Ritual


 

images (2)

Selamat ulang tahun puisi. Kuhadiahkan sepetak

pelukan di tubuhmu yang dingin

sehabis bangun tidur. Beruntung kau kuat

hingga tak merontokkan kata-kata, huruf-huruf

di sekujur tubuhmu yang rindang oleh luka.

 

Selamat ulang tahun puisi. Sekarang, aku yang payah

mengingatmu. Hingga tak tahu kalau hari ini

engkau mengulang  ritual. Kuberikan sepetak dekapan

di tubuhmu yang dingin sehabis bangun tidur. Terberkatilah

matahari karena ia mendapatkan cahayanya dari

kumpulan kunang kata-katamu.

Baca Lebih Lanjut.

Mikrajku Embuh-Embuhan


Mikrajnya setelah Isra

dari kegersangan kepada yang kudus

langit demi langit

persuaan demi persuaan

Baca Lebih Lanjut.

Candra Membulat di atas Legian



Kehidupan malam yang gempita itu tak membuat saya beranjak dari lobi hotel. Benar-benar tidak mengusik kepenasaran saya tentang Legian. Hanya segelas kopi hitam panas yang saya sesap di atas meja sambil memandang candra yang membulat di hadapan dan di atas Legian.

Sampai pukul 01.15 dini hari sembari menunggu email yang masuk. Dari 100 orang itu berapa yang akan mengirim naskahnya. Masih belum sempat saya ketahui. Naskah yang lolos seleksi tahap pertama itulah yang akan diteruskan kepada saya.

Baca Lebih Lanjut.

Hujan yang Dipeluk Rindu


rinainya menyala-nyala dengan cinta

tak pernah minggat dari tanah ini

tiga hari tiga malam

mengembara berjinjit-jinjit

sembunyi di balik rumput

sebagiannya menjadi asa

yang tumbuh di kepala

akarnya ceracau

rantingnya puisi

daunnya ribang

buahnya sekotak dingin

yang terjengkang di atas tubuhku

dihantam sekerat sunyi

dan setumpuk mimpi yang antri

kalau begitu kita khatamkan sama-sama

segara huruf dalam berjilid-jilid buku

yang berjudul:

engkau.

***

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

Tapaktuan, 17 Oktober 2016

Malam-malam Jahannam


Di serambi penuh masjid dan ulama

di Jalan Menuju Kedamaian
dua lelaki muda yang dicari,

keluar dari pintu WC yang sama.

***

Riza Almanfaluthi

Citayam, 8 Oktober 2016

Pict by @_universaltime_ 

Ratib


 

 

karib hujan bernama dingin

berladang di sekujur tubuhku

yang sedang mencari akal

cara terbaik mencampakkan pejam

ia menadbirkan sekutunya, gerimis

bertandak di luar rumah

berkongsi dengan angin, debur ombak,

minus kodok-kodok kawin

dan kucing-kucing jantan sedang berahi

agar kadar sadar ada yang menunggu selebar zaman

kudongak irisan pasrah merayapi langit

di atas sajak yang panjang

warnanya biru

 

**

 

riza almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

tapaktuan, 25 agustus 2016

Dua Warna


Kain kumal berdansa haha hihi 

di langit biru hari ini

sempat jantungan ditumbuk ironi

yang membawa kabur konsentrat pedih 

anak negeri keluar bumi pertiwi

Merdeka mbahmu!

***

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

17 Agustus 2016

sajak yang tak pernah gagal


aku menjelma bibir

dengan cecap pada segelas teh

yang panasnya pupus  dua jam lalu

di pinggiran malam yang retak

 

gelas yang lupa

dentingnya yang berisik

menitahkan mata

agar tak nyalang di sembarang

sengkarut suratan

 

tapi aku melawan geming

di atas kursi rotan berkepinding

pada layar putih yang sedang bunting

buat memperanakkan sajak-sajak kering

tilam sudah terbentang, sayang…

sentosalah

 

***

riza almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

tapaktuan , 16 Agustus 2016

CAHAYA BULAN DI JENGGALA



sajak menderas hujan

berpikir ia satu-satunya 

kemilau kenangan

padahal tidak

jumputlah semuanya

dalam setangkup tangan

yang kau tadahkan.
**

Riza Almanfaluthi

Dedaunan di ranting cemara

Medan, 5 Agustus 2016

malam separuh


 


 

sebuah purnama mengunggah pesona
mengguncangkan
enggan menjadi epilog
lantas nista menyelinap 
asyik masyuk
sedang di atas sana
langit gemetar
Kau ampuni fadihatku, Gusti Allah?

 

 

 

 

***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
Tapaktuan, 21 Mei 2016