kita memesan dua gelas kopi instan kepada ibu pedagang minuman di depan stasiun itu sambil melihat lalu lalang, untuk bersama menikmati butiran pahit dan menyesali gula-gulanya.
tapi kita tahu tak ada yang kebetulan dari semua persuaan ini serupa percakapan bubuk kopi dan panasnya air di suatu gelas, kini, agar waktu tak cepat pulang ada yang terus mengiba.
:tenggelamlah ke dasar gelas, bercengkerama dengan ampas, dan kembalilah lekas-lekas.
***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
Stasiun Cawang, 10 Juli 2017