemudian salat Subuh. Saudara yang akan mengantar saya sudah datang. Jarak rumah ke tempat lokasi lomba lima kilometer saja.

Tidak seperti pada tahun lalu yang bisa sampai di pintu dua, sekarang motor hanya bisa sampai di pintu barat kompleks candi, dekat tempat parkir mobil yang luas itu. Dari sana saya jalan kaki menuju tempat mobil golf disediakan buat para peserta lari. Ya, para pelari akan diantar dengan mobil golf menuju garis start yang jaraknya masih jauh dari titik itu.

Dari sana saya langsung ke garis Start. Saya membawa gelang kertas pace band 4:00. Gelang ini ada di dalam race pack itu. Dengan memakai gelang kertas itu saya bisa masuk di area start dan berkumpul dengan orang-orang yang akan menamatkan FM dalam jangka waktu di bawah empat jam. Wow, saya aminkan saja. Kenyataannya lihat saja nanti.

Saya bertanya kepada panitia dan diarahkan ke bagian belakang. Jaraknya jauh dari garis start dan kosong melompong. Di sana, sama panitia lainnya diberitahu kalau tempat ini buat peserta HM. “Mas, yang FM di depan,” kata panitianya. Akhirnya saya maju lagi ke depan. Untung saya bertanya. Kalau tidak, saya bisa ketinggalan start.

Di depan gerbang start sudah banyak sekali orang berkumpul. Tinggal 20 menit lagi. Saya menyelip ke sana ke mari sampai dekat garis start. Tentu di luar rombongan yang memiliki gelang 3:30.

Tepat pukul 05.00 kami mulai berlari. Entah, yang ada di pikiran saya hanya segera menyelesaikan semuanya ini. Tentu, kalau saya finis di bawah 5 jam saya harus berlari dengan pace di bawah 7:00 menit/km. Harusnya saya mampu mempertahankan pace ini sampai KM-25. Namun saya hanya bisa jaga sampai KM-14, setelahnya ambyar dan saya mulai bermain di pace 7-an.

Suasana satu menit lebih menjelang waktu dimulainya Full Marathon.
Sub 4:00:00? Iya, iya…
Ramai nian…

Saya lupa di kilometer berapa DJP Runners Mas Murdono menyusul saya. Di KM-15 saya bertemu sesama DJP Runners Mas Deny Hastomo. Berlari bersamanya membuat saya mengumpulkan mental yang sudah mulai berserakan. Namun, pace 7:00 menit/km hanya bertahan sampai KM-20 saja. “Kapan saya boleh jalan nih?” tanya saya kepada Mas Deny. “Nanti selepas KM-35,” katanya. Duh, masih jauh.

Saya tidak melewatkan setiap water station (WS). Yang saya ambil adalah secangkir air putih. Saya menampik isotonik. Pernah satu kali saja saya mengambil segelas isotonik, entah di WS KM berapa. Setelah itu tetap konsisten minum air putih.

Saya tidak sarapan setelah bangun pagi tadi. Saya cuma membawa bekal satu wafer yang sudah saya makan ketika berada di KM-5. Rencananya saya akan meminum dua butir pil garam di KM-15 dan KM-30. Empat Gu Gel yang saya bawa saya makan di setiap kelipatan 7,5 kilometer.

Berbeda dengan Borobudur Marathon tahun lalu yang saya ingat setiap detail KM-nya untuk saya ceritakan di blog saya, kali ini saya tidak berusaha mengingat-ingatnya. Entah di KM berapa saya muntah untuk pertama kalinya. Ini sehabis dari WS. Alhamdulillah, sebentar saja saya berhenti, mual itu sudah hilang.

Di KM berapa saya melihat perempuan pelari juga muntah. Eh, tak lama saya melewati dia, saya pun kembali muntah untuk kedua kalinya. Saya minta Mas Deny untuk meninggalkan saya. Setelah reda rasa mualnya saya kembali berlari. Sejak itu saya tidak melihat Mas Deny lagi.

