
Puisi adalah karya seni tertinggi dalam kesusastraan. Karena menyajikan keindahan dan pemaknaan yang mendalam. Tidak semua orang diberi anugerah untuk dapat membuat puisi, sebagaimana tidak semua orang dapat menikmati puisi.
Beberapa orang menyatakan bahwa puisi yang baik adalah puisi yang bisa dinikmati. Dan berbicara kenikmatan, maka semua kembali ke soal selera. Menjadi relatif.
Sama halnya dengan menikmati mi ayam yang tersaji di mangkuk bergambar ayam jago merah. Tidak semua akan sepakat tentang rasa yang enak, tidak semua akan satu rasa untuk dapat bilang itu nikmat atau enak.
Namun tentunya, sebagaimana makanan, dalam puisi tetap ada patokan-patokan sebagai pembatas yang jelas. Struktur pembangunnya. Konon secara teori, yang pokok akan selalu ada tema, diksi, rima, bangunan puisi yang menjadikan sebuah puisi menjadi indah dan memiliki kesan yang mendalam ketika dibaca.
Captioning the moment on a photograph atau memberi kata-kata dari sebuah momen yang terperangkap pada media dua dimensi berupa gambar/lukisan, adalah tentang meraba hati sang fotografer, tentang apa yang sebetulnya ingin disampaikan dari gambar tersebut, dan membantu menuangkannya dalam kata-kata.
Dan dalam proses penciptaan puisi yang lahir dari sebuah gambar, tentunya penyair dibebaskan dari niatan fotografer, bebas untuk berpersepsi dan berekspresi sesuai apa muncul dalam pikirannya masing-masing.
Dari sejumlah puisi yang masuk dalam akun Instagram saya tentunya harus dinilai untuk menentukan yang terbaik dari yang ada, dengan tetap memperhatikan struktur dasar yang menjadi pembangun puisi.
Berikut tiga besar dari mereka yang telah berkontribusi memberi caption atas sebuah gambar yang saya ambil sewaktu menjadi Sinbad di Kantor Pelayanan Pajak Pratama Malang Selatan:
-
Riskamunifa
-
Anggiayong
-
Safira_Salsabila_Rafli
Dua orang di atas yaitu Riskamunifa dan Anggiayong adalah rekan-rekan sejawat di Direktorat Jenderal Pajak. Riska hebat dalam memerangkap objek dalam sebuah bingkai imajiner bernama fotografi. Riska saya kenal pertama kali ketika saya mengisi pelatihan menulis di Batu, Malang awal Oktober 2017.
Sedangkan Anggi adalah taxmin (sebutan untuk admin akun media sosial kantor pajak) dan juga penyuka fotografi. Ia pernah kami undang untuk mengikuti workshop kontributor konten dan media sosial di Kantor Pusat Direktorat Jenderal Pajak akhir September 2017 lampau.
Safira adalah pelajar dari Tapaktuan, Aceh Selatan. Saya pernah mengisi sebuah pelatihan menulis di Tapaktuan pada ujung 2016. Gadis Aceh ini menjadi salah satu pesertanya. Dari semua peserta yang saya tanyakan tentang siapa yang suka membaca dan menulis, maka Safira adalah satu dari dua orang yang menunjukkan jarinya menantang langit.
Beberapa puisi-puisinya pernah terkirim kepada saya melalui surat elektronik untuk dimintai pendapat. Diksinya ciamik untuk pelajar seumuran dia. Saya yakin kalau bakat menulis puisinya dan kepenyairannya terus diasah, kelak ia akan menjadi perempuan penyair di dunia yang seakan-akan hanya menjadi milik para laki-laki dengan derita stigma penggombalnya.
Giveaway di akun Instagram saya (@riza _almanfaluthi) ini merupakan apresiasi saya kepada para penikmat puisi. Semoga saya bisa berkomitmen untuk mengadakannya setiap purnama sekali. Dan untuk kali ini saya putuskan bahwa pemenang captioning ini adalah Riskamunifa.
Selamat buat Riska. Buku Sirkus Pohon dari Andrea Hirata insya Allah akan terkirim segera. Buat yang belum menjadi pemenang dan yang telah berlelah-lelah mencampakkan jemarinya untuk menulis di kolom komentar itu saya yakin mencipta dan menikmati puisi itu menjadi manzil (tujuan) satu-satunya, bukan bukunya.
Berikut puisi Riska:
Kala hujan di senja yang kelam
Aku duduk manis bersama kenangan yang hadir
Ketika tanganmu dan tanganku bertemu
di bawah payung yang sama
Ketika senyummu mampu mengalahkan
semua warna yang ada di dunia
Kala hujan di senja yang kelam
Kita berbagi tawa
Kita berbagi rona warna kebahagiaan
di bawah payung tanpa pembatas
Kala hujan di senja yang kelam
Aku berdiri di bawah payung yang sama
Aku berjalan di tengah warna-warni
yang telah kau tinggalkan
Sunyi rasanya
Ketika tak pernah ada alasan yang kauucap
ketika kau melangkah pergi
Kala hujan di senja yang kelam
Aku sendiri
Berteman pada bayangmu
yang tak lagi kumengerti.
Dan sebagai pungkasan dari tulisan nggedebus kali ini, izinkan saya mengutip sang maestro tentang bagaimana proses bisnis penciptaan puisi yang indah, sebagai pengingat dan yang lebih-lebih itu hanyalah tamparan bagi saya pribadi yang malas dan jarang berlatih.
“Pengalaman puitik adalah sesuatu yang unik, dan keotentikannya hanya dapat terjamin apabila penyair berhasil melahirkan bahasa yang unik. Ini bisa tercapai lewat eksperimen-eksperimen yang tekun.” (Sapardi Djoko Damono, Perahu Kertas).
Selamat menikmati dan selamat menjadi puisi.
***
Puisi – Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
15 Oktober 2017
Terima kasih banyak dan apresiasi setinggi-tingginya kepada:
1. syarif.thoyib
2. mindolistra
3. kazuya_abstrax
4. binantosuryono
5. lasmaya2007
6. galuh_arsanti
7. alialekzainalabidin
8. verrapeya
9. commongirl.isme
Puisi Riska sangat bagus, ia menggunakan repetisi dalam setiap bait puisi nya. Selamat untuk para pemenang
LikeLiked by 1 person
danke
LikeLike