Michelle LaVaughn Robinson Juga Bayar Pajak


Michelle LaVaughn Robinson Juga Bayar Pajak

Tidak sekali ini saya mendapatkan email untuk konsultasi pajak yang saya duga adalah tugas kuliah Sang Penanya. Dan itu dibenarkan Sang Penanya. Katanya dia juga sudah punya jawabannya. Jawaban saya nanti untuk dicocokkan dengan jawabannya. Tidak apa-apa sih sebenarnya. Sekalian membantu saya untuk menyegarkan pemahaman saya. Ilmu itu tidak akan pernah berkurang selagi dibagi, kecuali kalau dipendam sendiri kemungkinan hilangnya besar. Sayang bukan?

Kali ini tentang dividen. Soalnya begini:

PT. Padang Makmur pada tanggal 1 Februari 2012 membagikan dividen kepada para pemegang sahamnya sebesar Rp2.000.000.000,00 Dividen ini berasal dari laba ditahan. Pembagian dividen ini berdasarkan jumlah kepemilikan saham. Adapun rincian pemegang saham dari PT. Padang Makmur adalah sebagai berikut:

– PT. Esa Unggul Jaya dengan nilai saham Rp150.000.000

– PT. Maju Jaya dengan nilai saham Rp375.000.000

– Tn. Haliem dengan nilai saham Rp195.000.000

– Ny. Obama dengan nilai saham Rp120.000.000

– CV. Cargo Express dengan nilai saham Rp165.000.000

– Nikita Dini dengan nilai saham Rp60.000.000

– PT. Dino Permai dengan nilai saham Rp435.000.000

Diminta:

1. Hitunglah pembagian dividen oleh PT Padang Makmur kepada para pemegang sahamnya.

2. Hitunglah Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23, PPh Pasal 4 ayat (2) dan yang bukan objek PPh.

3. Kapan paling lambat PT Padang Makmur harus menyetorkan PPh Pasal 23.

4. Kapan paling lambat PT Padang Makmur harus menyetorkan PPh Pasal 4 ayat (2).

5. Kapan paling lambat PT Padang Makmur harus melaporkan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Pasal 23.

6. Kapan paling lambat PT Padang Makmur harus melaporkan SPT Masa PPh Pasal 4 ayat (2).

clip_image001

Jawaban Riza Almanfaluthi alias dedaunan alias petugas pajak alias Penelaah Keberatan alias Petugas Banding:

1. Pembagian Dividen

% Kepemilikan

2. Pajak-pajak

PPh Dividen

Yuk kita bahas satu per satu.

Sekarang kita pilah dulu mana dari pemegang saham tersebut yang Wajib Pajak Badan. Ada empat di sana. Yaitu PT Esa Unggul Jaya, PT Maju Jaya, CV. Cargo Express, dan PT Dino Permai. Kenapa dividen yang diterima PT Maju Jaya dan PT Dino Permai bukan objek pajak? Coba lihat pada Pasal 4 ayat (3) huruf f Undang-undang No.7/1983 stdtd No.36/2008. Bukan objek pajak jika dividen itu diterima Perseroan Terbatas sebagai Wajib Pajak dalam negeri, koperasi, BUMN, dan BUMD dengan syarat dividen berasal dari cadangan laba ditahan dan kepemilikan sahamnya paling rendah 25% dari jumlah modal yang disetor.

Sedangkan PT Esa Unggul karena kepemilikan modalnya sebesar 10% maka ia tidak memenuhi syarat sebagai dividen yang bukan objek pajak. Dividennya dikenakan PPh dalam hal ini adalah PPh Pasal 23 dengan tarif 15%. Bagaimana dengan CV Cargo Express? CV Cargo Express bukanlah PT sehingga dividennya tetap dikenakan PPh yaitu PPh Pasal 23 dengan tarif sebesar 15%.

Kita beralih kepada Wajib Pajak orang pribadi. Sesuai dengan ketentuan Pasal 17 ayat (2c) undang-undang yang sama disebutkan bahwa dividen yang dibagikan kepada Wajib Pajak orang pribadi dalam negeri dikenakan tarif 10% dan bersifat final. Maka atas penghasilan dividen yang diterima oleh Tn. Haliem dan Nikita Dini merupakan objek PPh Pasal 4 ayat (2) yang dikenakan dengan tarif 10%.

