AISHWARYA RAI, BIDADARI ITU


 

 

Kyai tua itu duduk-duduk di depan teras masjid sambil memandang ufuk timur yang penuh semburat mentari pagi. Posisi masjid yang lebih tinggi dan berada di atas tebing membuatnya leluasa untuk memandang pesona alam.

Halimun masih saja menyelimuti atap-atap rumah penduduk desa di bawah sana. Kicau burung membahana diiringi gemericik air pancuran yang berada di samping masjid itu. Ada geliat para petani menuju sawah dengan cangkul yang tergantung di pundak masing-masing.

Benar-benar deskripsi klasik dari sebuah pemandangan pedesaan bumi Pasundan. Semuanya terukir jelas pagi itu. Pagi yang seperti biasa ia lalui bertahun-tahun ini dengan zikir-zikir Almatsurat usai subuh yang terlontar dari mulutnya dan mulut para santrinya.

Baca Lebih Lanjut

Dua Tips Menjadi Murabbi Sukses


Salah satu dari 114 tips menjadi murabbi sukses yang ditulis oleh Satria Hadi Lubis adalah “jangan lupa untuk mempersiapkan materi”. Berikut kutipan lengkap dari tips kedua tersebut:

“Da’i harus memiliki argumen yang kuat untuk mendukung makna yang diutarakan dan harus memperhatikan kesesuaian argumen dengan makna tersebut. Ia memiliki keluasan dalam memilih argumen, sebab ayat-ayat Al Qur’an, hadits-hadits Rasul, sirah Nabawiyah yang harum, dan sejarah Islam adalah argumen yang kuat yang dapat digunakan untuk memperkuat pembicaraan” (Musthafa Masyhur).

Salah satu kebiasaan buruk murobbi yang sering dijumpai adalah tidak mempersiapkan materi. Mereka tampil spontan. Mungkin merasa mad’u sudah tsiqoh (percaya) dengan mereka, sehingga tidak bakalan hengkang. Padahal Shakespeare pernah mengingatkan, “Barangsiapa naik panggung tanpa persiapan, ia akan turun panggung dengan kehinaan”. Hasilnya, mad’u mungkin tidak hengkang. Tapi penyajian materi terasa hambar, monoton dan tidak aktual, karena tidak dipersiapkan sebelumnya. Akhirnya, mad’u lama kelamaan merasa bosan dan merasa tidak bertambah wawasannya. Mad’u jadi suka absen, atau paling tidak hadir tanpa antusias yang tinggi.
Karena itu, persiapkanlah materi yang akan Anda sampaikan di halaqah. Persiapkan walau hanya sebentar (10-15 menit). Idealnya, persiapan yang perlu Anda lakukan minimal 60 menit, agar Anda dapat mempersiapkan materi lebih komprehensif. Siapkan dalil naqli (dalil dari Al Qur’an dan Hadits) dan aqli (dalil secara rasional), data dan fakta terbaru, ilustrasi dan perumpamaan, contoh-contoh kasus, bahan humor, pertanyaan yang mungkin diajukan, bahasa non verbal yang perlu dilakukan, metode belajar yang cocok dan media belajar yang diperlukan.
Dengan persiapan prima, niscaya Anda akan tampil di halaqah bagaikan aktor kawakan yang mampu menyedot perhatian penonton (mad’u).

Tips di atas saya lakukan benar-benar. Caranya adalah dengan membuat materi tersebut dalam file berbentuk powerpoint. Maklum saya bukanlah seperti orang lain yang dengan mudahnya berbicara tanpa teks, tanpa slide, tanpa handsout. Jadi agar pembicaraan tetap terarah dari awal sampai akhir, pun agar yang diterangkan kepada pendengar adalah sesuai dengan maksud yang diharapkan dari tujuan materi tersebut maka saya melakukan upaya itu.
Pertama, saya akan membaca materi yang akan disampaikan tersebut—tentunya materi yang sesuai dengan kurikulum mentoring. Lalu sambil melakukan kegiatan itu saya pun sekaligus membuat file berekstensi ppt. Di situlah saya merasakan membaca sambil membuat, menjadikan saya—setidaknya—dapat memahami dengan mudah alur berpikir dari tema pokok materi.
Alhasil, setelah saya melakukan persiapan tersebut dengan matang, saya merasakan manfaat yang sangat besar—tentunya dengan pertolongan Allah pula—saya menjadi tidak grogi dan presentasi pun berjalan dengan lancar.
Sewaktu acara daurah pemuda se-Pabuaran, saya diberikan amanah oleh ketua panitia untuk menyampaikan materi bertema ghazwulfikr, dengan persiapan yang sungguh-sungguh maka Allah memudahkan saya memberikan materi tersebut. Begitu pula dengan Ahad kemarin untuk pertemuan pekanan yang ketiga ini saya memberikan materi tentang keseimbangan, dan lagi-lagi Allah memudahkan saya.
Saya sampai berkesimpulan, mungkin inilah jalan yang Allah tunjukkan kepada saya bahwa salah satu cara untuk menghindari kebingungan yang biasa saya derita dalam memberikan materi adalah dengan cara yang demikian. Buat softcopy dari materi tersebut.
Ya, salah satu kelemahan saya dalam mengisi mentoring adalah saya tak bisa tampil spontan dan kebingungan tentang materi apa yang harus saya berikan. Padahal referensi materi begitu seabrek dalam lemari buku. Sekali, dua kali, bahkan berkali-kali saya baca materi tersebut sebagai bentuk persiapan masih saja susah untuk dicerna oleh akal pendek saya.
Tetapi dengan tips di atas Insya Allah saya sudah bisa mengatasi kebingungan tersebut. Intinya adalah buat catatan atau presenter bilang buat poin-poinnya. Ini sesuai dengan tips selanjutnya dari Satria Hadi Lubis berikut ini:

3. Catat apa yang akan Anda bicarakan dengan mad’u

“Dan hendaklah ia rapi dalam segala urusannya” (Musthafa Masyhur).

