Capek-Capek Lari 10 Km Hanya Untuk Mengambil Ini


Beberapa pekan lalu, seorang pelari datang ke rumah saya pagi-pagi. Ini yang kedua kalinya ia mengambil buku dengan berlari dari rumahnya.

Sebelumnya di tahun 2020, ia pernah datang ke rumah untuk mengambil buku Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini. Ceritanya pernah saya bagi di sini.

Kali ini buku yang ia akan ambil adalah buku kedua saya yang berjudul Dari Tanzania ke Tapaktuan, Titik Tak Bisa Kembali, Kisah Lelaki menaklukkan Ego dengan Berlari.

Pelari sekaligus pensyair ini bernama Haryo Seno. Sehabis mengambil buku itu, ia menuliskan pengalaman kunjungan ke rumah saya di laman media sosialnya. Saya mengutipnya di sini untuk dibaca buat teman-teman semua.

Ia menulis:

Saya tuh hanya lari-lari yang hora-hore, lari yang lucu-lucu, lari yang gak kencang, lari yang gak jauh-jauh, sejauh-jauhnya ya hanya setengah marathon, beberapa kali, yang penting buat sehat saja, biar selalu bugar di usia yang sudah gak belia ini.

Tapi sekali-kali ingin juga donk merasakan lari marathon yang 42 KM penuh-nuh tuh gimana rasanya. Sekali aja, pengin nyoba.

Nah, saat itu di pertengahan 2018 mendapati tulisan yang dibagikan cerita pengalaman dan tips lari oleh salah satu teman yg di WAG komunitas lari yg paling hitz di Kemenkeu 

@ba015runners .

Membaca dan terus membaca, ingin dan terus ingin, penasaran dan terus penasaran.

Akhirnya ya coba aja daftar utk marathon di akhir 2018, namun apa daya, saat itunya keinginan tertunda gegara balapannya batal, yaudah tetap gak patah harapan.

Akhirnya baru di akhir 2019 mimpi itu nyata, berhasil selesaikan 42km lari-lari meski harus menempuh 6 jam, iya saat itu pas di bulan usia saya 44, penginnya larinya nggenepi 44km pisan. Huh, kemaki.

Semua itu gak lain dan gak bukan karena inspirasi dan motivasi dari cerita dari blog teman itu.

Saat ini cerita di blog itu sudah jadi sebuah buku yang isinya kisah teman itu dalam menaklukkan ego dengan berlari.

Sebuah buku “Dari Tanzania ke Tapaktuan”, pagi ini saya khusus berlari lagi dari rumah saya ke rumah teman itu, hanya untuk mengambil buku yang ceritanya telah menginspirasi saya.

Iya, pagi ini saya khusus berlari pulang-pergi ke rumahnya, hanya 10km ya, bukan 42km.

Teman itu, adalah teman saya, teman kita semua, teman yang menginspirasi, teman yang memotivasi.

Maka, kita hadirnya…mas 

@riza_almanfaluthi
Terima kasih, mas.
Salam sehat, salam hora-hore.

Saya?
Tuman.
Mau nyoba lagi yang 42kilo itu.
Iya.
Saya,
Kapok lombok.

**

Saya ini biasa saja. Laki-laki yang punya hobi menulis sekaligus hobi olahraga baru-baru saja, tepatnya mulai November 2014. Sampai sekarang lari dan Freeletics masih tetap dikerjakan.

Yang membedakan itu barangkali adalah semua pelarian dan pengalaman itu saya dokumentasikan dalam bentuk tulisan yang bisa dibaca oleh banyak orang. Dari sanalah kemudian menginspirasi banyak orang.

Benar sekali orang bijak dulu yang pernah mengatakan, “Teruslah berbuat baik, teruslah menulis, dan kita tidak pernah tahu dari kebaikan yang mana akan membuat orang lain terinspirasi.”

Buat yang belum tahu apa isi buku Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini silakan baca sinopsisnya di sini.

Sedangkan sinopsis buku Dari Tanzania ke Tapaktuan, Titik Tak Bisa Kembali, Kisah Lelaki menaklukkan Ego dengan Berlari bisa dibaca di sini.

Untuk pemesanan silakan mengisi formulir ini

***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
20 Maret 2021

Advertisement

Tinggalkan Komentar:

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.