Aris Affandi, Account Representative (AR) Kantor Pelayanan Pajak (KPP) Pratama Bangka, dengan menahan pilu memimpin doa di aula kantor pada Senin duha itu (29/10). Para pegawai yang ikut dalam acara doa bersama tak kuasa menambak tangis. Air mata tumpah.
Mereka masih berharap lima kawan mereka yang berada dalam pesawat Lion Air dengan nomor penerbangan JT-610 selamat. Pesawat itu dikabarkan hilang kontak dan jatuh di perairan Tanjung Pakis, Karawang, Jawa Barat pada pukul 06.32 WIB.
Akun Instagram resmi Direktorat Jenderal Pajak (DJP) @DitjenPajakRI mengonfirmasi terdapat 12 pegawai DJP dalam pesawat yang terbang dari Jakarta menuju Pangkalpinang itu.
Pada keesokan harinya, karangan bunga tanda berkabung sudah berjajar di halaman kantor. Suasana nestapa masih sangat terasa. Mata sembap terlihat pada wajah para pegawai yang tertunduk.
Mereka tetap tak percaya telah kehilangan rekan-rekan kerjanya. Mereka melihat kursi dan meja yang sudah tak berpenghuni, foto dan benda-benda lain di meja yang tak bertuan. “Rasa-rasanya seperti mimpi,” kenang Aris.
Selain lima pegawai KPP Pratama Bangka, tujuh lainnya berasal dari KPP Pratama Pangkalpinang. Dua kantor ini berada di Pulau Bangka dan merupakan unit vertikal Kantor Wilayah DJP Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung. Sedangkan di Pulau Belitung hanya ada satu KPP yakni KPP Pratama Tanjungpandan.
Kekosongan SDM
Keadaan ini membuat KPP Pratama Bangka telah kehilangan dua kepala seksi, dua AR, dan satu Fungsional Pemeriksa Pajak (FPP).
Di KPP Pratama Bangka terdapat 10 posisi eselon IV. Sebelum kejadian hanya tujuh posisi yang terisi. “Sekarang jadi berkurang dua lagi, sehingga tinggal lima kepala seksi,” kata Kepala KPP Pratama Bangka Edwin Warganingrat Muliya kepada Intax beberapa waktu yang lalu.
Untuk sementara, Edwin mengatur agar seksi yang tidak memiliki kepala seksi diisi dengan kepala seksi yang ada, pelaksana senior, atau AR senior di seksi itu sebagai Pelaksana Harian atau Pelaksana Tugas.
Kepala KPP Pangkalpinang Krisnawiryawan Wisnu Hananto yang tepat pada saat kejadian berada di Pangkalpinang dan tidak dalam jadwal rutinitas pulang ke Jakarta kehilangan pula banyak anggotanya, terdiri dari 4 kepala seksi, 2 FPP, dan 1 AR.
Sebelum terjadinya peristiwa itu ada tujuh dari sembilan posisi eselon IV di KPP Pratama Pangkalpinang yang terisi dan musibah itu membuat kantor hanya memiliki tiga kepala seksi. “Agar kantor tetap berjalan, masing-masing kepala seksi merangkap tiga jabatan,” Krisna menjelaskan.
Dengan situasi tersebut Krisna menguatkan anggota timnya supaya tidak hanyut dalam duka karena apa pun yang terjadi kantor harus tetap berjalan dan amanah yang diemban harus tetap tertunaikan. Setiap hari Krisna berkeliling kantor untuk mendorong para pegawai tetap fokus terhadap komitmen yang telah disepakati bersama.
Manajemen Duka
Setelah kejadian tersebut, Senin sorenya Edwin yang sedang berdinas di Palembang langsung terbang ke Jakarta. Selain menyambangi Crisis Center di Terminal 1B Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, Edwin menemui keluarga korban untuk menabahkan.
Sebelum terbang, Edwin mengirimkan pesan kepada seluruh pegawai KPP melalui aplikasi percakapan, “Saya tetap akan ada mendampingi teman-teman semua di KPP Pratama Bangka.”
