INI KISAH NYATA SEBUAH KEAJAIBAN, TAS YANG SEMPAT RAIB DI KOMPLEKS MASJID ITU DITEMUKAN KEMBALI


INI KISAH NYATA SEBUAH KEAJAIBAN,

TAS YANG SEMPAT RAIB DI KOMPLEKS MASJID ITU DITEMUKAN KEMBALI

    Waktu itu saya dan dua anak laki-laki saya sedang berada di Masjid Agung Jawa Tengah seusai melaksanakan salat zuhur berjamaah. Untuk kali keduanya saya datang ke masjid terbesar di Jawa Tengah ini. Mumpung mudik di Semarang kami sempatkan untuk singgah di sana.

Kami menikmati keteduhan di dalamnya sembari mengagumi ornamen bangunan dan kotak kayu tempat menyimpan Alquran raksasa berukuran 145×95 cm2 hasil karya anak bangsa. Tak lama kami keluar masjid sambil berteduh di sebuah bangunan kosong di depan toko suvenir.

Di sana, saya menyempatkan diri untuk menulis di blog saya. Sedangkan Mas Haqi lagi asyik dengan tabnya. Dan Mas Ayyasy melihat-lihat pemandangan sekeliling masjid dan keramaian orang mengantri untuk menaiki Menara Asmaul Husna setinggi 99 meter.

Setelah beberapa lama, perut dua bocah yang mulai beranjak remaja ini sudah mulai lapar. Kami pun pergi ke kantin di sudut belakang dan memesan makanan. Setelah itu kami pergi dan berniat menaiki menara tempat Tim Rukyah Jawa Tengah biasa melakukan Rukyatul Hilal. Tapi urung karena ternyata antrian di depan lift untuk naik ke lantai paling atas begitu panjang.

Sembari berjalan ke mobil, Mas Ayyasy tiba-tiba baru ingat tas selempang saya yang dititipkan padanya telah raib. What??? “Waduh kok bisa Nak?” tanya saya. Dia baru sadar waktu berada di bangunan kosong depan toko souvenir itu dia meletakkan tas dan menaruhnya di sampingnya. Lalu pada saat ke kantin dia lupa untuk mengambil tas itu.

Kami pun kembali ke bangunan kosong itu. Tasnya sudah tidak ada. Kami bertanya kepada pemilik toko suvenir dan orang-orang yang berada di dekat bangunan itu yang mungkin saja melihat tas saya. Kami datang ke kantin tempat kami makan. Hasilnya nihil. Mereka tidak tahu tas saya.

Jujur, saya merasa kehilangan sekali jika tas itu benar-benar hilang. Tas itu baru berumur seminggu lebih. Itu tas pemberian teman-teman saya di Seksi Penagihan Kantor Pelayanan Pajak Pratama Tapaktuan. Yang mungkin saja mereka beli dari situs tas online semacam Zalora. Di dalamnya juga ada harddisk eksternal yang merupakan hadiah lomba menulis, berukuran satu terabyte, dan berisi banyak file penting. Terutama naskah buku kedua, delapan ratus lebih tulisan blog, dan ribuan foto-foto. Walaupun sudah sempat saya back–up di bulan November tahun lalu.

Selain itu ada flashdisk yang merupakan suvenir dalam suatu workshop, jam tangan pemberian istri, dan dua buah cincin perak dengan batu zamrud dan pirus biru: pirus serat naga. Untung saja saat itu saya tidak menyimpan dompet dan kunci mobil di tas tersebut. Kalau tidak, urusannya bisa tambah ribet.

Saya lalu ingat nasihat para ustad, kalau sedang kesulitan dan mengalami kesempitan maka perbanyaklah istighfar. Saya minta kepada anak-anak untuk sama-sama melafalkan istighfar. Kami pun beristighfar, meminta ampunan kepada Allah, pemilik sejati semua harta yang ada di seluruh semesta ini. Saya yakin tentang kebenaran petuah ini.

Dalam Alquran surat Nuh ayat 10-12 telah difirmankan, “Maka aku katakan kepada mereka, ‘Mohonlah ampun kepada Tuhanmu’, sesungguhnya Dia adalah Maha Pengampun, niscaya Dia akan mengirimkan hujan kepadamu dengan lebat, dan membanyakkan harta dan anak-anakmu dan mengadakan untukmu kebun-kebun dan mengadakan (pula di dalamnya) untukmu sungai-sungai.”

Apalagi Kanjeng Nabi Muhammad saw telah bersabda tentang pintu rezeki ini, “Barangsiapa memperbanyak istighfar (mohon ampun kepada Allah) niscaya Allah menjadikan untuk setiap kesedihannya jalan keluar dan untuk setiap kesempitannya kelapangan dan Allah akan memberinya rizki (yang halal) dari arah yang tidak disangka-sangka.”

