Sejak 16 Maret 2023, penulis akan menerima royalti lebih besar daripada sebelumnya.
Ini karena Direktur Jenderal Pajak mengeluarkan Peraturan Direktur Jenderal Pajak nomor PER-1/PJ/2023 tentang Pedoman Teknis Tata Cara Pemotongan, Penyetoran, dan Pelaporan Pajak Penghasilan Pasal 23 atas Penghasilan Royalti yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Orang Pribadi yang Menerapkan Penghitungan Pajak Penghasilan Menggunakan Norma Penghitungan Penghasilan Neto.
Dalam ketentuan tersebut, jumlah bruto royalti yang dikalikan dengan tarif royalti akan menjadi lebih kecil. Tentunya royalti yang dimaksud bukan saja royalti yang diterima oleh penulis, melainkan royalti yang diterima juga oleh pencipta lagu, musisi, peneliti, dan penerima royalti lainnya. Dalam tulisan ini saya mengambil contoh royalti yang diterima oleh penulis.
Perbandingan
Sebelum peraturan tersebut keluar, Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23 atas royalti adalah jumlah royalti diterima oleh penulis dikalikan tarif 15%.
PPh Pasal 23 = 15% x jumlah royalti
Dengan adanya peraturan baru tersebut, PPh Pasal 23 atas royalti sama dengan jumlah royalti dikalikan 40% dan dikalikan lagi dengan tarif 15%. Jadi tarif efektifnya sebesar 6%.
PPh Pasal 23 = 15% x 40% x jumlah royalti
Supaya penulis bisa menerapkan ketentuan tersebut, penulis harus memenuhi syarat-syaratnya terlebih dahulu.
1. Penulis memiliki penghasilan kurang dari Rp4,8 miliar dalam setahun.
2. Penulis harus sudah menjadi wajib pajak dulu. Penulis harus memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP). Aktivasi NIK penulis supaya bisa jadi NPWP. Penulis akan mendapatkan EFIN untuk bisa mengakses situs web pajak.go.id. Simpan dengan baik EFIN tersebut.
3. Buat akun di situs web pajak.go.id. Simpan dengan baik kata sandi yang dimiliki.
4. Penulis harus menyampaikan Surat Pemberitahuan Penggunaan Norma Penghitungan Penghasilan Neto (NPPN) kepada kantor pajak tempat penulis terdaftar sebagai wajib pajak. Penulis menyampaikan surat tersebut secara daring melalui situs web pajak.
5. Penulis akan menerima Bukti Penerimaan Surat penggunaan NPPN secara elektronik.
6. Penulis menyerahkan Bukti Penerimaan Surat tersebut kepada pemberi royalti atau pemotong pajak supaya pajaknya bisa dipotong lebih rendah daripada sebelumnya.
Contoh Penghitungan
Abdul Basit adalah penulis novel terkenal Indonesia. Pada Desember 2022, penerbit meluncurkan novel Abdul Basit berjudul: Anak Senja di Plaza de Espana. Novel itu laris di pasaran. Penerbitnya merencanakan akan memberikan royalti pada Juni 2023.
Supaya Abdul Basit mendapatkan tarif royalti yang lebih kecil, pada Januari 2023 Abdul Basit menyampaikan pemberitahuan penggunaan NPPN ke Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Cibinong atau secara daring melalui pajak.go.id.
Sesuai ketentuan, wajib pajak yang menggunakan NPPN wajib memberitahukan mengenai penggunaan Norma Penghitungan paling lama tiga bulan sejak awal Tahun Pajak yang bersangkutan.
Pada Juni 2023, Abdul Basit menerima royalti sebesar Rp4 miliar. Abdul basit menyerahkan bukti penerimaan surat kepada penerbit supaya royalti itu dipotong dengan tarif efektif sebesar 6%. Perhitungan PPh Pasal 23-nya sebagai berikut.
= 15%x40%xRp4 miliar
= 6%xRp4 miliar
= Rp240 juta
Pemotong Pajak
Pemotong pajak (penerbit buku yang memberikan royalti) wajib membuat bukti pemotongan PPh Pasal 23 dan menyerahkannya kepada penulis. Kewajiban ini memang harus dilaksanakan setiap kali ada pemotongan pajak.
Selain itu, pemotong pajak juga wajib menyetorkan PPh Pasal 23 yang telah dipotong. Uang pajak yang diterima dari penulis itu bukan uang milik pemotong pajak. Uang pajak itu milik rakyat yang harus disetor ke kas negara melalui bank atau kantor pos dan dilaporkan dalam Surat Pemberitahuan (SPT) Masa PPh Unifikasi.
Setelah Pemotongan Pajak
Setelah pemotongan pajak itu bukan berarti penulis tidak melakukan apa-apa lagi. Penulis masih memiliki kewajiban melaporkan seluruh penghasilannya di dalam SPT Tahunan PPh Orang Pribadi.
