Hobi dan Obsesi


Selepas menghadiri undangan rapat, saya mendapati dua orang perempuan sedang berlari sore di  halaman kompleks perkantoran Kementerian Keuangan.

Olahraga lari memang sedang booming dan menjadi gaya hidup masyarakat. Berbagai perlombaan digelar, mulai dari yang bersifat kompetisi sampai sekadar hiburan. Komunitas lari pun banyak bermunculan, termasuk di Kementerian Keuangan.


Lari pada hakikatnya merupakan olahraga murah. Hanya dengan mengandalkan kekuatan kaki, kita semua bisa melakukan olahraga ini. Namun, saat menjadi hobi, olahraga lari bisa jadi tidak murah lagi. Terlebih, bila dilengkapi dengan sejumlah aksesoris pendukung semisal sepatu, jam, kaos, celana, dan topi.

Bagi saya, menggeluti hobi adalah sesuatu yang sah-sah saja, bahkan perlu didukung. Hal ini mengingatkan saya dengan cerita yang ditulis seorang kawan pada laman Facebook-nya. Cerita ini mengenai dua orang laki-laki dengan masing-masing hobinya. Saking bagusnya, menurut saya, cerita ini saya simpan di arsip surat elektronik saya.

Tersebutlah dua orang kawan lelaki berstatus menikah yang sama-sama dalam perantauan. Untuk membunuh sepi, kedua lelaki ini menghabiskan waktunya dengan menekuni hobi playstation. Sang istri kawan pertama merasa baik-baik saja dengan hobi suaminya. Tak ada alasan yang membuat dia keberatan, hanya saja dia berpesan agar suaminya menjaga kondisi badan dan disiplin waktu.

Sang istri kawan kedua, keberatan dengan hobi suaminya. Bermacam alasan selalu dilontarkan untuk menghentikan sang suami dari hobinya. Mulai dari hobi tersebut tak berguna, kebiasaan begadang karena hobi, pengaruh hobi bagi buruknya kesehatan, dan sebagainya.

Tahun berganti. Hobi playstation sepertinya sudah terlalu membosankan.  Kedua lelaki tersebut kemudian berganti hobi. Kali ini mereka menggilai mobil remote control, lengkap dengan peralatan perakitan, perbengkelan, dan perlombaannya. Buat hobi ini, istri kawan pertama menyatakan baik-baik saja saja. Istri dari kawan kedua, lagi-lagi ngedumel. Bahkan melarang keras sang suami bermain mobil remote control.

Tahun demi tahun berlalu, kedua sahabat tadi telah berpisah karena alasan kedinasan mengharuskan mereka pindah tugas. Rupanya kawan pertama, kini memiliki hobi baru. Tak tanggung-tanggung, hobinya mengutak-atik, touring, bahkan ikut lomba dengan mobil off road-nya. Ketika touring dan lomba, istrinya menjadi navigator.  Sementara kawan kedua, entah sekarang menekuni hobi apa. Namun yang pasti, istrinya bukan lagi yang dulu mendampinginya.

Lewat kisah ini, kita jadi tahu, bahwa hobi menjadi salah satu cara bagi kebanyakan orang untuk menyalurkan obsesinya. Melarang menekuni hobi, bisa mengakibatkan penyaluran obsesi, yang boleh jadi ke tempat yang tak dikehendaki.

Jadi, bagaimana dengan Anda?

***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
Artikel tersebut telah dimuat di Majalah Media Keuangan Edisi Juli 2018.
Edisi lengkapnya bisa diunduh di sini.
Terima kasih Mas Devie Kurniawan atas inspirasinya.

5 thoughts on “Hobi dan Obsesi

  1. Kebetulan saya suka lari, meski jarang ikut fun run, maraton, atau sejenisnya. Jadi, saya rada ngerti gimana rasanya dilarang-larang. Btw, kawan kedua kok serem ya kelanjutan ceritanya 😛

    Liked by 1 person

Tinggalkan Komentar:

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.