SEGELAS MABUK
Aku segelas mabuk yang bercerita tentang sebungkus bulan yang kau bawa di tepian panjang pantai calang. Kita santap setiap potongannya. Dan di setiap gigitan itu meledaklah bunyi nafas-nafas kita. Itulah saat hasrat mengeja api yang sering kau sebut rindu.
Aku segelas mabuk yang bercerita tentang debur ombak yang kau selalu rapihkan karena kusut untuk kupakai. Kita cari sebintik bayang di bola mata masing-masing. Seringkali di sana sebentuk jujur menjadi binar abadi tak pernah terhapus dengan sepercik dusta barangkali. Itulah saat malam sungkan menyimpan hujan yang sering kau sebut air mata.
Aku segelas mabuk yang bercerita tentang isak merupa nanar menggenangi ruang-ruang perih di puncak gerutee. Kita hirup aroma kopi tubruk panas. Mungkin sebentuk asap adalah pilinan resume dari kabut sejarah pertemuan kita. Setiap kau bicara tentang perpisahan, aku yang bicara tentang perjumpaan. Itulah saat Tolstoy pun gagap bicara apa yang sering kau sebut cinta.
Aku segelas mabuk yang bercerita. Cerita apa saja.
***
Riza Almanfaluthi
Lamlagang, Banda Raya, Banda Aceh
15 Mei 2014
Ditulis untuk Jejak Kata Tapaktuan
Sumber gambar dari sini.