Di sini penulis sering bertanya-tanya mengapa penulis masih harus lapor SPT Tahunan walaupun sudah dipotong pajak royalti? Ini karena SPT Tahunan menjadi sarana penulis untuk melaporkan penghasilan yang diperoleh dari royalti dan penghasilan lain yang belum dipotong pajaknya. Misalnya penghasilan dari menyewakan rumah atau dari penghasilan lainnya.
SPT Tahunan menjadi sarana penulis untuk menghitung ulang pajak atas seluruh penghasilannya, sehingga ketahuan nantinya apakah penulis akan kurang bayar pajak atau kelebihan bayar pajak. Dalam penghitungan ulang itu ada pengurangan berupa Penghasilan Tidak Kena Pajak (PTKP).
PTKP ini merupakan hak wajib pajak. Besaran PTKP untuk wajib pajak orang pribadi adalah sebagai berikut.
1. Rp54 juta untuk diri wajib pajak orang pribadi;
2. Rp4,5 juta tambahan untuk wajib pajak yang kawin;
3. Rp54 juta tambahan untuk seorang istri yang penghasilannya digabung dengan penghasilan suami;
4. Rp4,5 juta tambahan untuk setiap anggota keluarga sedarah dan keluarga semenda dalam garis keturunan lurus serta anak angkat, yang menjadi tanggungan sepenuhnya, paling banyak tiga orang untuk setiap keluarga.
Besaran PTKP ditentukan dari kondisi pada awal tahun pajak atau awal bagian tahun pajak.
SPT juga menjadi sarana penulis untuk melaporkan harta dan utangnya. Sistem perpajakan Indonesia menganut sistem self assessment yang mempercayakan sepenuhnya penghitungan, penyetoran, dan pelaporan pajak kepada wajib pajak. Pelaporan harta dan utang dalam SPT Tahunan menjadi bahan analisis untuk petugas pajak dalam pengawasannya kepada wajib pajak.
SPT Tahunan PPh wajib pajak orang pribadi wajib disampaikan paling lambat 31 Maret tahun berikutnya. Misalnya pada contoh Abdul Basit di atas. Abdul Basit wajib lapor SPT Tahunan PPh tahun pajak 2023 paling lambat 31 Maret 2024.
Dalam SPT Tahunan tersebut, Abdul Basit harus melaporkan seluruh penghasilannya termasuk penghasilan dari royalti. Atas penghasilan royalti yang diterima, penulis melaporkannya dalam SPT Tahunan pada kolom penghasilan neto dalam negeri dari pekerjaan bebas. Jumlah yang ditulis dalam kolom tersebut adalah 50% dari royaltinya karena penulis telah diberikan izin menghitung PPh menggunakan NPPN.
PPh Pasal 23 yang telah dipotong oleh pemotong pajak itu menjadi kredit pajak atau pengurang pajak pada saat Abdul Basit menghitung ulang penghasilannya di SPT Tahunan tahun pajak 2023.
Hakikinya PPh Pasal 23 itu merupakan angsuran pajak Abdul Basit. Daripada Abdul Basit membayar pajaknya besar di akhir tahun, maka ada pemotongan PPh Pasal 23 di kesempatan pertama dan luang, yaitu pada saat Abdul Basit menerima penghasilan.
Mempermudah Administrasi
Penurunan tarif pajak royalti dari 15% menjadi tarif efektif sebesar 6% ini sekaligus memberikan kemudahan dan kepastian hukum serta mengurangi ongkos kepatuhan bagi penulis pengguna NPPN yang menerima royalti.
Bila diterapkan dengan tarif 15%, SPT Tahunan penulis cenderung menjadi lebih bayar karena pemotongan PPh Pasal 23 terlalu besar di awal. SPT Tahunan dengan status lebih bayar berhak untuk menerima pengembalian pajak yang telah dibayarkan (restitusi), namun harus melalui mekanisme pemeriksaan sesuai pasal 17B Undang-Undang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Jangka waktu pemeriksaan lebih bayar tersebut paling lama dua belas bulan.*)
Dengan pajak royalti sebesar tarif efektif 6% akan membuat SPT Tahunan menjadi kurang bayar. Wajib pajak tidak lagi dibebani dengan pemeriksaan pajak karena status SPT lebih bayar. Ini menghemat waktu dan ongkos kepatuhan wajib pajak.
Berikut simulasi penghitungan pemotongan PPh Pasal 23 dengan tarif lama sebesar 15% atas penghasilan berupa royalti yang diterima oleh penulis sebagai wajib pajak orang pribadi pengguna NPPN.
Simulasi di atas menunjukkan bahwa penulis sebagai wajib pajak orang pribadi cenderung akan lebih bayar pada saat melaporkan SPT Tahunan apabila diterapkan pajak royalti sebesar 15%.
Demikian. Semoga bermanfaat.
***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
23 Maret 2023
*)Sebagai catatan tambahan, sejak 2018, untuk wajib pajak orang pribadi dengan lebih bayar sampai dengan Rp100 juta, sesuai Peraturan Menteri Keuangan Nomor 39/PMK.03/2018, tidak perlu diperiksa, cukup diteliti untuk diberikan fasilitas pengembalian pendahuluan. Waktu penyelesaiannya juga singkat, hanya dua minggu.