How about Mrs. Obama? Saya berasumsi dia adalah istri presiden AS yang punya nama panjang Michelle LaVaughn Robinson. So, saya kudu nginggris juga nih nulisnya. Abaikan. Atas dividen yang diterima oleh Mrs. Obama bukan objek PPh Pasal 23 melainkan PPh Pasal 26. Untuk itu lihat dulu Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda (P3B) antara Indonesia Amerika Serikat. Lihat yah. Coba lihat. Adakah hak pemajakannya di Indonesia? Jika memang ada maka kita berhak untuk melakukan pemotongan.

Dengan tarif berapa? Dengan tarif yang disepakati di sana, dalam P3B itu. Jika Mrs. Obama dengan tidak menggunakan supremasinya sebagai istri presiden paling terkemuka di dunia ia mau membayarnya maka tarifnya adalah 10%. Asalkan ia juga mampu menunjukkan dan menyerahkan asli surat keterangan domisili (SKD) dari kantor pajak berwenang di sana kepada PT Padang Makmur. Jika tidak, maka dikenakan 20%. Karena Mrs. Obama kasihan sama rakyat Indonesia dan mau menyumbang maka ia tidak menunjukkan SKD dan rela dipotong PPh Pasal 26 sebesar 20%. Mulia…mulia.

3. Penyetoran dan Pelaporan

Tanggal 1 Februari 2012 dicatat dalam pembukuan PT Padang Makmur, maka saat itulah terutang PPh Pasal 23, PPh Pasal 26, dan PPh Pasal 4 ayat 2. Pada saat itulah dibuat bukti pemotongan oleh pemotong pajak dalam hal ini adalah PT Padang Makmur. Bukti pemotongan itu wajib diberikan kepada para penerima dividen. Masa pajaknya berarti masa pajak Februari 2012.

Paling lambat PPh yang telah dipotong itu disetorkan dengan Surat Setoran Pajak (SSP) tanggal 10 Maret 2012, karena 10 Maret 2012 itu hari sabtu maka paling lambat tanggal 12 Maret 2012 penyetorannya.

SPT Masa PPh Pasal 23, Pasal 26, dan Pasal 4 ayat (2) tersebut dilaporkan ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) paling lambat pada tanggal 20 Maret 2012.

Itu saja yah. Semoga bermanfaat. Kalau jawabannya ada yang salah, mari kita cocokkan dan diskusikan. Saya juga manusia biasa yang bisa salah dan lupa.

***

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

10:44 04 Maret 2012

BATAS WAKTU PALING LAMBAT PENYETORAN PAJAK DAN PELAPORAN SPT TAHUNAN



BATAS WAKTU PALING LAMBAT PENYETORAN PAJAK DAN PELAPORAN SPT
TAHUNAN



Seperti yang telah saya sampaikan di artikel terdahulu bahwa dengan adanya Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang
Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan maka batas waktu penyampaian SPT Tahunan adalah sebagai
berikut:


Pasal 3 ayat (3) UU KUP No.28 Tahun 2007

Batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:

a. untuk Surat
Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;

b. untuk Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun
Pajak; atau

c. untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir Tahun Pajak.


Dan telah dikeluarkan

Peraturan Menteri Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo
Pembayaran dan Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan
Pelaporan Pajak, serta Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.


Dalam aturan di atas disebutkan batas waktu paling lambat penyetoran dan pelaporan SPT Masa serta pengaturan bila
tanggal jatuh tempo pembayaran dan pelaporan tersebut bersamaan dengan tanggal merah atau hari libur dan cuti
bersama.


Lalu bagaimana dengan batas
waktu paling lambat penyetoran dan pelaporan SPT Tahunan yang bertepatan dengan hari libur? Memang di dalam PMK
(Peraturan Menteri Keuangan) tersebut tidak dibahas.


Pendapat saya tentang tidak
dibahasnya hal tersebut untuk SPT Tahunan adalah sebagai berikut:


1.

Bisa jadi

aturan ini dikeluarkannya nanti (tidak satu paket dengan semua keputusan lain yang dikeluarkan secara bersamaan di
Bulan Desember 2007). Lalu dikeluarkannya kapan? Nanti ketika saat-saat penyetoran dan pelaporan pajak yang biasanya
ramai di bulan Maret dan April tahun kalender.


2.

Bisa jadi

tidak dikeluarkan karena tidak ada cuti bersama yang bertepatan dengan batas waktu paling lambat penyetoran dan
pelaporan pajak.


3.