Selain mempersiapkan materi, hal yang perlu Anda persiapkan sebelum mengisi halaqah adalah mencatat apa yang akan Anda bicarakan dengan mad’u. Misalnya, mencatat apa saja yang akan dievaluasi, apa saja informasi dan instruksi yang akan disampaikan, atau siapa yang akan Anda ajak bicara tentang sesuatu hal.
Dengan mencacat, Anda akan ingat apa yang akan Anda bicarakan dengan mad’u. Tapi jika mengandalkan ingatan, Anda akan lupa karena saking banyaknya hal yang perlu Anda sampaikan kepada mad’u. Kelupaan tersebut dapat berakibat fatal, jika yang akan Anda bicarakan adalah hal yang penting dan mendesak. Anda mungkin terpaksa membicarakannya di luar halaqah via telpon. Hasilnya, tentu tidak seefektif jika Anda sampaikan secara tatap muda di depan halaqah. Nah.. agar tidak lupa, catat apa yang akan Anda sampaikan kepada mad’u di buku atau di kertas Anda sebelum Anda mengisi halaqah.

Mungkin untuk orang lain, membuat poin-poin pembicaraan itu pun mudah semudah membalikkan tangan. Dengan cukup mengambil secarik kertas kosong lalu menuliskan poin-poin tersebut. Tetapi bagi saya itu belumlah cukup, saya kudu membuatnya dengan tampilan bagus terlebih dahulu dalam sebuah software khusus baru saya bisa lebih paham. Kegunaan lainnya adalah bisa langsung dicetak dan dibagikan kepada peserta mentoring.
Cuma satu kekhawatiran saya yakni upaya ini cuma semangat di awal saja lalu lama-kelamaan hilang ditelan bumi seiring dengan bangkitnya kemalasan saya. Tapi saya pikir, yang terjadi nanti biarlah terjadi nanti. Sekarang yang perlu saya lakukan adalah tetap memupuk semangat ini. Berusaha sekuat tenaga untuk tetap bekerja maksimal dalam jalan ini.

69. Dan orang-orang yang berjihad untuk (mencari keridhaan) Kami, benar- benar akan Kami tunjukkan kepada mereka jalan-jalan Kami. Dan sesungguhnya Allah benar-benar beserta orang-orang yang berbuat baik. [Al-Ankabuut, 29: 69]

Ayat di atas setidaknya menjadi pelipur kelelahan bagi saya. Semoga menjadi pelipur sampai akhir.

Kesimpulan Kiat:
1. Buat softcopy dari materi;
2. Catat apa yang akan disampaikan.

Maraji’:
– Alqur’anul Kariim
– Menjadi Murabbi Sukses, Satria Hadi Lubis

Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
kalibata mendung
12:28 20 Maret 2007