Kami masih tetap semangat entah di kilometer berapa. (Sumber foto: Ferry Bambang Irawan. Terima kasih banyak, Mas Ferry)
Masyarakat sekitar menyambut kami.
Di mana pun kami tetap manortor. Tor-tor di bawah rerimbunan dan keteduhan pohon bambu.
Kami ikhlas di belakang dalang dan bonekanya.

Disusul Pacer

Saya mulai jalan kaki. Tetapi saya masih memiliki semangat untuk tidak selamanya jalan kaki. Saya kembali dengan strategi tahun lalu. Daripada memikirkan garis finis yang tak kunjung terlihat, saya membuat garis finis imajiner saja. Gapura, cone pembatas jalan, umbul-umbul, penanda KM, belokan, atau WS saya jadikan patokan untuk berlari.

Yang paling menarik dari Borobudur Marathon ini adalah atraksi yang ditampilkan di sepanjang jalan oleh masyarakat. Namun, untuk tahun ini saya merasa atraksi itu lebih sedikit, hambar, dan biasa-biasa saja. Barangkali karena ini bukan kesan pertama atau karena saya terlalu fokus dengan lomba ini? Fokus untuk segera cepat berlalu?

Ketika saya dilewati oleh Pacer 5:00 saya sudah pasrah. Awalnya mau mengimbangi, tetapi langkah kaki sudah terlanjur berat dan mental sudah menguap dari kepala apalagi jam 9-an ini, matahari seperti hanya berjarak sejengkal di atas kepala.

KM-35 saya lewati setelah saya berlari sepanjang 4:26:44 jam. KM-35 adalah batas Cut off Point. Para pelari harus berlari maksimal enam jam sampai di titik itu. Jika melewati waktu itu para pelari dianggap gugur.

Sekarang tinggal tujuh kilometer lagi. Saya masih terus berjalan dan berlari begitu. Perut saya sudah terganjal dengan satu buah pisang yang lumayan sekali untuk memberikan tenaga ekstra. Pisang itu disediakan oleh salah satu supermarket yang menjadi sponsor event ini. Di suatu titik saya kembali disusul oleh Pacer 5:30. Duh…

Di sinilah kemudian saya berpikir. Walau sudah dilewati dua rombongan pacer ini, jam 11 pagi masih lama. Artinya, saya masih bisa mencapai waktu lebih baik daripada Borobudur Marathon tahun lalu. Dulu, saya tiba di garis finis pada pukul 11.02. Ayo, semangat, Za. Kamu bisa!

Omong-omong, ke mana DJP Runners lainnya sesama anggota grup Training Plan seperti Mas Hery Dwinanto dan Mas Salman? Saya berharap bisa finis bareng dengan mereka.

Ketika melewati KM-40, saya masih tetap sendiri dan Garmin saya menginformasikan kalau saya sudah berlari selama 5 jam 13 menit. Jarak tinggal dua kilometer lagi. Kalau saya berlari dengan pace 6:00 menit/km mungkin saya bisa finis di bawah 5 jam 30 menit. Tetapi itu tadi, mental saya sudah hanyut bersama aliran Kali Progo yang membelah daerah Borobudur menuju Laut Pantai Selatan. Barangkali sampai di muaranya nanti malam atau keesokan harinya.

Berusaha menampakkan kesemringahan dalam level dewa.

 

Di Garis Finis

Saya melihat mbak-mbak yang kolaps di KM-40. Ayo mbak, tinggal dua kilometer lagi. Pada jarak 500 meter menjelang garis finis, entah kenapa semangat saya muncul kembali. Saya ajak pemuda tinggi besar untuk lari bareng. Dia tentu lebih kuat daripada saya, tetapi saya bisa mengimbanginya. Kok bisa yah saya cepat begini, barangkali karena garis finis sudah dekat. Enggak berpikir lagi kalau takut habis, takut apa.

Untuk tahun ini saya tidak tertipu lagi dengan gerbang halu itu. Balon gerbang berwarna merah itu bukan garis finis sesungguhnya. Itu hanya gerbang salah satu sponsor lomba ini. Gerbang sesungguhnya masih jauh di belakangnya.

Ya, akhirnya kelihatan juga gerbang finis berkarpet merah. Saya pacu kecepatan berlari saya dan akhirnya saya bisa finis dalam waktu 5 jam 35 menit 22 detik.