Tidak dikeluarkan aturan ini karena di dalam Penjelasan Pasal 3 ayat (3)
Undang-undang KUP yang baru itu sudah jelas dinyatakan dengan tegas bahwa
batas waktu penyampaian Surat Pemberitahuan dianggap cukup memadai bagi Wajib Pajak untuk mempersiapkan segala
sesuatu yang berhubungan dengan pembayaran pajak dan penyelesaian pembukuannya apalagi untuk SPT Tahunan.


Batas Waktu Penyetoran Tahunan


Nah, ini pula yang berubah dengan adanya Undang-undang KUP yang baru ini. Dulu
Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan harus dibayar lunas paling lambat
tanggal dua puluh lima bulan ketiga setelah Tahun Pajak atau
Bagian Tahun Pajak berakhir, sebelum Surat Pemberitahuan itu disampaikan.


Sekarang tidak ada lagi batas waktu paling lambatnya. Di dalam Pasal 9 ayat (2)
Undang-undang KUP disebutkan sebagai berikut:


Kekurangan pembayaran pajak yang terutang berdasarkan Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan harus dibayar
lunas sebelum Surat Pemberitahuan Pajak Penghasilan disampaikan.



Artinya bagaimana? Ya artinya adalah bahwa batas waktu paling lambat penyetoran kekurangan pembayaran pajak yang
terutang (PPh Pasal 29) sama saja dengan batas waktu paling lambat pelaporan SPT Tahunan. Kenapa begini?


Karena ada dua jadwal waktu paling lambat yang berbeda untuk pelaporan SPT Tahunan
yaitu untuk Wajib Pajak Orang Pribadi dan Wajib pajak Badan. Tentu ini akan merepotkan dalam penyusunan
undang-undang. Yaitu misalnya paling lambat tanggal 25 bulan ketiga atau tanggal 25 bulan keempat. Ya sudah, tidak
ditentukan secara rinci tapi global saja. Ini juga memberikan keuntungan bagi Wajib Pajak karena diberikan waktu
lebih panjang.


Untuk lebih jelasnya saya ilustrasikan begini:


Ibnu Riza seorang pengusaha kaya dan ia mempunyai kewajiban melaporkan SPT Tahunan 1770
tahun pajak
2008
.
Setelah dihitung-hitung PPh Pasal 29-nya sebesar Rp675.000.000,00. Ia harus melaporkan SPT Tahunannya paling
lambat tanggal 31 Maret 2009 tapi sebelumnya ia harus menyetor dulu PPh Pasal
29-nya ke Bank. Lalu tanggal 27 Maret 2009 ia setor pajaknya ke Bank Muamalat. Dan besoknya yaitu tanggal 28 Maret
2009 ia melaporkan SPT Tahunannya ke KPP di mana ia terdaftar sebagai Wajib Pajak.

Penjelasan Ilustrasi:

Dulu setiap penyetoran pada tanggal 27 Maret dianggap sebagai penyetoran yang
terlambat sehingga harus dikenai sanksi administrasi berupa denda. Kini tidak
lagi dianggap sebagai suatu keterlambatan karena yang penting pajaknya dilunasi terlebih dahulu sebelum SPT Tahunan
disampaikan.

Ilustrasi kedua:

PT ANTI KAPITALISME INDONESIA (AKI) merupakan Wajib Pajak Badan yang mempunyai
tahun buku dari 01 Januari sampai dengan 31 Desember. Karena berbagai macam hal dan tidak sempat untuk mengajukan
perpanjangan penyampaian SPT , maka SPT Tahunannya untuk tahun pajak 2008
terlambat disampaikan yaitu pada tanggal 15 Mei 2009. Tetapi penyetorannya ia
lakukan pada tanggal 27 April 2009. Terlambatkan ia dalam menyetorkan pajak dan melaporkan SPT Tahunannya?

Penjelasan Ilustrasi:

Untuk penyetoran pajak PT AKI tidak terlambat. Karena batas waktu penyetoran dan
pelaporan SPT Tahunan adalah tanggal 30 April 2009. Tetapi dalam pelaporannya ia terlambat, sehingga kudu dikenakan
denda oleh KPP. Dendanya sebesar Rp1.000.000,00. (lihat tulisan saya yang berjudul Denda Naik 10x Lipat).

