Cerita Lari Tugu To Tugu 2017: Kelinci dan Kura-kura


 
Malam itu, sebagian manusia mencari kemeriahan,

sebagiannya lagi mencari Tuhannya, sedang aku?

 

Setahun nan lampau berlari di malam tahun baru masih menjadi sebuah angan-angan. Di Tapaktuan, di sebuah kantor yang masih memantau target tahunan, akhir tahun 2016 menjadi momen yang tak bisa diabaikan. Kami harus stand by. Dua puluh satu hari kemudian, saya dipindah ke Jakarta.

Setahun kemudian angan-angan itu menjadi nyata. Di malam terakhir 2017, saya berdiri di tengah kelimunan pelari yang akan memulai pelarian itu. Bersiap-siap menempuh jarak 30 kilometer dari Polres Depok sampai Kantor Walikota Bogor.

Dan petang itu, kami hanyalah sebagian dari ratusan pelari yang mengikuti lari Tugu to Tugu yang diadakan oleh komunitas lari Bogor Runners. Siang tadi ada yang sudah berlari dari Tugu Monas untuk menempuh jarak 55 kilometer menuju Bogor.

Tepat pukul 19.00 bendera lari dikibarkan. Kesemarakan begitu tampak terlihat. Kesemarakan yang akan berganti dengan kesenyapan, karena beberapa kilometer di depan masing-masing pelari sudah berjuang untuk dirinya sendiri agar tetap bisa berlari.

Berlari malam memang beda. Banyak hal yang harus dipersiapkan. Gear (perlengkapan) lari yang diwajibkan panitia, surat kesehatan, dan sudah barang tentu asupan dan istirahat yang cukup.

Dua hal yang terakhir ini saya betul-betul jaga walaupun dua hari sebelumnya saya telah melakukan perjalanan jauh. Hari H itu, pagi dan siangnya saya benar-benar menikmati makan nasi uduk. Bahkan sempat-sempatnya naik ke atas genting untuk mengecek radar dan pelampung di bak penampung air.

Bawaannya lengkap banget yak…

Ini pertama kalinya saya lari di malam hari. Dengan perlengkapan lari yang begitu komplet dibawa dalam sebuah tas punggung khusus lari. Ini juga kedua kalinya saya akan berlari menempuh jarak 30 kilometer. Sebuah jarak paling jauh yang pernah saya tempuh.

Seminggu sebelumnya saya sudah lari 24 kilometer dan itu dipenuhi dengan drama kram yang luar biasa. Semoga kali ini tidak lagi, karena memori otot masih mengingat jauhnya jarak itu.

Ketika bendera start dikibarkan, saya meninggalkan Mas Asdaferry—teman DJP Runners—yang mengajak saya ikutan race ini. Ia akan menjadi pacer buat teman-teman di BA015 Runners.

Saya tidak memulai pelarian itu dengan pace kencang seperti minggu lalu. Pace kelinci di awal, pace kura-kura setelahnya. Tidak. Pace senyamannya saya saja.

Ini bukan lari pagi. Ini lari di suatu kondisi dengan oksigen yang tipis, CO2 yang bertebaran, jalanan penuh, banyak angin malam, di bulan yang rawan hujan, dan jarak yang jauh sekali. Saya harus menyimpan banyak tenaga.

Di kilometer kedua, saya bertemu dengan Pak Muhammad Sholeh, pelari andal DJP Runners yang langganan podium, sedang berada di water station inisiatifnya sendiri. Ia menawarkan air mineral dan buah-buahan kepada setiap pelari yang lewat di depannya.

Belum juga tujuh kilometer lampu kelap-kelip warna hijau yang terpasang di sepatu kiri lepas melulu. Saya ambil dan taruh di depan dada. Lampu kedap-kedip warna oranye masih kokoh terpasang di sepatu kanan. Head lamp yang terpasang di atas topi Reformasi Perpajakan berfungsi dengan daya yang cukup menerangi jalanan.

Tiba di jalanan Citayam yang sempit dan padat sekali malam itu kami memang harus hati-hati apalagi saat melewati Stasiun Citayam sampai pasarnya. Di pertigaan Bambu Kuning, jalan sempit itu berakhir. Kini kami menyusuri jalan Tegar Beriman yang pada saat itu dipenuhi dengan orang-orang yang meramaikan malam tahun baru dengan tablig akbar.

Malam itu, sebagian manusia mencari kemeriahan, sebagiannya lagi mencari Tuhannya, sedang aku? Masih terbata-bata mencari nafas.  “Dan pada setiap desahan nafas yang kau hembuskan terdapat takdir Allah yang ditetapkan,” Ibnu Atha’illah Assakandari.

Lanjut ke cerita berikutnya: Banyak Drama.

 

 

***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
Belitong, 2 Januari 2018

Advertisement

2 thoughts on “Cerita Lari Tugu To Tugu 2017: Kelinci dan Kura-kura

Tinggalkan Komentar:

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.