Apa Kesan Pertama Bersua Dengan Istrimu?


Mas Wiyoso sedang mengajar kelas di KPP PMA Lima (4/2).

Omong-omong, hari ini (Selasa, 4 Februari 2020) saya bersilaturahmi dengan segelintir orang yang memang berniat untuk belajar menulis di Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Penanaman Modal Asing (PMA) Lima. Kami memang meminta kepada pengampu di sana yaitu Mas Anang Anggarjito, kalau untuk belajar menulis itu tidak perlu dihadiri banyak pegawai satu kantor, tetapi cukup oleh pegawai yang serius belajar menulis dari lubuk kalbunya yang paling dalam.

Akhirnya terkumpul 20 orang yang berniat belajar menulis. Acara diadakan satu setengah hari mulai Selasa sampai Rabu  (4-5 Februari 2020). Nah, pas pada sesi belajar menulis opini yang saya ampu siang ini, saya memberikan materi, salah satunya tentang membuat judul yang menarik. Judul itu penting karena judul adalah kesan pertama dan paling utama dari sebuah tulisan. Ketika kita berkunjung ke toko buku, lalu mengambil satu buku, itu karena apa? Karena kita melihat judul.

Saya bertanya kepada salah satu peserta yang wajahnya sepertinya familiar dan terasa dekat, namun entah di mana saya mengenalnya. “Mas, coba bayangkan. Dulu kesan pertama apa ketika bertemu dengan istri, Mas?” Dulu loh yah, kata teman sebelahnya menggoda. Ia berpikir sejenak. Lalu ia menjawab, “Manis.” Great, manis. Sehingga mas itu memilih perempuan itu menjadi istrinya.

Ia kemudian bertukas kepada saya. “Mas, juga mengenalnya.” Hah, kenal? Siapa? Tanya saya. Ia menjawab, “Namanya Erin Fadilah Sari”. Waow… pantas seperti kenal. Ternyata salah satu peserta itu adalah suaminya Erin Fadilah Sari yang wajahnya sering saya lihat di lini masanya Erin. Selamat, great. Dunia memang sempit. 😊😊😊

Nah, beberapa minggu kemudian Erin memesan buku pertama saya yang berjudul Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini. Berikut adalah testimoni dari Erin pada Jumat, 28 Februari 2020 di akun Facebooknya saat buku Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini telah tiba dan bersimpuh dengan waktu-waktu yang ia miliki:

Akhirnya buku yang dinanti datang juga, hmm tulisan di atas tanda tangannya ini yang agak berat untuk dilakukan. Rasanya udah berabad yang lalu kegiatan tulis menulis saya tinggalkan. Bermula dari ‘keterpaksaan’ dan ‘terjebak’ untuk menulis artikel di majalah internal kantor, lalu jadi rutin karena ada slot artikel yang harus diisi. Kepindahan tugas di lain pulau menjadi alasan baru ketika pelan2 kegiatan ini mulai berkurang saya lakukan. Butuh pemicu agar keinginan menulis itu datang lagi. Sedangkan kondisi saat ini ibarat mas2 di pom bensin yang berkata ‘Dimulai dari nol ya’. Makasih buat supportnya Riza Almanfaluthi….semoga kelak saya bisa istiqomah nulis lagi 😁

Terima kasih Erin. Ditunggu karyamu berikutnya.

Buat teman-teman yang ingin mengetahui lebih jauh apa isi buku Orang Miskin Jangan Mati di Kampung Ini silakan memesannya dengan mengisi formulir ini. Mangga.

https://forms.gle/2XtH4KEPG9wqgYVq9

Sinopsis buku ini bisa dibaca pada tautan berikut: https://rizaalmanfaluthi.com/2020/02/24/buku-kedua-itu-terbit-orang-miskin-jangan-mati-di-kampung-ini/

***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
29 Februari 2020

Advertisement

Tinggalkan Komentar:

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.