Banyak pembaca buku Sindrom Kursi Belakang memberikan testimoninya terhadap buku ini. Saya mengucapkan terima kasih dengan setulus-tulusnya kepada mereka semua.
Aim Nursalim Saleh, Direktur Ekstensifikasi dan Penilaian, DJP:
Cerita-cerita di sana bisa menjadi cermin buat pembacanya.
Dwi Astuti, Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat, DJP:
Saya ditemani buku ini di pesawat. Seru banget. Saya bisa membayangkan keindahan Tapaktuan dari buku ini. Seperti Andrea Hirata yang menggambarkan Belitong.
Ahmad Dahlan, Penulis Buku:
Buku itu keren banget memang. Saya bicara jujur ini.
Adella Septikarina, ASN dan Pembaca Buku:
Buku yang sarat hikmah, wajib menjadi buku yang harus dibaca di tahun 2023. Jadikan buku ini sebagai hadiah buat teman-temanmu yang promosi cukup jauh dari kota sebelumnya. Semoga menjadi penyemangat.
Masker 76, Pembaca Buku:
Baru mengawali membaca halaman prakata buku ini saya sudah disuguhkan dengan bahasa dan rayuan yang mendayu-dayu untuk membaca lebih jauh ke halaman-halaman berikutnya.
Baca juga: Sinopsis Buku Sindrom Kursi Belakang
Nindya Sylviana, Desainer Grafis:
Walaupun belum sampai setengah membacanya, terasa sekali kalau buku ini benar-benar ditulis pakai hati. Banyak sekali “part” yang membuat terharu. Highly recommended.
Ika Hapsari, Penulis:
Buku ini mengantarkan saya menuju alam mimpi sembari membiarkan imajinasi traveling ke secuil bagian Bumi Serambi Makkah bernama Tapaktuan. Gaya storytelling yang selalu ciamik, penuh kejutan di setiap etapenya, dan diksi yang aduhai.
@Onekallea, Penulis:
Buku ini bisa membuka cara pandangmu dalam menatap dunia. Ditulis dengan bahasa yang menarik dan mudah dipahami pastinya. Karya-karya penulis buku ini selalu menginspirasi.
Panji Nugraha, Pembaca Buku:
Semalam, iseng-iseng berencana membaca sedikit-sedikit isi buku ini. Tapi kok ceritanya nagih dan kebablasan sampai halaman terakhir. Banyak pesan moral yang disampaikan dengan menarik. Kok Anda bisa sih bikin buku ini?
Baca: Daftar Isi Buku Sindrom Kursi Belakang
Sigit Raharjo, bibliophagist:
Buku ini mengupas pula budaya dan sejarah di tempat ia ditugaskan yang membuat buku ini makin menarik. Tak salah jika buku ini dapat dihadiahkan kepada teman-teman yang mutasi. Seandainya saja saya mempunyai energi dan ketekunan sebesar Riza.
Salman Cakil, Abdul Hofir, Penulis Buku:
Kecerdikan penulis menampatkan bagian tulisan dan memainkan judul. Supaya Pembaca penasaran. Anda boleh mengganti kata cerdik itu dengan curang. Bukan curang yang merugikan, tetapi mengasyikkan. Kang Riza, sampeyan memang top!
Harris Rinaldi, Fotografer dan Pembaca Buku:
Membaca buku ini seperti membongkar pengalaman sendiri ketika mutasi ke kota Mamuju pada 2010. Penulisnya memang juara mengaduk-mengaduk kenangan.
Aan Almaidah Anwar, Penulis Buku:
Selamat ya Mas Riza. Kehalusan di setiap cerita di buku ini bagaikan nada yang menghangatkan, bagai angin, ke segenap penjuru.
Baca di Sini: Buah dari Surga Kecil, Kata Pengantar Sindrom Kursi Belakang
Nugroho Putu Warsito, Pensyair:
Tentang Perjalanan, kereta api dan kopi. Ketiga tema sederhana itu menjadi mengenyangkan.
Atik Sugiyanti, Pembaca Buku:
Masya Allah. Baru beberapa kalimat secara acak, bikin mak deg.
Johana Lanjar Wibowo, Penyuluh Antikorupsi:
Buku ini memberikan makna dari setiap peristiwa.
Ida R Layla, Penulis:
Terima kasih untuk bisa menginspirasi karena salah satu kutipan penulis yang saya sadur adalah “Buku ini saya tulis dengan hati.”
Eko Novianto, Penulis Buku:
Riza sudah cermat menulis: cermat ejaan dan cermat pemaknaan. Aku mencoba menyepakatinya bahwa menuliskan perjalanan adalah menyediakan bahan berkontemplasi.