Gamay di antara Microsoft dan Google


GAMAY DI ANTARA MICROSOFT DAN GOOGLE

Malam ini saya sudah tidak sabaran sekali untuk menuliskan tentang Google setelah membaca sebagian halaman dari sebuah buku yang mengisahkan tentang kesuksesan Google—yang dirintis dua orang keturunan Yahudi—untuk tumbuh, berkembang, dan menjadi terbesar dengan nilai kapitalisasi saham yang tidak pernah dibayangkan para kapitalis untuk perusahaan baru tumbuh seperti Google. Di benak saya sudah tak terbendung lagi air bah ide untuk dituliskan agar tidak meluber kemana-mana.
Tetapi saya tidak akan menuliskan begitu saja isi tentang buku itu, karena apa yang mau saya tulis sedangkan bagi saya semuanya dari halaman pertama hingga halaman 167—halaman yang sedang saya baca, dan saya percaya sampai halaman terakhir pun—menarik semua dan tidak akan membuat saya bosan. Wajar saja kalau Daily Mail menulis sebuah endorsement di sampul depan buku berwarna putih—khas gaya antarmuka Google—itu dengan sebuah ungkapan: ”Sungguh memikat, ditulis dengan gaya kisah detektif…sangat cerdas.”
Di sini saya cuma ingin mengungkapkan sebuah kisah atau beberapa kisah tentang pergaulan saya dengan Google—sebuah ikon tentang citarasa gaya surfing masa kini yang membuat Bill Gates panik karena banyak sekali para lulusan tercerdas dari kampus-kampus ternama Amerika Serikat berusaha bergabung dengan Google alih-alih bergabung dengan Microsoft.
Ya, kisah yang dimulai dari sebuah keputusasaan saya mencari arsip-arsip penting di komputer desktop saya. Dengan mengklik tombol start di Windows bawaan komputer, lalu menekan tombol Search dengan ikon sebuah kaca pembesar maka muncul tampilan search result dengan balloon yang diungkapkan seekor anjing berwarna coklat.
”What do you want to search for?” tanya anjing itu. Maka saya ketikkan keywords dari file yang saya cari itu. Setelah saya memilih salah satu menu yang ada di sana lalu menekan tombol search, maka mulailah pencarian itu dimulai dengan si Anjing berdiri pura-pura sibuk membuka halaman-halaman buku tebal itu. Satu atau dua kemungkinan yang muncul pada search result. “Search is complete. There are no results to display.” Itu kemungkinan yang pertama. Selanjutnya adalah kalau file itu ada maka hasil pencarian memakan waktu yang cukup lama. Bermenit-menit bahkan. Sungguh lama sekali. Saya frustasi dengan hal ini.
Tetapi setelah saya mengenal Google di awal pengenalan saya dengan internet di tahun 2002, apalagi setelah Google mengeluarkan perangkat lunak canggihnya yaitu Google Desktop walaupun masih dalam versi beta, membuat persepsi saya tentang sebuah pencarian di komputer rumahan menjadi berubah, dari semula mengerikan, mimpi buruk menjadi mengasyikkan dan saya sungguh menikmatinya.
Google Desktop memberikan kepuasan manusiawi dalam hitungan detik dari pencarian ribuan file yang bersemayam dalam komputer kita. Sekarang saya tak lagi pusing-pusing lagi menemui file yang lupa disimpan di mana karena tidak suksesnya saya dalam penertiban administrasi file.
Software kecil tersebut juga memberikan fasilitas kotak pencarian kecil di taskbar—letaknya biasanya di sudut kanan bawah. Dengan ini saya tak perlu membuka halaman browser untuk pencarian sebuah file. Dengan mengetikkan satu huruf depan dari keywords maka akan tampil di atas taskbar tersebut indeks dari file-file yang dicari. Microsoft pernah sesumbar untuk membuat search engine desktop yang mampu mencari file dalam setiap bit di pc, tapi MSN Search (mesin pencari buatan Microsft) pun masih tak sanggup menandingi kehebatan PageRank—sistem Google dalam pencarian di dunia maya.
Luar biasa. Dulu hingga kini saya sangat terbantu dengan fasilitas ini. Oleh karena itu di saat saya pindah kantor dan menjumpai personal computer (pc) baru di hadapan saya, yang pertama kali saya lakukan adalah menginstalasi program bagus tersebut. Saya merasa seperti orang buta tanpa tongkat dengan tiadanya fasilitas itu.
Satu lagi bantuan yang membuat saya terpuaskan dari sistem pencarian ini adalah kemampuannya mengorganisir apa yang saya mau saat mencari data jurnal dan tesis. Saya tidak bisa membayangkan kalau tidak ada fasilitas ini, kemungkinan besar saya tidak bisa menyelesaikan tesis dalam waktu dua bulan penuh. Karena saya harus kemana-mana mencari data primer ataupun sekunder. Ke lokasi perusahaan, perpustakaan, ataupun ke Bursa Efek Jakarta.
Tapi dengan Google saya cuma cukup dengan memelototinya dan melihat bagaimana ia menginventarisir web-web mana saja yang harus saya kunjungi dan menyediakan data tersebut. Mulai dari Jakarta Stock Exchange, Yahoo! Finance, Reuters, Bloomberg, Republika Online, Kompas Online, dan situs-situs keuangan lainnya. Alhasil saya tak perlu capek-capek membolak-balikkan halaman berbagai referensi di perpustakaan atapun tempat-tempat yang saya sebutkan tadi.
Saya perlu menyatakan pula, dengan Google itulah saya menemukan satu tesis lengkap—mulai halaman pertama sampai akhir—yang menarik saya dan memberikan ide awal untuk membuat tesis. Menurut saya tesis si fulan ini cukup bagus, mudah dimengerti, dan satu yang pasti adalah sarannya yang memberikan ruang gerak kepada penelitian lanjutan. Akhirnya saya memutuskan untuk melanjutkan penelitiannya.
Tapi secara moral saya perlu legitimasi untuk ini, oleh karena itu saya perlu meminta izin secara informal dari penulis tesis. Lalu menghubungi siapa? Saya tak tahu kemana saya harus melakukan kontak dengan sang penulis. Tapi saya berpikir cepat, insting saya berjalan, karena dalam kata pengantar tesisnya ia adalah termasuk orang yang tidak gamay (gagap dunia maya) dan juga seorang blogger, saya langsung ketikkan nama si fulan di Google, Jreng….!!! Di layar, tampak alamat dan nomor telepon genggamnya. Saya sukses besar meminta kepadanya untuk mengizinkan saya melanjutkan penelitiannya dengan mengganti variabel-variabel penelitian dan menambah time frame penelitian sesuai apa yang disarankan pada bab terakhir tesisnya itu.
Berkaitan dengan penelitian saya kutip satu paragraf dalam buku tersebut:
Pelajar dan mahasiswa, berapa pun usia mereka, adalah pengguna Google kelas berat, walaupun ada guru dan dosen yang terus menyuruh mereka menggunakan mesin pencari akademik yang lebih khusus, selain mendorong pemanfaatan perpustakaan, pertemuan tatap muka, dan sejumlah cara lain yang tradisional dan telah teruji untuk mendapatkan informasi penting. Tokoh pendidikan masih belum satu pendapat soal manfaat Google. Banyak yang mengatakan Google menjadikan mahasiswa malas, mendorong plagiarisme, dan mengganggu proses belajar dengan memungkinkan pengambilan data secara cepat, alih-alih memaksa mereka melakukan penggalian yang didorong oleh hasrat untuk tahu lebih banyak mengenai suatu bidang. Namun yang lain memujinya, mengatakan bahwa kemudahan dalam penggunaannya mendorong orang mengeksplorasi dan menganalisis dokumen-dokumen penting kapan pun, entah siang atau malam. Mereka juga berpendapat bahwa Google meminimalkan perbedaan yang dihadapi oleh mahasiswa, entah sekolah atau universitas mereka besar atau kecil, entah mereka kaya atau miskin, dan entah mereka mempunyai akses ke perpsutakaan yang lengkap atau tidak sama sekali. Pendek kata, mereka mendukung tujuan Google untuk mendemokrasikan akses ke informasi, termasuk hasil penelitian ilmiah yang terus bertambah.(Vise: 2006).
Bagi saya, manfaat Google adalah menurut pendapat yang kedua. Ya, setidaknya untuk mengimbangi gap intelektualisme dan mencegah diskriminasi penyebaran informasi antara negara maju dan berkembang.
Begitu banyak manfaat yang didapat dari Google yang tidak bisa saya ungkapkan di sini. Dan terakhir saya cuma berpikir tentang kalimat di bawah ini saat memakai Google: ”Al-hikmatu dhaallatul mu’min, annaa wajadahaa fahuwa ahaqqu bihaa”. Hikmah itu adalah sesuatu yang hilang dari orang beriman, di manapun dan bagaimana pun itu ditemukan, maka ia lebih berhak untuk mendapatkannya.” (Kalimat ini pun saya temukan dengan searching via Google).
Saya tidak tahu bagaimana kontribusi mereka terhadap Israel, saya cuma tahu mereka pernah berkunjung ke Israel untuk memotivasi para murid di satu sekolah khusus para jenius agar tetap eksis dengan ditemani oleh Mikhail Gorbachev dan Shimon Perez (pembantai rakyat Palestina).
Oleh karena itu untuk tetap memelihara semangat dan dukungan perjuangan kepada rakyat Palestina dan berhati-hati terhadap dana yang bisa disumbangkan kepada Israel, saya cuma bertekad untuk tidak mengklik teks iklan yang disediakan oleh Google di sebelah kanan situsnya, karena dari sanalah jutaan bahkan milyaran dollar pemasukan Google di dapat. Berhati-hati tidak mengapa bukan…?
So, sila ber-google-ria, tentunya dengan cerdas.
Allohua’lam bishshowab.

***
”Pak, kok di situs pajak saya tidak mendapatkan peraturan yang saya cari ya?” tanya seorang Wajib Pajak Penanaman Modal Asing Tiga.
”Ah, yang benar, masak sih Bu…?” tanya saya menyangsikannya.
”Betul Pak, saya sudah lama nyari tapi tetap gak ketemu,” jawabnya dengan dialek jawa yang kental.
”Ya sudah ibu cari di Google saja,” saya memberikan solusi.
“Google? Situs apaan tuh Pak?
“What the…?” pikir saya dalam hati. Wajib Pajak PMA, lokasi di Surabaya, sering pakai email, kejadian ini benar adanya kurang lebih sebulan yang lalu. Gap?