Setelah sekian lama mencari di halaman masjid dan tidak menemukan barang yang dicari, kami segera melapor ke pos petugas keamanan masjid. Saya tidak berharap petugas keamanan di sana segera mencarinya tetapi minimal kalau ada jamaah salat menemukannya saya dapat dihubungi. Setelah salat asar kami pun pulang.

Ikhtiar sudah, doa juga sudah, pasrah apalagi. Lalu? Tinggal menunggu keajaiban istighfar itu datang. Ini keyakinan yang tidak bisa saya tampik. Saya berharap orang yang menemukan tas saya itu membuka harddisk eksternal saya dan mengetahui serta menghubungi saya.

Sesapainya di rumah kami bersiap-siap untuk balik ke Jakarta besok pagi. Magrib pun datang. Tiba-tiba dering telepon saya berbunyi. Nomor asing tanpa nama. Saya pun mengangkatnya.

“Apakah benar ini Bapak Riza yang kehilangan tas?” tanya suara perempuan di seberang sana.

Dengan terkejut dan bercampur senang saya bertanya, “Iya betul. Maaf dengan siapa ya Bu?

“Saya Bu Ida.”

Allahu akbar, subhanallah, tas itu sudah ada yang menemukannya. Ia tahu nomor hp saya yang baru ini dari profil saya yang ada di flashdisk. Ia minta maaf kalau menurutnya sudah lancang buka-buka isi tas dan flashdisk. Wah, itu bukan lancang dan tidak sopan, itu tindakan yang benar, saya pun akan melakukan hal yang sama.

Bu Ida meminta saya untuk datang besok siang sepulang ia kerja. Ia tinggal di desa Sampang, Kecamatan Karangtengah, Kabupaten Demak. Namun karena besok saya harus kembali ke Jakarta kami meminta kesediaannya untuk datang malam itu juga. Ia bersedia.

Kami pun segera ke rumahnya. Jarak dari rumah kami lebih dari 25 km. Daerahnya pelosok. Hanya bermodalkan google maps dan sedikit pengetahuan tentang daerah itu dari saudara kami yang ikut mengantarkan kami sebagai petunjuk arah. Kami sempat tersasar, google maps benar telah menunjukkan jalan itu tetapi tidak mengetahui kalau jembatan yang ada di jalan di tengah sawah itu telah dipatok besi agar tidak bisa dilewati kendaraan roda empat. Kami pun harus memutar jauh.

Sesampainya di Desa Sampang, rumah adik kepala desa Sampang itu tidak sulit untuk ditemukan. Kami pun segera bertamu. Di sana telah menunggu Bu Ida dan suaminya Pak Shafwan—biasa dipanggil Pak Wawan. Mereka lebih muda daripada kami. Bergantian mereka menceritakan kronologis ditemukannya tas saya itu.

Sebenarnya yang menemukan tas itu adalah anaknya. Mereka sempat mau menyerahkan kepada petugas keamanan namun ditolak karena tidak ada identitas di dalam tas. Mereka pun sempat menunggu lama di di bangunan kosong itu kalau-kalau ada yang mencari-cari tas kami. Sampai akhirnya memutuskan untuk pulang dan berusaha melacak pemilik tas itu dari flashdisk yang ada. Dan benar.

Banyak kebetulan yang ditunjukkan Allah pada kami. Kebetulan yang menemukan adalah orang baik, punya niat baik, dan mau berusaha menemukan pemilik tas. Kebetulan yang menemukan paham teknologi dan tahu bagaimana mencari data pemilik. Kebetulan dalam flashdisk saya itu ada profil saya. Kebetulan dalam profil saya ada nomor telepon yang bisa dihubungi. Kebetulan nomor telepon tersebut nomor telepon yang baru, karena nomor telepon yang lama sedang tidak aktif. Kebetulan yang menemukan rumahnya tidak jauh dan bukan peziarah dari kota lain. Kebetulan laptop Bu Ida yang biasanya error kali ini bisa dipakai untuk mengecek isi flashdisk. Subhanallah.

Us.

    Inilah kesekian kalinya keajaiban istighfar yang saya alami. Semoga bermanfaat buat semua. Yakinlah bahwa istighfar—selain sedekah—adalah solusi atas setiap permasalahan kita. Istighfar itu adalah sebuah pengakuan bahwa kita adalah selemah-lemahnya makhluk. Tidak punya daya apa pun. Kecuali atas kehendak-Nya.

Malam itu kami pulang dengan hati yang penuh banyak rasa syukur. Insya Allah pulang ke Jakartanya bisa lebih tenang. Satu hal lagi, kami dapat menambah persaudaraan baru. Dan tentunya saya berdoa semoga Allah membalas semua kebaikannya dengan balasan yang berlipat ganda.

 

 

***

Riza Almanfaluthi

Dedaunan di ranting cemara

07 Agustus 2014

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.