Beberapa hari setelah lebaran, kawan lama bertanya kepada saya via Whatsapp.
Ia menunjukkan setruk pembelian. Di setruk itu, setelah “subtotal” ada pengenaan Lebaran Surcharge dan PB1 10%. Tentunya pengenaan itu menambah jumlah yang harus dibayar oleh kawan lama saya ini.
Lalu ia mengajukan beberapa pertanyaan kepada saya.
Pertama, apakah pengenaan Lebaran Surcharge dan PB1 10% itu sudah sesuai dengan ketentuan pemerintah daerah atau pusat?
Kedua, tarif “surcharge” itu berapa persen? Dan apakah pengenaan itu dari pihak pemda atau restonya?
Jawab:
A. Pajak Restoran (*)
Jadi begini. Yang dimaksud dengan PB1 itu sebenarnya adalah Pajak Restoran.
Sepengetahuan saya PB1 adalah istilah lama sebelum adanya Undang-Undang (UU) Nomor 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah.
Pajak Restoran dalam UU itu adalah pajak atas pelayanan yang disediakan oleh restoran.
Pajak Restoran ini bukan termasuk jenis pajak pusat ataupun provinsi, tetapi jenis pajak yang dipungut oleh pemerintah kabupaten/kota.
Jadi Pajak Restoran bukan jenis pajak pusat seperti PPN. Tidak ada pengenaan PPN atas layanan yang disediakan Restoran.
Setiap orang yang membeli makanan atau minuman di restoran atau dibawa pulang kena Pajak Restoran. Penentuan tarifnya ditetapkan dengan Peraturan Daerah dengan tarif paling tinggi sebesar 10%.
Dasar pengenaan Pajak Restoran adalah jumlah pembayaran yang diterima oleh restoran.
Dari setruk di sana diketahui kalau pengenaan pajaknya atas jumlah makanan yang dikonsumsi oleh kawan lama saya itu ditambah Lebaran Surcharge.
Restoran memungut pajak itu dari konsumen yang membeli makanan atau minuman di restoran itu kemudian menyetorkan pajak itu kepada kas daerah.
B. Service Charge
Di setruk itu ada juga Lebaran Surcharge. Ini sebenarnya sama saja dengan Service Charge.
Pihak pemerintah kabupaten/kota tidak mengatur dan menentukan soal Service Charge ini. Pihak restoran yang menentukan sendiri berapa tarifnya dan uangnya akan dikemanakan. Itu milik restoran atau bisa juga dibagi khusus untuk karyawannya.
Soal tarif Service Charge ini biasanya tidak melebihi tarif Pajak Restoran.
Jadi Service Charge itu bisa saja ada atau tidak ada. Semua tergantung pihak restoran. Lebaran Surcharge itu bisa jadi nanti tidak ada setelah lebaran usai. Atau kemudian berganti nama dengan istilah lain, yang penting ada Service Charge yang dipungut dari konsumen.
Tentu yang patut diingat, semakin tinggi tarif Service Charge semakin tinggi harga yang harus dibayar oleh konsumen dan sudah pasti akan memengaruhi hasrat konsumen untuk makan dan minum kembali di restoran tersebut.
Demikian jawaban saya ini semoga bisa dipahami dengan mudah. Pertanyaan dan komentar lain silakan di kolom komentar.
Selamat bersilaturahmi. Selamat bekerja kembali.
***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
9 Mei 2022
(*) Catatan: Artikel ini ditulis sebelum saya mengetahui adanya UU Nomor 1 Tahun 2022 tentang Hubungan Keuangan antara Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Pada tanggal 18 Mei 2022 saya baru mengetahui UU tersebut. UU HKPD ini diundangkan pada 5 Januari 2022. Mulai tanggal tersebut maka penyebutan Pajak Restoran sudah tidak ada lagi. UU tersebut menghapus istilah Pajak Restoran dan menggantikannya dengan istilah Pajak Barang dan Jasa Tertentu (PBJT). Pengenaan tarifnya sama dengan tarif sebelumnya.