Sanksi Administrasi (bunga) Karena
Terlambat Setor


Kalau Wajib Pajak terlambat dalam menyetorkan pajak tahunannya bagaimana?
Jawabannya adalah ia dikenakan sanksi administrasi berupa bunga sesuai ketentuan di dalam Pasal 9 ayat (2b)
Undang-undang KUP sebagai berikut:


Atas pembayaran atau penyetoran pajak sebagaimana dimaksud pada ayat (2) yang
dilakukan setelah tanggal jatuh tempo penyampaian Surat Pemberitahuan Tahunan, dikenai sanksi administrasi berupa
bunga sebesar 2% (dua persen) per bulan yang dihitung mulai dari berakhirnya batas waktu penyampaian Surat
Pemberitahuan Tahunan sampai dengan tanggal pembayaran, dan bagian dari bulan penuh 1 (satu) bulan.




Demikian uraian dari saya tentang masalah ini. Semoga
bermanfaat.


BIla kurang jelas dipersilakan untuk bertanya. Karena sesungguhnya konsultasi
pajak di sini gratis karena andalah Wajib Pajak.




Riza Almanfaluthi


Dedaunan di ranting cemara


12:48 19 Januari 2008



BATAS WAKTU PALING LAMBAT PENYETORAN PAJAK DAN PELAPORAN SPT MASA


BATAS WAKTU PALING LAMBAT PENYETORAN PAJAK DAN PELAPORAN SPT
MASA

Dulu, sebelum adanya undang-undang perpajakan yang baru yaitu Undang-undang Nomor 28 Tahun 2007 tentang Ketentuan
Umum dan Tatacara Perpajakan (KUP) Wajib Pajak diberikan kesempatan untuk menyetorkan pajaknya adalah paling lambat
tanggal 10 atau 15 bulan berikutnya setelah masa pajak berakhir. Dan untuk pelaporan Surat Pemberitahuan (SPT) Masa,
Wajib Pajak harus menyampaikannya ke kantor pelayanan pajak (KPP) tempat Wajib pajak terdaftar paling lama 20 hari
setelah masa pajak berakhir.

Di mana ada ketentuan lanjutannya berupa dalam hal tanggal jatuh tempo penyetorannya bertepatan dengan hari libur maka pembayarannya dapat dilakukan
pada hari kerja berikutnya. Dan dalam hal tanggal jatuh pelaporan SPT Masa bertepatan dengan hari libur maka pelaporannya wajib
disampaikan kepada KPP paling lambat satu hari kerja sebelum tanggal jatuh tempo.

Misalnya SPT Masa PPN masa pajak Pebruari 2006 yang batas penyampaiannya paling lambat tanggal 20 Maret 2006, karena
tanggal tersebut adalah hari libur maka tanggal jatuh temponya maju menjadi tanggal 19 Maret 2006. Jikalau tanggal 19
tersebut juga adalah hari libur maka tanggal 18 maret 2006 itulah yang menjadi tanggal jatuh tempo. Bila lewat dari
tanggal tersebut maka Wajib Pajak akan dikenakan sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp50.000,00.

Kini mulai tanggal 01 Januari 2008 maka ketentuan di atas berubah dengan telah dikeluarkannya Peraturan Menteri
Keuangan Nomor 184/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007 tentang Penentuan Tanggal Jatuh Tempo Pembayaran dan
Penyetoran Pajak, Penentuan Tempat Pembayaran Pajak, dan Tata Cara Pembayaran, Penyetoran dan Pelaporan Pajak, serta
Tata Cara Pengangsuran dan Penundaan Pembayaran Pajak.

Ohya, perlu saya beritahu terlebih dahulu bahwa yang berubah adalah pada masalah tanggal jatuh tempo pelaporan yang
bertepatan dengan hari libur. Sedangkan untuk tanggal jatuh tempo penyetoran yang bertepatan dengan hari libur masih
sama dengan ketentuan sebelumnya.