Beberapa acara digelar untuk menegarkan mental para pegawai KPP Pratama Bangka yang masih terkejut dengan kehilangan besar itu. Pada Selasa sore salat gaib digelar, dilanjutkan dengan pembacaan doa dan tausiah.
Pada Kamis malam mereka mengadakan acara tahlilan sekaligus siraman rohani. Esok Jumatnya, Kepala Kantor Wilayah Sumatera Selatan dan Kepulauan Bangka Belitung Imam Arifin memberikan pengarahan sekaligus penghiburan di Aula KPP Pratama Bangka. Pada Selasa pekan berikutnya, Staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Pengawasan Pajak Puspita Wulandari datang untuk memberikan motivasi.
Krisna mengunjungi keluarga korban untuk menyampaikan empati, duka cita, dan memberikan dorongan agar tidak berlarut-larut dalam kesedihan. Krisna pun berusaha memastikan hak-hak pegawai yang menjadi korban terpenuhi.
“Bagaimanapun teman-teman cukup terpukul karena kehilangan teman-teman baik. Kita biasa melihat ada bencana alam sekian ribu orang meninggal. Sedih. Namun yang kita alami adalah kawan-kawan kita sendiri, dampaknya sangat berat,” tutur Krisna.
Aris sendiri menuturkan, para pegawai merasakan kehilangan yang teramat berat walau hanya sebatas teman sekantor. “Bagaimana pula dengan kehilangan yang dirasakan oleh para keluarga yang ditinggalkan?” tanya Aris.
Memaknai Kehilangan
Beberapa pegawai lain biasanya ikut dalam penerbangan Senin pagi itu, namun batal terbang karena ada yang masih melanjutkan dinas, sakit, cuti, lokasi ujian yang dipindahkan, atau karena tidak jadwal pulang ke Jakarta.
Sebenarnya Krisna sendiri pada akhir pekan itu pas jadwal pulang ke Jakarta, tetapi karena dua minggu sebelumnya Krisna mengikuti diklat di Jakarta selama sepekan, akhirnya jadwalnya bergeser. Ia memilih tidak pulang. “Ini semata-mata karena Allah masih memberikan kesempatan umur buat saya,” ujar Krisna.
Menurut Krisna, ini yang bisa menyadarkan semuanya bahwa kerja di pajak bukan hanya sekadar mengejar target dan IKU, namun adanya kesadaran bahwa semua pegawai pajak adalah keluarga. “Ketika ada anggota keluarga yang meninggalkan kita, kita luar biasa kehilangannya,” tambah Krisna.
Atas duka dan kehilangan ini Edwin pun berpendapat, “Kejadian ini justru makin membuat kita sadar tentang tugas dan amanah yang disandang sebagai pegawai pajak dengan segala konsekuensinya.”
Insiden ini juga membuat beberapa pegawai mengalami trauma untuk naik pesawat terbang. Di sisi lain menjadikan ikatan kekeluargaan antarpegawai semakin erat.
Setelah kejadian itu, pada Jumat sore, para pegawai mendoakan teman-teman yang akan pulang ke Jakarta atau Palembang. Pada hari Seninnya mereka yang kembali kemudian disambut, dijabat erat tangannya, dan ditanya tentang bagaimana penerbangannya.
Seperti Muhajir, AR KPP Pratama Bangka, yang pesawatnya baru mendarat dan mengalami keterlambatan parah. “Dak apolah yang penting selamat,” tulis Muhajir di Grup Whatsapp AR KPP Pratama Bangka. Anggota grup yang lain menimpali, “Selamat berkumpul bersama keluarga.”
Mereka saling meneguhkan. Mereka bersama-sama menempuh jalan pilu melepas nestapa. [Rz]
***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
Artikel ini ditulis untuk dan telah dimuat dalam edisi khusus Intax Bulan November 2018 dengan judul: Jalan Pilu Lepas Nestapa
Gambar sekadar ilustrasi, diambil dari Pinterest.com