Di sebuah penjara. Di sebuah sel berukuran 2×3 meter persegi. Dengan cahaya yang masuk dari sela-sela jeruji pintu sel yang kokoh. Seseorang laki-laki berotot dan bermandikan keringat sedang mengolah fisiknya sedemikian rupa. Ada pushup, situp, pullup yang dilakukan dengan banyak repetisi. Sampai kemudian pintu sel itu berderak karena kuncinya yang terbuka. Brak!!!
“Ayo keluar. Kamu bebas!” kata sipir bermuka codet. Orang itu sesaat berhenti dan menengok, “It’s time to go home.”
**
Masih ada yang bertanya kepada saya. Apakah saya masih menjalani Freeletics sampai saat ini? Tentunya saya jawab “Ya”. Alhamdulillah sampai dengan tulisan ini dibuat saya masih menekuni Freeletics dengan konsisten.
Lima hari dalam seminggu dengan fokus Strength. Empat hari dengan latihan terprogram yang diberikan Freeletics.com, satu hari dengan program lari 10K, dan dua hari “rest day”. Mereka bilang begini, “For most athletes 4 training days a week is the ideal balance between training intensity and recovery. When you select more or less training days, your Coach will adjust training volume and intensity optimally in order to maximize your training stimulus.”
Saat ini saya berada di level 57 dengan jumlah workout yang
telah saya lakukan sebanyak 643 workout. Kalau dihitung-hitung dari sejak pertama kali Freeletics maka saya sudah berada di bulan ke-17. Insya Allah beberapa bulan lagi saya akan genap dua tahun di Freeletics.
Sekarang saya berlatih dengan Coach. Masih gratisan. Sudah minggu ke-14 menu Coach gratisan itu. Awal Mei 2016, gratisan itu akan berakhir, dan insya Allah saya akan memutuskan untuk membeli program latihan pakai Coach ini. Karena hasilnya signifikan dan efektif menurut saya.
Dan saya menemukan bedanya Freeletics Coach dengan Freeletics tanpa Coach.
-
1. Variatif
Six pack? Sudah saya bilang kalau hal itu efek samping dari kekonsistenan kita. Sehat itu yang utama. Tapi yang membedakan Freeletics Coach itu adalah seperti Forest Gump yang pernah bilang begini saat duduk di atas sebuah bangku taman: My Momma always said, “Life was like a box chocholates. You never know what you’re gonna get.”
Di Freeletics dengan Coach saya tak pernah tahu menu latihan untuk minggu depannya sebelum saya menyelesaikan semua latihan dalam minggu berjalan ini. Dan ini menurut saya mengejutkan. Ini membuat variasi dalam latihan sehingga tidak membosankan. Beda sekali dengan latihan tanpa Coach yang memakai menu lama pdf itu. Pun, kalau kita mengarang-ngarang atau meracik menu latihan kita sendiri.
Jadi saya akan selalu bertanya-tanya, “Minggu depan apa lagi yah?”
-
2. Feedback
Setiap kali saya mengakhiri workout akan ada sebuah pertanyaan yang diajukan oleh Coach. Apakah itu easy, moderate, exhausting, very exhausting, dan maximum. Ketika kita sudah menjawabnya, maka akan ada pertanyaan pilihan lagi, “It was ok”, “I can do even more”, atau “It was too much”.
Feedback akan dikumpulkan dalam seminggu latihan itu dan akan menjadi basis pemberian menu latihan di minggu depannya. Alhamdulillaah selama ini saya selalu pencet tombol “moderate” dan “it was ok”. Kecuali hanya satu kali saja ketika saya pencet tombol “maximum” ketika latihan 2x Nyx.
Belum pernah saya pilih “I can do even more”. Masih berasa nanti latihannya akan ditambah. Hehehe…Yang ini saja sudah banyak dan melelahkan menurut saya. Jadi cukup yang tengah-tengah saja.
-
3. Advanced Skills
Di Freeletics Coach ini ada keahlian yang menjadi fokus dan bisa dipilih oleh Free Athlete. Yaitu Pullups, Strict HS Pushups, OH Pushups, Toes To Bar, Pistols, Muscleups. Bisa juga sih tidak memilih advanced skills ini. Tapi saya mengambil dua fokus dari enam skil yaitu Pullups dan Toes To Bar.
Makanya di setiap minggu itu dalam menu Freeletics Coach saya akan ada ramuan menu itu. Diselipkan menu-menu latihan yang akan meningkatkan kemampuan saya di pullups dan toes to bar.
Kita bisa mengubah fokus advanced skills kita setiap minggunya. Sampai saat ini saya belum berani mencoba advanced skills lainnya.
-
4. Warmup/Stretching
Dulu waktu pertama kali mengenal Freeletics sampai saya menjelang mendapatkan Freeletics Coach itu saya tak pernah pemanasan dulu. Maksudnya tidak melakukan pemanasan Warmup atau Stretching a la Freeletics. Karena saya menganggap pemanasan a la Freeletics itu hanya buang-buang waktu dan tidak ada gunanya. Itu hanya akan membuat kalori saya yang saya siapkan untuk latihan akan terkuras dulu hanya untuk pemanasan. Walaupun pada dasarnya saya tetap pemanasan dengan pemanasan yang saya karang sendiri dan saya ingat sejak SD.