Berdasarkan peraturan menteri keuangan (PMK) tersebut maka batas akhir pelaporan yang bertepatan dengan hari libur
termasuk hari sabtu atau hari nasional, pelaporannya dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

Ya, kini Wajib Pajak diberikan kelonggaran hari dan kesempatan yang panjang dalam penyampaian SPT Masanya. Tentu ada
alasan yang mendasari dari dikeluarkannya PMK ini, yang menurut saya adalah sebagai berikut:

1. Secara formal tentunya adalah dalam rangka melaksanakan ketentuan yang diamanahkan dalam Undang-undang KUP,
di mana dalam undang-undang tersebut pemerintah dalam hal ini menteri keuangan diberikan kewenangan untuk memberikan
penjelasan sebuah ketentuan secara lebih rinci lagi;

2. Mengimbangi adanya kewajiban yang lebih besar yang dibebankan kepada Wajib Pajak yaitu berupa pengenaan denda
10 kali lipat bagi Wajib Pajak yang terlambat dalam menyampaikan SPT Masa PPN. Sehingga diharapkan dengan adanya
keluasan batas waktu penyampaian SPT Masa tersebut tidak ada lagi Wajib Pajak yang terlambat dalam penyampaiannya;

3. Seperti yang sudah kita ketahui bersama bahwa cuti bersama mengakibatkan banyaknya hari libur, dan yang
seringnya terjadi bertepatan dengan batas waktu penyetoran pajak atau pelaporan SPT Masa sehingga Direktur Jenderal
Pajak meluncurkan peraturan secara kasuistik yang memberikan kesempatan perpanjangan waktu penyetoran pajak dan
penyampaian SPT Masa.

Daripada dalam tahun yang sama berkali-kali dikeluarkan peraturan tersebut maka lebih baik kalau masalah cuti
bersama yang bertepatan dengan batas waktu paling lambat penyetoran pajak dan pelaporan SPT Masa dimasukkan secara
permanen dalam peraturan ini.

Akan saya sebutkan di sini ketentuan dalam PMK ini yang mengatur hari libur yang bertepatan dengan tanggal jatuh
tempo pembayaran dan pelaporan.

Pasal 3

(1) Dalam hal tanggal jatuh
tempo pembayaran atau penyetoran pajak bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur nasional,
pembayaran atau penyetoran pajak dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

(2) Hari libur nasional
sebagaimana dimaksud ayat (1) termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh
Pemerintah dan
cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Pasal 8

(1) Surat Pemberitahuan Masa
atau laporan hasil pemungutan pajak sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 disampaikan ke Kantor Pelayanan Pajak tempat
Wajib Pajak, Pemotong Pajak atau Pemungut Pajak terdaftar dan/atau dikukuhkan.

(2) Dalam hal batas akhir
pelaporan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 bertepatan dengan hari libur termasuk hari sabtu atau hari libur
nasional, pelaporan dapat dilakukan pada hari kerja berikutnya.

(3) Hari libur nasional
sebagaimana dimaksud ayat (1) termasuk hari yang diliburkan untuk penyelenggaraan Pemilihan Umum yang ditetapkan oleh
Pemerintah dan
cuti bersama secara nasional yang ditetapkan oleh Pemerintah.

Kalau kita perhatikan baik-baik peraturan di atas tepatnya pada Pasal 8 ayat (3) maka akan ada yang mengganjal.
Walaupun terlihat sepele namun seharusnya kesalahan itu tidak perlu dilakukan. Saya menulis pasal-pasal di atas asli
dan tanpa diubah sedikitpun dari salinan PMK yang aslinya dan terdapat tanda tangan pejabat Departemen Keuangannya
dan yang saya unduh dari situs internal (intranet) Direktorat Jenderal Pajak.

Dalam pasal itu seharusnya tertulis "….sebagaimana dimaksud ayat (2)" bukan "….sebagaimana dimaksud ayat
(1)
". Karena penyebutan hari libur nasional dalam Pasal 8 ini ada di ayat (2) bukan ayat (1). Jadi
saya menyangka si pengetik naskah PMK ini asal copas (copy paste) dari ketentuan Pasal 3.

Kemudian kita beralih pada pertanyaan lanjutan yang muncul yaitu bagaimana dengan di daerah yang sedang
menyelenggarakan PILKADA yang bertepatan dengan batas waktu paling lambat penyetoran pajak atau pelaporan SPT? Kalau
di daerah tersebut sudah dinyatakan hari pencoblosan diberlakukan sebagai hari libur maka kiranya dapat dipersamakan
di sini bahwa batas waktu penyetoran dan pelaporannya juga adalah pada hari kerja berikutnya.

Namun untuk lebih dapat dipastikan kiranya Wajib Pajak harus bertanya kepada Kantor Pelayanan Pajak yang berada di
wilayah yang sedang menyelenggarakan pemilihan umum kepala daerah tersebut agar Wajib Pajak tidak dikenai sanksi
administrasi karena terlambat menyetor pajak atau melaporkan SPT masanya.