***

Maraji’: Vise, David A. dan Malseed, Mark. (2006). Kisah Sukses Goggle, Cetakan Kedua, Jakarta: PT GPU

Riza Almanfaluthi
(seorang gamay juga)
dedaunan di ranting cemara
malam ramai di gelapnya mendung berhias sabit

05:27 24 Januari 2007

JANGAN SEPERTI NIRINA ZUBIR


JANGAN SEPERTI NIRINA

Pagi ini, tidak biasanya jalanan di Margonda begitu macet dengan antrian sepanjang kurang lebih 500 meter. Biasanya cuma dua penyebabnya, mungkin ada mobil mogok di ujung jalan Margonda yang sempit menuju Jakarta atau satu lagi ada kecelakaan.
Ternyata benar dari kejauhan sudah terdengar sirine mobil polisi. Saat melewati tempat itu sudah teronggok Xenia rongsok di pinggir jalan. Dan jalanan penuh dengan pecahan kaca. Hal lain yang menarik selain dari kerumunan orang-orang yang ingin melihat kejadian itu adalah kantung mayat berwarna kuning mencolok mata. Tentu di dalamnya sudah ada isinya, sebuah jasad yang tiada bernyawa.
”Mobil ketimpa mobil,” kata penyapu jalanan yang sempat saya tanyai. Cuma itu saja. Setelahnya saya tidak mendapatkan informasi apapun. Yang pasti perjalanan pagi itu menambah bahan pemikiran saya yang ada di otak yang sudah penuh sebelumnya. Ah, batas antara hidup dan mati begitu tipis.
***
”Mas, saya dapat file berekstensi 3gp, muternya pake apaan yah?” tanya saya pada seorang teman.
”He…he…he…inilah kalau orang tidak pernah dapat kiriman ”gituan”. Coba pakai real player. Emangnya elo dapat file apaan sih?” tanya dia setengah mendesak.
“Eksekusi Saddam Hussein,” jawab saya.
Setelah saya mencari di sebuah situs di intranet yang terkenal dengan gudang software gratisannya, saya menemukan program itu dan langsung melakukan instalasi. Tidak lama setelah itu barulah saya bisa memutar klip yang membuat kaum Sunni marah besar melihat penghinaan yang diterima Saddam saat akan dilakukan eksekusi.
Kamera handphone ini merekam dari bawah panggung tempat eksekusi. Dan terlihat sosok tinggi besar itu keluar dari sebuah pintu. Sambil disambut yel-yel dari para penonton—ditengarai bahwa mereka adalah para pendukung pentolan Syiah Muqtada Sadr—Saddam masih sempat untuk berkata-kata.
Dan kalimat terakhir yang terucap adalah asysyhadu anlaa ilaaha illallah, wa asysyhadu anna muhammadarrasuulullaah. ”Brak…!!!” Suara papan penahan tubuh Saddam terbuka. Gambar terakhir yang terlihat adalah kepalanya yang mendongak ke atas dengan leher patah.
Saya tidak bisa membayangkan bagaimana sosok itu adalah sosok saya. Lalu saya pun berpikir apa yang Saddam rasakan pada saat itu, saat-saat terakhir berpisah dengan dunia dan menjumpai Sang Raja Sebenar-benarnya Raja.
Ah, batas antara hidup dan mati begitu tipis.
***
Dalam sebuah lingkaran kecil pekanan, seorang gadis yang baru beranjak dewasa sambil menangis tersedu-sedu mencurahkan perasaan yang dideritanya pada seorang ibu muda yang biasa mereka panggil dengan sebutan Ummi.
”Mi…apakah orang yang mau mati itu selalu mendapatkan firasat sebelumnya?”
”Memangnya kenapa?”
”Seminggu ini saya selalu bermimpi didatangi Adi Firiansyah. Dia ngajak saya ikutan dia, Mi” jawabnya masíh sambil menangis.
[Ohya, Adi Firiansyah itu artis sinetron yang meninggal dalam kecelakaan motor]
”Jangan mau dong, emang mau diajakin mati.” sahut sang Ummi sambil setengah bercanda mencairkan suasana.
”Ya , tapi gimana ya Mi. Jadinya perasaan ini kok sedih banget, berat, dan takut matinya itu loh Mi.”
Sang Ummi menghela nafas. ”Sikapi dengan baik mimpi itu. Jangan tiru Nirina”.
”Nirina siapa Mi?” tanya gadis remaja yang lain mewakili kepenasaran teman-temannya.
”Mirror..mirror” kata Ummi.
”Oh si Kikan itu….” mereka sudah paham.
[Nirina Zubir pemeran Kikan dalam film berjudul Mirror]
”Ya…sudah ’tahu’ mau mati, malah cemas, bingung, kelabakan, amburadul, hidupnya dibawah titik nadzir, mengendarai mobil serabutan, meninggal juga akhirnya.”
”Bagaimana sikap yang baik? Itulah saat yang seharusnya menjadi saat terbaik untuk kita kembali pada-Nya. Untuk lebih dekat, lebih dekat, dan lebih dekat lagi. Untuk menumpuk bekal amalan yang akan kita pergunakan menempuh perjalanan selanjutnya. ”
”Amalan baik apa yang bisa membuat neraca di sana itu miring ke kanan, tidak ke kiri. Amalan apa? Sedangkan banyak orang yang tertipu dengan amal baiknya yang begitu banyak, padahal tidak berisi apa-apa. Inilah saatnya untuk lebih dekat lagi dengan-Nya. Karena kematian itu bukan akhir dari segalanya.”
”Sesungguhnya tiada yang tahu kematian itu kapan akan merengkuh kita, kecuali Ia. Inilah ujian bagi orang-orang yang beriman.” Ummi mengakhiri.
***
Tiga peristiwa di atas memberikan kepada saya nasehat utuh dan penyikapan dari sebuah kematian. Kematian itu kapan saja bisa terjadi. Tidak ada yang mengetahuinya, kecuali tentunya Sang Pemilik Kehidupan. Masalahnya adalah bagaimana bisa sebuah penyikapan yang baik lahir dari jiwa-jiwa yang kering dari ruh kebaikan, mata-mata yang nanar menikmati syahwat, telinga-telinga yang peka terhadap keburukan orang lain, mulut-mulut penuh nafsu mengumbar aib saudaranya sendiri. Duh…bekalku ternyata sangat sedikit sekali.
Pun, batas antara hidup dan mati begitu tipis.