Jauh dari target lari bisa finis di bawah 5 jam. Jauh dari catatan waktu terbaik saya di Bandung Marathon, namun lebih cepat daripada finis Borobudur Marathon tahun lalu. Alhamdulillah. Ini saja sudah patut saya syukuri. Lebih cepat hampir 27 menit daripada tahun sebelumnya. Terima kasih ya Allah. Terima kasih buat semuanya.

Di garis finis, saya menuju refreshment area untuk mengambil air minum, isotonik, buah pisang, medali, dan kaos penamat. Saya meminta panitia mengalungkan medali itu ke leher saya. Bukan apa-apa, tangan saya sudah penuh dengan bawaan. Syukurnya pada Borobudur Marathon tahun ini, tidak ribet dengan bawaan kayak tahun lalu karena kita mendapatkan tas cangklong buat menaruh apa saja di sana.

Habis itu saya menghampiri salah satu stan es krim dan pergi berendam untuk mendinginkan kaki. Lalu foto-foto sebentar di booth. Pakai antre lagi. Seorang pelari dari Semarang yang berdiri antre di belakang meminta tolong kepada saya untuk mengambil gambarnya di booth itu. It’s Ok. Hana masalah.

Mbak Ishe sudah menelepon dan menghubungi saya berkali-kali via Whatsapp kalau saya ditunggu teman-teman DJP Runners yang lain di gazebo dekat tempat pengambilan medali. Saya segera ke sana buat foto-foto bareng.

Gerbang finis sesaat setelah saya tiba. Dua bodyguard penjaga gerbang finis tampak gagah perkasa.
Refreshment Area. Bahasa Indonesianya adalah Area Penyegaran.
Medali yang beratnya 300 gram lebih itu dengan dua kaos Borobudur Marathon dan pernak-pernik lainnya.
Selagi antre foto di booth itu, saya berswafoto dulu.
Berfoto bersama DJP Runners. Karena kelamaan mengatur posisi, sampai ada yang enggak kuat buat jongkok. Ya sudah tiada mengapa duduk ndlosor begitu.
lebih dari 50 anggota DJP Runners dalam berbagai kategori mengikuti ajang lari Borobudur Marathon 2019 ini. Sebagiannya tampak dalam foto di atas.
Binaan coach Arif Yunianto tanpa Mas Hery Dwinanto dan Mas Salman. Kami mendapatkan catatan waktu terbaik di Borobudur Marathon 2019 ini. Dari kiri ke kanan: Mas Murdono, Mbak Ishe Yudiwati, dan Mas Deny Hastomo.
Nah, kalau ini Mas Deny Hastomo dan Mas Hery Dwinanto.

Setelah itu saya pamit pulang, enggak terpikir untuk foto-foto dengan latar belakang Candi Borobudur. Inginnya segera mandi dan istirahat. Kali ini level finis strong-nya lebih baik daripada Borobudur Marathon tahun lalu, namun masih jelek daripada di Bandung Marathon. Di Bandung, saya masih sempat mengelilingi stan dan berlama-lama menunggu teman-teman DJP Runners di garis finis.

Banyak pelajaran yang bisa  saya ambil selama mempersiapkan diri untuk Borobudur Marathon 2019, terutama tentang persistensi, kedisiplinan, berdamai dengan waktu, nutrisi, istirahat yang cukup, dukungan dari keluarga, dan terutama tentang kerendahhatian. Latihan tidak pernah mengkhianati hasil. Dan bagi saya hasil terbesar pada Borobudur Marathon 2019 ini adalah agar tak memelihara Firaun di dalam dada.

 

***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
Citayam, 24 November 2019
Terima kasih atas foto-fotonya dari para fotografer di Borobudur Marathon 2019 terutama dari Cerita Lari dan Mas Ferry Bambang Irawan.

 

Baca juga: Cerita-cerita lari dari gendut sampai kurus.

Baca juga: Cerita Lari Borobudur Marathon 2018: Karena Kita Sekadar Pelari Rekreasional

 

Advertisement

4 thoughts on “Cerita Lari Borobudur Marathon 2019: Memelihara Firaun

Tinggalkan Komentar:

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.