Lalu bagaimana dengan batas waktu penyetoran dan pelaporan SPT Tahunan yang bertepatan dengan hari libur? Saya tidak
akan membahasnya di sini dan Insya Allah akan saya bahas di tulisan lain karena perlu pembahasan panjang.

Berikut tabel batas waktu penyetoran dan pelaporan masa dari masing-masing jenis pajak.

Tabel Batas Waktu Penyetoran Pajak dan Pelaporan SPT Masa

No.

Jenis Pajak

Penyetoran ke Bank/Pos

Pelaporan ke KPP

1

PPh Pasal 4 ayat (2) yang dipotong oleh pemotong pajak

Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya

Paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir

2

PPh Pasal 4 ayat (2) yang harus dibayar sendiri oleh WP

Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya

Paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir

3

PPh Pasal 15 yang dipotong oleh pemotong pajak

Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya

Paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir

4

PPh Pasal 15 yang harus dibayar sendiri oleh WP

Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya

Paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir

5

PPh Pasal 21 yang dipotong oleh pemotong pajak

Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya

Paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir

6

PPh Pasal 23 dan 26 yang dipotong oleh pemotong pajak

Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya

Paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir

7

PPh Pasal 25

Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya

Paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir

8

PPh Pasal 22, PPN, atau PPN & PPnBM atas Impor

Dilunasi bersamaan dengan saat pembayaran Bea Masuk

PPh Pasal 22, PPN, atau PPN & PPnBM atas Impor dalam hal Bea Masuk Dibebaskan

Dilunasi pada saat penyelesaian dokumen pemberitahuan pabean impor

9

PPh Pasal 22, PPN, atau PPN & PPnBM atas Impor yang dipungut oleh Ditjen BC

Harus disetor dalam jangka waktu 1 hari kerja setelah dilakukan pemungutan pajak

Laporan mingguan paling lama pada hari kerja terakhir minggu berikutnya

10

PPh Pasal 22 yang dipungut Bendahara

Pada hari yang sama dengan pelaksanaan pembayaran

Paling lama 14 hari setelah Masa Pajak berakhir

11

PPh Pasal 22 atas penyerahan BBM, gas, dan pelumas, kepada penyalur/agen industry yang dipungut oleh WP Badan
yang bergerak dalam bidang produksi BBM, gas, dan pelumas

Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya

Paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir

12

PPh Pasal 22 yang pemungutannya dilakukan oleh Wajib Pajak badan tertentu sebagai pemungut pajak

Paling lama tanggal 10 bulan berikutnya

Paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir

13

PPN atau PPN dan PPnBM yang terutang dalam satu masa pajak

Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya

Paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir

14

PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh bendahara pemerintah atau instansi pemerintah yang
ditunjuk

Paling lama tanggal 7 bulan berikutnya

Paling lama 14 hari setelah Masa Pajak berakhir

15

PPN atau PPN dan PPnBM yang pemungutannya dilakukan oleh Pemungut PPN selain bendahara pemerintah atau
instansi pemerintah yang ditunjuk

Paling lama tanggal 15 bulan berikutnya

Paling lama 20 hari setelah Masa Pajak berakhir

16

PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sesuai Pasal 3 ayat (3b) UU KUP yang melaporkan
beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa

Paling lama pada akhir Masa Pajak terakhir

Paling lama 20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir

17

Pembayaran Masa selain PPh Pasal 25 bagi Wajib Pajak dengan kriteria tertentu sesuai Pasal 3 ayat (3b) UU KUP
yang melaporkan beberapa masa pajak dalam satu SPT Masa

Paling lama sesuai dengan batas waktu untuk masing-masing jenis pajak

Paling lama 20 hari setelah berakhirnya Masa Pajak terakhir

Sumber: Pasal 2 dan Pasal 7 PMK No.184/PMK.03/2007 tanggal 28 Desember 2007

Demikian apa yang saya sampaikan. Semoga bermanfaat. Bila bermanfaat, sebarkan artikel ini dengan mencantumkan
sumbernya. Bila tidak buang saja ke tong sampah.

Masyarakatkan konsultasi pajak secara gratis.

Bila ada yang kurang jelas sila untuk bertanya. Karena konsultasi di sini adalah gratis khusus untuk Anda
sebagai Wajib Pajak.