CUMA JARKONI….?


“Saya ini sudah diundang berceramah kemana-kemana. Kemarin ke Hongkong dan besok akan ke Hongkong lagi,” demikian diungkapkan oleh aktor sinetron Indonesia saat ditanya tentang kegiatannya di bulan Ramadhan. Ya, di bulan Suci itu ia telah berganti profesi dari sebuah profesi yang bergelimang dengan hedonisme kepada sebuah profesi yang tuntutannya berat di akhirat kelak.
Tayangan infotainment itu mengejutkan saya dan saya ucapkan dalam hati semoga ia berkesuaian antara ucapan dengan perbuatan. Soalnya dulu saat ada konflik antara Bang Haji Rhoma Irama dengan Inul Daratista, ia pendukung berat dan berada di belakang Inul untuk tetap eksis dengan goyang ngebornya. Bahkan mengecam Bang Haji sebagai golongan orang-orang munafik dan sakit hati karena tidak kebagian order manggung.
Apalagi setelah ia membintangi sinetron laris tahun lalu berjudul Kiamat Sudah Dekat yang disutradarai oleh Dedi Mizwar membuat keyakinan saya tentang dirinya bertambah bahwa ia telah menemukan jalan yang benar. Plus setelah saya membaca berita ia diundang bersama Cici Tegal berceramah dihadapan ribuan buruh Indonesia di Hongkong.
Ini yang disorot oleh Infotainment tentang maraknya pertaubatan para artis di bulan ramadhan. Maraknya mereka menjadi ustadz yang diundang berceramah ke mana-mana. Ada satu pertanyaan yang dicoba untuk diajukan kepada pemirsa. Apakah ini cuma trend sesaat di bulan ramadhan atau telah menjadi bagian seutuhnya yang tidak bisa dipisahkan dari jiwa para artis tersebut.
Haji Amidhan—ketua MUI, mantan Dirjen Departemen Agama—adalah salah seorang narasumber yang diminta pandangannya terhadap fenomena ini. Satu saja poin yang beliau ungkapkan: ”Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan.”
Ya, ustadz itu adalah tuntunan bukan tontonan. Saya setuju itu, sebagai sebuah nasehat bagi diri yang lemah ini, nasehat itu amat menohok bagi saya yang sering berperilaku sebagai seorang hipokrit tulen (sudah hipokrit, tulen lagi).
Tapi, teman-teman, harapan saya salah. Persis keeseokan harinya ternyata ada berita yang menayangkan sosok aktor kita ini lagi. Tidak berpakaian batik dan berpeci seperti yang saya lihat sebelumnya, kini ia berpakaian macho banget (bukan ini masalahnya) dan ada bagian yang membuat saya terhenyak. Ia berangkul-rangkulan dengan wanita yang bukan muhrimnya. Wanita penyiar tivi berambut laki-laki itu dirangkulnya dengan tangan kirinya, sedangkan tangan kanannya saya lupa merangkul siapa. Katanya ia akan pergi ke Eropa bersama rombongan tersebut untuk jalan-jalan.
Harapan saya menemukan suatu perubahan pada diri aktor tersebut pupus sudah. Atau karena ia belum tahu dan sedang dalam proses menuju perbaikan? Entahlah. Setidaknya ketika ia diundang berceramah kemana-mana bekal ilmu hendaknya senantiasa ia perbanyak, dan ketika persiapan pemenuhan bekal itu dilakukan ia pastinya akan menemukan bab tentang muhrim dan bukan muhrim.
So, ternyata jadi ustadz itu berat, ia harus menyelaraskan ucapan dan perbuatannya. Satu yang pasti lagi ia harus senantiasa menjadi teladan bagi yang lain. Karena dengan keteladanan, objek dakwah akan dapat terbuka hatinya untuk bisa mencontoh semua perbuatan panutannya dan menerima nasehat-nasehat kebaikan. Jika tidak, yang ada cuma semburan panas celaan seperti munafik, omdo (omong doang), jarkoni (ngajar ora dilakoni). Mengutip perkataan Menteri Pertanian kita Anton Apriantono, “Kalau pemimpin tak bisa jadi uswah (teladan), jangan berharap anak buah mengikuti,” ujarnya.
Saudara-saudaraku kita hanya bisa berharap kepada Allah semoga Ia memudahkan upaya kita untuk senantiasa selaras antara perkataan dengan perbuatan. Semoga Allah menetapkan hidayah ini kepada kita, karena sesungguhnya Allah menyesatkan siapa saja yang Ia kehendaki dan memberikan petunjuk kepada siapa saja yang Ia kehendaki. Amin.

riza almanfaluthi
astaghfirullah…
dedaunan di ranting cemara
08:40 31 Oktober 2006

TIGA CARA MASUK SURGA


http://10.9.4.215/blog/dedaunan/25764

Sabtu kemarin saya diundang untuk ikut berbuka puasa bersama di salah satu rumah anggota pengajian pekanan istri saya. Saat jelang magrib saya didaulat untuk memberikan taushiyah di acara itu. Pendaulatan itu mau tidak mau harus saya terima. So, saya butuh referensi cepat untuk itu. Dengan membuka-buka mushaf syamil yang ada di tangan, mata saya terantuk pada dua ayat di Surat Ali Imran. Tepatnya di ayat 133 dan 134.
Kawan, inilah isi dari ayat tersebut:

133. Dan bersegeralah kamu kepada ampunan dari Tuhanmu dan kepada surga yang luasnya seluas langit dan bumi yang disediakan untuk orang-orang yang bertakwa,
134. (yaitu) orang-orang yang menafkahkan (hartanya), baik di waktu lapang maupun sempit, dan orang-orang yang menahan amarahnya dan mema’afkan (kesalahan) orang. Allah menyukai orang-orang yang berbuat kebajikan.

Dari dua ayat tersebut saya ambil kesimpulan, kalau mau jadi orang bertakwa yang dijanjikan kepada mereka dua hadiah istimewa yakni ampunan Allah dan surga yang seluas langit dan bumi maka kita harus dapat mengerjakan tiga amalan ini:

1. berinfak di waktu lapang dan sempit;
2. menahan amarah;
3. memaafkan kesalahan orang.