Dewi Damayanti, Penulis:
Membaca buku ini seperti sedang didongengkan. Cuma ceritanya nyata, bukan fiksi. Dan senangnya lagi ada beberapa foto yang diselipkan, jadi bisa menghidupkan imajinasiku tentang Tapaktuan dan sekitarnya.
Hepi Cahyadi, Penulis dan ASN di Merauke, Papua Selatan:
Detik waktu di perantauan yang tadinya berjalan lambat, mendadak melaju cepat ketika hati riang menikmati goresan tinta penuh hikmah dalam buku Sindrom Kursi Belakang ini. Dalam kesendirian akan kita jumpai makna akan hadir-Nya.
Baca: Review Buku Sindrom Kursi Belakang, Tak Setetes Pun Air Mata
Kamelia Dewi, Pembaca Buku:
Siap membaca buku ini sampai halaman terakhir.
Endah Sitarasmi, ASN dan Penulis:
Menelusuri paragraf-paragrafnya seperti sedang mengobrol langsung dengan penulisnya.
Bambang Irawan, ASN dan Penulis:
Buku ini rasa-rasanya dipersembahkan kepada semua kepala keluarga atau siapa pun yang menanggung nasib keluarganya yang sedang merantau nun jauh di negeri seberang, atau mungkin hanya sekadar beda pulau dan kota, untuk mencari secercah nafkah ataupun sejumput harapan demi menyambung hidup keluarganya, meskipun cuma bisa pulang maksimal seminggu sekali.
Syukrunnadawami, ASN dan Pembaca Buku:
Buku ini sudah selesai saya baca. Terima kasih sudah membawa saya kembali kepada kenang-kenangan indah di Tapaktuan.
Aji Kusumo Ardi, Pembaca Buku:
Menyelami kisah sambil belajar sejarah. Judulnya menarik. Saya suka dengan kata-katanya: Resah dan Bahagia Itu Dipergilirkan.
Baca: Mengapa Dipergilirkan. Pasti Ada Maksud dan Tujuannya. Ulasan Buku Sindrom Kursi Belakang
Erin Fadilah Sari, Pembaca Buku:
Tak sabar ingin membaca buku ini.
Sylvia Martina Hapsari , Pembaca Buku:
Siap menyelami lembar demi lembar buku ini.
Taufik Danadidjadja, Pembaca dari Sintang:
Membaca buku ini, saya seperti terbang, ikut dalam perjalanannya. Di beberapa bagiannya saya seolah menemukan kesamaan situasi yang dialami.
Rini Dwi Utami, Pembaca Buku:
Subjudul Resah dan Bahagia Itu Dipergilirkan membuat saya tersadar. Kalau begitu, masihkah khawatir dengan hidup ini?
@Primabumi, Pembaca Buku:
Jadi teman di akhir pekan.
Galuh Arsanti, Pembaca Buku:
Banyak kata baru yang saya peroleh. Membacanya seperti berkhayal ada di sana, saking deskripsi yang digambarkan seperti nyata.
Luthfi Lailatuhidayah, Pembaca Buku:
Terima kasih sudah menulis buku ini, melengkapi sangu perjalanan kami, PJKA (Pulang Jumat Kembali Ahad) Jakarta—Yogyakarta.
Stephanus Manovan Setyanta, Pembaca Buku:
Selain belajar banyak mengenai tulisan, yang paling utama, saya menikmati setiap isinya.
Eny Purwiyanti, Pembaca Buku:
Sesuai pesan penulisnya, pada akhirnya buku ini juga saya peruntukkan untuk suami yang mutasi. Karena sesungguhnya resah dan bahagia itu dipergilirkan.
Faisal Alami, Pembaca Buku dan Teman Kuliah dulu:
Jazakallah khairan katsira. Buku ini menemani perjalanan di kereta api jurusan Surabaya—Jombang, jalur rutin saya sekarang. Serasa penulisnya duduk di samping saya, bercerita seperti masa kuliah dulu.
Ishe Yudiwati, Pembaca Buku dan ASN di Palu:
Buku ketiga yang landing di Palu. Semoga next karyamu, aku sudah di homebase ya.
***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
30 September 2023
Dari Collins Dictionary, Bibliophagist adalah pelahap buku.
Foto Buku Sindrom Kursi Belakang di rak berasal dari Endah Sitarasmi.
Memesan buku Sindrom Kursi Belakang di tautan berikut: https://linktr.ee/rizaalmanfaluthi.


23 thoughts on “Testimoni Seorang Bibliophagist: Seandainya Saja Saya Mempunyai Energi dan Ketekunan”