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

19 Januari 2008

SANKSI DENDA NAIK 10X LIPAT


SANKSI DENDA NAIK 10 KALI
LIPAT

Mulai tanggal 01 Januari 2008 ini telah diberlakukan undang-undang baru perpajakan
yaitu Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 28 Tahun 2007 Tentang Perubahan Ketiga Atas Undang-Undang
Nomor 6 Tahun 1983
Tentang Ketentuan Umum
Dan Tata Cara Perpajakan
.

Ada yang perlu diperhatikan bagi para Wajib Pajak entah Wajib Pajak badan atau
perseorangan. Saya tidak akan membahas mengenai isi keseluruhan dari undang-undang tersebut. Tetapi saya sedikit
ingin menginformasikan ketentuan mengenai sanksi pelanggaran kepada Wajib Pajak yang telat dalam menyampaikan Surat
Pemberitahuan (SPT) Masa ataupun Tahunan.

Dulu sebelum ada undang-undang baru apabila kita telat dalam menyampaikan SPT Masa
entah Pajak Penghasilan (PPh) atau Pajak Pertambahan Nilai (PPN) yakni melewati batas waktu yang telah ditetapkan
paling lama 20 hari setelah akhir masa pajak, maka kita cukup dikenai sanksi denda sebesar Rp50.000,00. Sedangkan
untuk SPT Tahunannya yang batas waktu penyampaiannya paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun
Pajak
cukup dikenai denda sebesar Rp100.000,00.

Kini dengan undang-undang baru tersebut, maka ada perubahan berupa kenaikan
drastis untuk sanksi administrasi denda dan batas waktu penyampaian SPT Tahunan, khususnya untuk SPT Wajib Pajak
Badan.

Langsung saja saya akan kutip pasal-pasalnya satu-persatu.

A.
Batas Waktu Penyampaian SPT — Pasal
3 ayat (3) UU KUP No.28 Tahun 2007

Batas
waktu penyampaian Surat Pemberitahuan adalah:

a. untuk Surat
Pemberitahuan Masa, paling lama 20 (dua puluh) hari setelah akhir Masa Pajak;

b. untuk Surat
Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak orang pribadi, paling lama 3 (tiga) bulan setelah akhir Tahun
Pajak; atau

c.
untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib Pajak badan, paling lama 4 (empat) bulan setelah akhir
Tahun Pajak.

Perlu digarisbawahi bahwa ketentuan
batas waktu SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Badan adalah untuk SPT Tahunan Tahun Pajak 2008 dan seterusnya. Artinya bahwa
SPT Tahunan PPh Badan tahun pajak 2007 tetap disampaikan paling lama 3 bulan setelah akhir tahun pajak 2007, yaitu
tepatnya tanggal 31 Maret 2008.

B.
Sanksi Administrasi Denda –
Pasal 7 ayat (1) UU KUP No. 28 Tahun 2007

(1) Apabila Surat Pemberitahuan tidak disampaikan dalam jangka waktu sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 3 ayat (3) atau batas waktu perpanjangan penyampaian Surat Pemberitahuan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 3 ayat (4), dikenai sanksi administrasi berupa denda sebesar Rp500.000,00 (lima ratus ribu rupiah) untuk
Surat Pemberitahuan Masa Pajak Pertambahan Nilai, Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Masa
lainnya, dan sebesar Rp1.000.000,00 (satu juta rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan Wajib
Pajak badan serta sebesar Rp100.000,00 (seratus ribu rupiah) untuk Surat Pemberitahuan Tahunan Pajak Penghasilan
Wajib Pajak orang pribadi.



Jadi bagi siapa saja yang punya kewajiban menyampaikan SPT Masa PPN mulai masa pajak Januari 2008-ingat
hanya untuk masa pajak Januari 2008 dan seterusnya, bukan masa-masa pajak sebelum tahun 2008-dan terlambat dalam
menyampaikannya ke kantor pajak maka dikenakan sanksi sebesar Rp500.000,00, besarnya 10 kali lipat dari sanksi denda
yang lama. Sedangkan untuk SPT Masa lainnya dikenakan denda sebesar Rp100.000,00. Besarnya dua kali lipat dari denda
yang lama.


Besarnya denda 10 kali lipat daripada denda yang lama juga diberlakukan kepada SPT Tahunan PPh Wajib
Pajak Badan yang terlambat disampaikan ke kantor pajak. Yang kini dendanya sebesar Rp1.000.000,00. Suatu jumlah yang
besar menurut saya dan juga untuk Wajib Pajak Badan yang skalanya kecil. Tetapi denda yang sama dengan denda yang
lama hanya dikenakan kepada Wajib Pajak Orang Pribadi, cuma sebesar Rp100.000,00.