Lalu apa susahnya? Ternyata memang berat, memang susah. Maka pantas saja bagi Allah untuk memberikan kepada yang mampu melakukannya imbalan terbesar itu. Ya, bagaimana tidak manusia sesungguhnya mempunyai tabiat kikir artinya manusia tidak mau melepaskan sebagian haknya kepada orang lain dengan seikhlas hatinya. Ditambah lagi dengan setan yang menakut-nakuti manusia dengan kemiskinan. Otomatis lintasan pikiran untuk berbagi tidak menjadi mainframe kehidupan manusia.
Tapi bagi mereka yang mengetahui bahwa segala harta bendanya itu hanya amanah yang dititipkan Allah kepada dirinya, dan mengetahui bahwa sebenar-benarnya harta yang dimiliki adalah harta yang ia infakkan maka tabiat kekikiran dan tipuan setan itu mudah dikikis. Karena sesungguhnya tipu daya setan itu adalah tipu daya yang lemah.
Lalu bagaimana jikalau kita-kita ini sebagai manusia dengan tabiat kikir yang sudah diredam sehingga selalu timbul semangat untuk berbagi di setiap kesempatan tapi masalahnya kita tidak punya kelapangan rezeki? Nah, inilah salah satu bentuk ujian bagi kita. Wajar sih kalau lagi kaya kita selalu berinfak, tapi sungguh luar biasa jikalau sebaliknya. Ia papa, tidak punya apa-apa tapi selalu bersemangat dalam berbagi.
Inilah yang perlu kita tiru. Di lapang ataupun sempitnya keadaan kita, semangat berbagi hendaknya senantiasa menjadi hiasan hidup kita. Apalagi kalau kita mendengar janji Allah yang akan melipatgandakan sepuluh kali lipat bahkan menggandakan 700 kali lipat buat orang-orang yang menafkahkan hartanya di jalan Allah. (Pantas saja saya belum merasakan ketiban rejeki nomplok ratusan juta rupiah, karena pancingan untuk mendatangkan rejeki itu cuma infak ribuan perak doang )
Kalau meniru bahasanya Ustadz Yusuf Mansyur: ”ente-ente mau kaya, sedekahlah”. Matematika kehidupan yang berlawanan 180 derajat dengan pakem teori ekonomi yang paling canggih di abad ini. Atau dengan bahasa lainnya: ente-ente mau sehat, sedekahlah atau ente-ente mau selamat dari malapetaka, sedekahlah. Sedekah mengatasi masalah tanpa masalah.
Satu nasehat baik untuk diri saya sendiri.
***

Menahan amarah. Ini juga suatu perbuatan yang rada-rada sulit dan berat. Apalagi kalau marah disaat kita mempunyai kekuasaan, punya power, kesempatan untuk membalas dan menyakiti orang lain. Maka pantas saja ada statement bahwa orang yang terbaik adalah orang yang mampu mengendalikan amarahnya disaat ia mampu membalas. Pantas pula Rasulullah SAW pernah berkata: ”janganlah kamu marah, maka bagimu surga”.
Saat marah yang tidak pada tempatnya itulah saat di mana setan menguasai hati dan akal kita. Sehingga wajar saja orang yang sedang marah ia tidak akan mampu memberikan penalaran yang baik terhadap kondisi sekitar. Marah bisa menjadi awal untuk melakukan perbuatan-perbuatan dosa lainnya. Menyakiti secara lisan dan fisik hingga terjadi pembunuhan.
Di sana ada api yang membakar diri. Yang cuma bisa dipadamkan dengan cara-cara Rasulullah SAW contohkan: pindah tempat berganti posisi dan berwudhu. Gampang sih, cuma karena nalar kita sudah dibolak-balikkan maka perbuatan yang semudah itu saja susah sekali dilakukan. Tinggal kuat-kuatnya kita dan orang lain saja menyadarkan diri ini. Pantas bagi orang yang bisa menahan amarah ia mendapatkan surga dan ampunan Allah.
Satu nasehat baik untuk diri saya sendiri.
***

Wahai kawan, ternyata memaafkan kesalahan orang lain pun menjadi suatu perbuatan mulia yang memang berat dilakukan. Bagaimana tidak, ketika kita disakiti orang lain dengan perkataan ataupun perbuatan maka sebagai manusia normal kita ingin sekali membalasnya dengan perbuatan yang setimpal bahkan jika perlu dibalas dua sampai sepuluh kali lipat. Kita sampai tidak bisa tidur hanya untuk memikirkan balasan itu. Hati kita gelisah, dongkol dan mangkel. Marah pun berkecamuk.
Ketika ia berusaha untuk memaafkan orang lain maka ia berarti sudah memutus habis banyak perkara. Ia menyerahkan semua urusannya kepada Allah. Ia telah menghilangkan penyakit pada hatinya. Ia menjadi orang yang benar-benar pemaaf dan berjiwa besar. Melapangkan dadanya dari kesalahan saudaranya. Ia membuat tidurnya lebih nikmat dirasakan tanpa gundah yang membuncah. Pantas saja bagi orang yang bisa memaafkan kesalahan orang lain mendapatkan ampunan Allah dan surgaNya.
Kawan pasti ingat tentang sebutan calon penghuni surga dari Rasulullah SAW terhadap salah seorang sahabatnya sehingga membuat penasaran sahabat yang lain. Di saat dicek amalan hariannya, amalan yang ia lakukan adalah amalan yang biasa dilakukan oleh sahabat-sahabat Rasulullah SAW yang lain. Ternyata cuma satu yang beda: di setiap malamnya , sebelum tidur, ia memaafkan kesalahan saudara-saudaranya di hari itu. Subhanallah. Pantas saja bagi orang yang bisa memaafkan kesalahan orang lain mendapatkan ampunan Allah dan surgaNya.
Sungguh, satu nasehat baik untuk diri saya sendiri.
***

Ba’da maghrib itu saya mendapatkan dua santapan yang mengenyangkan. Santapan ruhani—nasehat untuk diri saya sendiri dan Insya Allah beguna pula untuk yang lain—dan santapan jasmani berupa nasi, mie goreng, plus ayam bakar. Tidak hanya itu silaturahim pun terjalin dengan erat menambah semarak ramadhan mubarak. Menambah keyakinan sebuah cita. Satu cita pasti bagi kami: berkumpul di jannahNya. Insya Allah.

riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
14:22 17 Oktober 2006

Anti Hukuman Mati


Sampai saat ini saya tidak mengerti jalan pikiran orang-orang yang menentang hukuman mati. Biasanya argumentasi yang biasa mereka kemukakan adalah kita sebagai manusia tidak punya hak untuk mencabut nyawa manusia. Ini adalah merampas hak yang paling hakiki milik Tuhan. Berkenaan dengan masalah si terkuhum mati itu telah menghilangkan nyawa orang lain dan melakukan pelanggaran berat sebelumnya ini masalah lain.
Argumen lainnya ialah hukuman mati ini tidak memberikan kesempatan kepada si terhukum untuk menginsyafi perbuatannya dan membuktikan pertaubatannya kepada masyarakat. Ada lagi argumen tentang siapa yang akan menanggung dosa dari si terhukum sebagaimana sebuah komentar yang mampir di blog saya terkait dengan eksekusi Tibo dkk. Begini komentarnya:

Posted by Anonymous[Not Login]
sapakah yg akan menangung dOsa krn mengambil nyawa tibO dkk???bukankah itu jUga bukan hak hukum yg katanya adil tapi kasat mata…hapUskan hUkUman Mati di IndOnesia!!!!itU bUkan keadIlan…itU hanya sekeDar..napsU pembalasan Dendam…

Menanggapi ini menurut saya tidak usah memakai dalil-dalil seabrek-abrek. Karena walaupun dikemukakan dalil segunung tetap saja tidak bisa dipahami jika hati ini tiada punya iman terhadap syariat Allah.
Tentang masalah hak Tuhan, kata siapa Tuhan tidak memberikan hak tersebut kepada kita. Syariat Islam sudah mengatur hal sedemikian rupa. Coba buka Al-Qur’an deh, niscaya kita banyak menemukan kisas ini. Sebagai clue, coba buka 2:178, 2:179, 5:45, 6:151, 17:33. (Maaf saya tidak menampilkan ayat-ayatnya karena seperti sudah saya kemukakan di atas, tidak perlu tampilan dalil di sini).
Yang kedua tentang bahwa manusia tidak berhak merampas nyawa manusia lainnya, lalu kenapa si terhukum tidak pernah memikirkan bahwa perbuatannya menghilangan nyawa (misalnya) manusia lainnya adalah perbuatan tercela dan tiada hak. Aneh jika kita menggunakan asas ketidakseimbangan dalam menimbang permasalahan ini.
Dan kata siapa pula itu bukan keadilan, bahkan hukuman itu adalah bentuk dari keadilan itu sendiri. Secara naluri kemanusiaan, maka keluarga yang ditinggalkan karena dibunuh itu merasa tidak pernah puas dan tidak rela melihat kematiannya. Dan ia akan menuntut balas. Jika ini tidak diselesaikan dengan syariat maka niscaya balas dendam tidak akan berkesudahan.
Ini bukan pula NAFSU tapi ini NALURI. Maka Islam datang dengan syariatnya itu untuk mendudukkan persoalan itu kembali pada tempatnya. Dengan hukuman mati inilah cara terefektif menghentikan dendam. Walaupun secara syariat pula Islam memberikan jalan keluar bahwa hukuman mati tidak akan dilaksanakan jika pihak keluarga memaafkan si pembunuh dan si pembunuh membayar (diat) kepada yang memberi maaf dengan cara yang baik. Barangsiapa yang melepaskan (hak kisas) nya, maka melepaskan hak itu (menjadi) penebus dosa baginya.
Tentang dosa Tibo, ya tentu dosa ditanggung sendiri. Dalam Islam Pahala dan dosa menjadi milik manusia itu sendiri. Tidak ada seseorang yang berbuat dosa lalu dosanya ditimpakan kepada yang lain. Enak saja kalau begini… Memangnya malaikat pencatat amal manusia itu tidur dan buta? Lalu bagaimana dengan para hakim dan pelaku eksekusi itu apakah mereka berdosa? Menurut saya mereka tidaklah berdosa karena mereka menjalankan hukum yang telah memutuskan bahwa Tibo dkk bersalah. Mereka dilindungi oleh hukum. Enggak percaya? Kita lihat saja di akhirat nanti .
Kalaulah saja mereka memakai nuraninya dan pula memakai akalnya maka niscaya mereka akan memahami ternyata ada begitu banyak hikmah dan kebaikan di balik kisas ini. Sebagaimana Allah menjanjikan adanya jaminan kelangsungan hidup bagi manusia dalam kisas tersebut bahkan puncaknya menjadikan para penerap kisas ini mendapatkan gelar orang-orang yang bertakwa layaknya hasil yang didapat bagi orang-orang yang berpuasa di ramadhan. Orang yang dikisas pun tidak akan mendapatkan balasan di akhirat—ini pun jika ia bertaubat.
Salah satu hikmah lainnya adalah timbulnya efek jera dalam masyarakat. Biasanya yang anti hukuman mati akan bertanya: ”mana buktinya? Tidak ada penurunan signifikan dalam angka kriminalitas.” Ya, betul, karena hukuman mati yang dilaksanakan di Indonesia dilaksanakan tertutup dan diam-diam. Yang kita pun–masyarakat awam—ini tidak bisa meyakini orang tersebut sudah tewas atau belum karena banyak dugaan adanya teori konspirasi dan lain-lain. Lalu kalau begini, bagaimana bisa menggedor urat-urat syaraf jera dan ketakutan bagi masyarakat.
Yang benar adalah pelaksanakan hukuman mati tersebut dilakukan di tengah keramaian atau di suatu lapangan yang bisa ditonton banyak orang dan diliput besar-besaran, disiarkan langsung oleh media elektronik. Saya yakin kalau kejadiannya begini, angka kriminalitas di negeri ini akan turun. Insya Allah.
Kalau kita mau melihat statistik kecil tentang penerapan syariat ini maka kita bisa melihat di Bulukamba dengan data sebagai berikut:
Tingkat kriminalitas di Bulukamba, Sulawesi Selatan, setelah diterapkannya Perda Anti Maksyiat di tahun 2002 sampai dengan sekarang:
A.
2002 : 220 (dengan berbagai jenis kejahatan)
2003: 148 (dengan berbagai jenis kejahatan)
2004 : 87 (dengan berbagai jenis kejahatan)
2005 : 13 (dengan berbagai jenis kejahatan)
B.
Salah satu detilnya adalah:
Statistik dari Perkosaan.
2002: 41
2003: 3
2004: 3
2005: NIHIL
Statistik Pencabulan.
Tahun 2004: 2
Tahun Lainnya Nihil.