Tapi sejak diberi gratisan itu saya mencoba menghapal gerakan Dynamic Warmup dan Static Stretching Freeletics setiap memulai dan mengakhiri workout. Bahkan dengan edisi Pro-nya pun saya lakukan. Dan ternyata menurut saya ini worth it banget.
Warming up cleverly can even boost your performance during your Freeletics trainings significantly! In the long term, Static Stretching Pro will increase your ability to go through full range of motion as well as improve your balance which will make you more athletic eventually. Itu yang mereka janjikan.
Ya betul. Ini menambah performa saya dalam latihan. Oleh karenanya keringat saya begitu membanjir setiap kali habis latihan. Seperti habis mandi. Beda sekali waktu sebelum pakai Coach atau pakai menu latihan pdf itu. Dan saya merasa nyaman. Swear.
-
5. Bisa Displit
Di Freeletics Coach ini umur Free Athlete juga menentukan dalam pemberian menu yang tidak ada kalau tidak pakai Coach. Contohnya 3/5 Nemesis Strength, 4/6 Kentaurus Strength, 2/3 Dione Strength, atau 5/6 Kentauros Standard. Sok, coba aja dicek di aplikasi, ada tidak pilihan volume 3/5 atau 4/6 itu. Yang ada pasti cuma x1, x2, atau x3.
Maksud dari angka-angka pecahan itu, misal 3/5, adalah kita melakukan workout dari ronde ke-1 sampai dengan ronde ke-3 dari total keseluruhan ronde sebanyak 5 ronde.
Itu saja kali yang membedakan Freeletics pakai Coach dengan tidak pakai Coach. Omong-omong, ada sebuah jet lag yang saya rasakan selama ini. Dulu, belasan tahun saya tak pernah olah raga dan membencinya. Sekarang, saya rajin dan mendisplinkan diri untuk olah raga di setiap harinya. Semoga saya bisa tetap menjaga diri dan berkomitmen untuk tetap olah raga.
Oh ya, makan tetap dijaga. Sampai detik ini filosofi eat clean Freeletics yang saya dapatkan adalah makan semua yang bermanfaat buat tubuh tanpa berlebihan. Kita pasti tahu mana yang bermanfaat buat tubuh dan mana yang tidak.
Saya tetap menjauhi nasi dan gula. Sarapan, makan siang, atau pun makan malam tidak pakai nasi. Saya menggantinya dengan sumber karbohidrat yang lain. Tidak minum teh manis atau kopi manis. Waktu tidur juga harus dipenuhi. Tidak perlu begadang. Sarapan itu wajib. Minum air putih yang banyak.
Percayalah, it works. Sebuah kalimat dari J.M. Darhower dalam buku Monster in His Eyes melintas di kepala, “Change doesn’t happen overnight. There’s no button that’s pushed to magically alter everything. Change happens little by little. Day by day. Hour by hour.” Itulah Freeletics.
**
Di suatu coffee break dalam sebuah pertemuan besar yang menghadirkan Kepala Seksi Penagihan dan Jurusita seluruh Sumatra (kecuali Bengkulu dan Lampung) di Banda Aceh. Saya menghampiri seorang wanita paruh baya. Setelah mengucapkan salam saya menyampaikan maksud saya, “Bu, ada titipan oleh-oleh kopi dari teman saya untuk teman-teman di kantor Ibu. Titip ya Bu.”
“Oh ya terima kasih. Dari siapa?” tanyanya. Saya menyebut nama teman kantor saya.
“Nah Mas siapa? tanyanya lagi.
“Saya Riza Bu.” Sambil menyodorkan name tag saya.
“Jurusita?” tanya ibu itu lagi.
“Saya kepala seksinya Bu.”
Ibu itu terkejut sambil berkata, “Oh kepala seksi.”
Kawan ibu yang berdiri di sebelahnya pun terkejut, “Masih muda gitu soalnya.”
Saya tersenyum saja. Tiba-tiba saya menjelma menjadi orang di awal tulisan ini sambil berkata, “It’s time to go home. I am Free Man.”
***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
3 April 2016
Sangat menginspirasi untuk Saya yg sudah kepala 4 & baru mau memulai konsisten melakukan freeletics … thanks Mas Riza …
LikeLike
Sama…saya juga kepala empat. 😀
2016-04-04 9:11 GMT+07:00 Blog Riza Almanfaluthi :
>
LikeLike
Assalamualaikum wr wb..super sekali akh riza…aja juga mau ikut jejaknya buat ikut pake coach…kemaren sempat 1 bulan full free letic dan target aprodite 20 menit tercapai setelah itu berhenti karena ada sedikit cidera…dan sekarang cob amau lanjut lagi tapi maunya pake coach…cuman dari kemaren ga berhasil buat regustrasi coach…terhalang di metode pemvayaran…minta advicenya dong…syukran
LikeLike
wa’alaikumussalam. pakai kartu kredit. kalau gak punya bayar ke temen yang punya kartu kredit. biar dia yang bayarin.
LikeLike