Tidak diberlakukannya jumlah kenaikan
denda baru untuk Wajib Pajak Orang Pribadi di undang-undang baru ini bisa jadi dikarenakan untuk mencegah adanya
tunggakan pajak yang tidak bisa dibayar dan tertagih oleh kantor pajak akibat adanya Surat Tagihan Pajak yang amat
memberatkan Wajib Pajak Orang Pribadi tersebut.

Apalagi saat ini sedang digalakkan
ekstensifikasi Wajib Pajak oleh Direktorat Jenderal Pajak (DJP) terhadap orang pribadi karyawan yang mempunyai
penghasilan di atas Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP). Yang tentu upaya ini membuat banyak orang pribadi walaupun
penghasilannya di atas PTKP tetapi penghasilan tersebut pas-pasan saja atau hanya sedikit di atas PTKP. Juga yang
jabatannya di dalam perusahaan tersebut hanya sekadar buruh atau karyawan biasa saja.

Apalagi pengetahuan perpajakan di
kalangan tersebut masih dikatakan sangat awam sekali. Sehingga untuk menghindari adanya sengketa berkepanjangan maka
sanksi keterlambatan pun tidak ada kenaikan. Intinya di undang-undang baru ini selain terdapat penyederhanaan sanksi
juga ada penyederhanaan formulir SPT Tahunan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi. Yang bermuara pada penyederhanaan
sistem administrasi perpajakan Indonesia.

Ini dijelaskan dalam penjelasan dari
Pasal 7 Undang-undang baru ini sebagai berikut:

Maksud pengenaan sanksi administrasi berupa
denda sebagaimana diatur pada ayat ini adalah untuk kepentingan tertib administrasi perpajakan dan meningkatkan
kepatuhan Wajib Pajak dalam memenuhi kewajiban menyampaikan Surat Pemberitahuan.


Bisa jadi alasan-alasan tersebut di atas yang mendasari adanya ketentuan di ayat
selanjutnya yang mengatur pengecualian sanksi administrasi di atas terhadap Wajib Pajak-Wajib Pajak tertentu yang
dulu diatur hanya dengan Keputusan Menteri Keuangan. Kini di undang-undang baru ini dicantumkan siapa saja yang
dikecualikan dari pengenaan sanksi administrasi berupa denda di atas.

C.
Pengecualian Pengenaan Sanksi Administrasi Denda – Pasal 7 ayat (2) UU KUP No. 28 Tahun 2007

Pengenaan sanksi
administrasi berupa denda sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak dilakukan terhadap :

a.

Wajib Pajak orang pribadi
yang telah meninggal dunia;

b.

Wajib Pajak orang pribadi
yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas.

c.

Wajib Pajak orang pribadi
yang sudah tidak melakukan kegiatan usaha atau pekerjaan bebas;

d.

Bentuk Usaha Tetap yang
tidak melakukan kegiatan lagi di Indonesia;

e.

Wajib pajak badan yang
tidak melakukan kegiatan usaha lagi tetapi belum dibubarkan sesuai dengan ketentuan yang berlaku;

f.

Bendahara yang tidak
melakukan pembayaran lagi;

g.

Wajib Pajak yang terkena
bencana, yang ketentuannya diatur dengan Peraturan Menteri Keuangan; atau

h.

Wajib Pajak lain yang
diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan.

Penjelasan :

Bencana adalah bencana
nasional atau bencana yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan.

Ya, itu saja yang dapat saya informasikan berkenaan dengan batas waktu penyampaian
SPT, pengenaan sanksi administrasi berupa denda, dan siapa-siapa saja yang dikecualikannya. Semoga bermanfaat, bagi
Anda semua.

Wassalaamu'alaikum wr.wb.

Yang masih belum jelas tentang hal ini sila untuk bertanya kepada saya
melalui:

1.
Halaman Konsultasi Pajak di blog saya ini;

2.
Atau melalui email di : riza [dot] almanfaluthi [at] gmail [dot] com (tanpa
spasi).

Tags: konsultasi pajak, denda, sanksi administrasi pajak, SPT Tahunan, SPT Masa,
UU KUP, PPH Badan, PPN.

riza almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

10:09 02 Januari 2008