Lalu aku menerima setiap kata yang diucapkan salju di musim lalu, agar aku sanggup menerjemahkan hikayat purba atas setiap keikhlasanmu untuk jatuh. Dan aku sekadar mengeratkan mantel agar tak kedinginan.
Dinding-dinding batu tua itu menjadi tempat aksara yang kautulis dengan segenap hujjah yang pernah diajarkan mahagurumu bernama sepi. Dan aku meriang melulu membayangkan panas air yang terjerang agar setiap kenang tentangmu menjadi pemenang bersama asap nafasmu yang menjulang-julang.
Lalu aku menerima derit roda kereta yang dipapah malam lalu, agar aku sanggup menafsirkan riwayat purwa atas setiap kerinduanmu yang rapuh. Dan aku semata-mata pohon yang daunnya membenci putih di halaman samping stasiun tujuan.
***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
13 Januari 2018
Photograph by @yamashitaphoto from @natgeo at Shaolin Temple, Dengfeng, Cina.