C.
Dari 10 Jenis Kejahatan, Di Tahun 2005 Cuma Tiga Kejahatan Saja:
1. Pembunuhan Sebanyak 2 Kasus
2. Psikotropika 2 Kasus
3. Miras 9 Kasus
Sumber: Makalah Fauzan Al Anshari dari Polres Bulukamba.
Bila kita melihat data di atas yang hanya didasarkan dengan penerapan hukuman nonfisik seperti denda dan kurungan maka kita bisa melihat kecenderungan angka kriminalitas yang semakin menurun. Apalagi kalau kisas benar-benar diterapkan. Maka percayalah kehormatan dan keamanan manusia akan terjamin. Insya Allah. Bila demikian mengapa masih anti dengan hukuman mati?

Riza Almanfaluthi
dedaunan di ramadhan indah
09.14 04 Oktober 2006

CALON GUBERNUR KUDU BISA BACA ALQURAN


CALON GUBERNUR KUDU BISA BACA ALQURAN

Ini mungkin menjadi yang paling unik dan satu-satunya di dunia, tes membaca Alqur’an untuk setiap calon kepala daerah Nanggroe Aceh Darussalam (NAD). Berarti setiap calon yang tidak lulus dari tes ini maka ia dipastikan tidak akan lolos menjadi bakal calon gubernur NAD. Karena salah satu syarat dari berbagai macam syarat menjadi gubernur NAD setiap calon harus mampu membaca Alqur’an dengan baik dan benar tepatnya tartil dan sesuai dengan ilmu tajwid.
Ini yang saya dengar dan lihat dari berita di televisi saat dilakukannya tes tersebut di Masjid Baiturrahman. Walaupun sampai detik ini saya belum mendengar kabar terakhir dari hasil tersebut tapi setidaknya bagi saya ini merupakan capaian prestasi mengagumkan dari negeri serambi Mekkah ini untuk mencari pemimpin yang benar-benar amanah dan sesuai syariat Islam tentunya. Suatu capaian dahsyat setelah negeri itu diterpa dengan kekejaman rezim terdahulu, perang saudara, dan bencana terpedih yang tidak hanya dirasakan oleh masyarakat Aceh sendiri tapi seluruh saudara-saudaranya ditanah air tercinta ini.
Penerapan syarat kemampuan membaca Alqur’an ini tentunya merupakan satu capaian sukses dari capaian-capaian lainnya. Seperti yang kita ketahui bersama salah satu capaian lainnya itu adalah penerapan hudud berupa hukuman cambuk bagi para pelaku maksiat seperti judi dan zina. Suatu hal yang ditentang habis-habisan oleh para sekuler negeri ini tanpa memahami kerinduan yang dirasakan masyarakat Aceh terhadap penerapan syariat Islam di negeri itu.
Ada satu pertanyaan menggelitik dari diterapkannya uji kemampuan membaca Alqur’an ini. Apakah kemampuan membaca Alquran itu mempunyai relevansi yang signifikan dengan keberhasilan sang pemimpin untuk dapat menyejahterakan masyarakatnya, menghilangkan ketidakjujuran yang bermuara ke korupsi, mengurangi kriminalitas dan parameter-parameter lainnya dari keberhasilan suatu kepemimpinan daerah?
Tentunya jawaban yang akan diberikan adalah jawaban yang panjang sepanjang perkembangan peradaban Islam yang bermula pada era keemasan rasulullah saw sampai saat ini. Dari janji Allah dan RasulNya yang mulia Muhammad SAW, maka dapat dipastikan jawabannya adalah 100% ya. Dengan satu syarat jika Alquran itu tidak sekadar dibaca oleh pemimpin yang memang mampu untuk membacanya. Jika sang pemimpin itu, tidak berhenti di titik itu saja. Sang pemimpin harus mampu untuk mennadabburi dan mengamalkannya. Itu saja.
Ya, Bagaimana mungkin dia mampu mengetahui isi Alquran yang merupakan pedoman itu sedangkan ia tidak mampu untuk membacanya. Tidak cukup dengan terjemahannya? Tentu tidak, karena aktivitas membaca Alquran adalah aktivitas bernilai ibadah yang satu hurufnya bisa bernilai 10 kebaikan. Yang bila dijumlahkan terdapat berjuta-juta nilai kebaikan. Bila diulang-ulang terus maka dilipatkan pula nilai kebaikan yang didapat itu. Maka sang pemimpin pun menjadi seseorang yang mempunyai modal untuk melangkah kepada kebaikan-kebaikan lainnya.
Tidak hanya itu selain mendapatkan nilai kebaikan sang pemimpin akan mempunyai kekuatan ruhiyah, intelektual, atau sikap mental yang tinggi, positif dan tidak mudah tertipu dengan kenikmatan semu karena Alquran adalah cahaya yang menerangi, pengingat dan rahmat bagi umat manusia.
Aktivitas membaca Alquran itu pun adalah jalan bagi para pemimpin untuk memperoleh petunjuk kebenaran dan menjadikan dirinya senantiasa sensitif terhadap kemungkaran. Ia akan mampu untuk memperoleh satu syarat mutlak kepemimpinan dalam Islam yakni kemampuan membedakan kebenaran dan kebathilan sebagaimana salah satu nama Alquran itu sendiri adalah Alfurqon yakni pembeda (antara yang hak dan batil). Ia akan mampu membedakan kebenaran yang berada pada cahaya—pada akhirnya selesailah semua permasalahan—dengan kebatilan yang selalu berada di sisi gelap atau kejahiliyahan yang merupakan sumber masalah umat dan perintis munculnya masalah.
Semua inilah yang memang harus lekat pada diri pemimpin-pemimpin kita. Agar senantiasa mereka tercerahkan dan selalu memikirkan keadaan rakyatnya. Dan saat ini kita memang merindukan pemimpin yang demikian, tidak hanya untuk rakyat Aceh juga semua rakyat Indonesia yang merindukan terciptanya negeri tercinta ini menjadi baldatun thoyyibatun warobbun ghoffur. Kapan ia akan datang? Tunggu saja…

121. Orang-orang yang telah Kami berikan Al Kitab kepadanya, mereka membacanya dengan bacaan yang sebenarnya[84], mereka itu beriman kepadanya. Dan barangsiapa yang ingkar kepadanya, maka mereka itulah orang-orang yang rugi. [Al Baqarah]

****
Intermezo:

1. Ustadz Hidayat Nurwahid hafal 30 juz (berita ini sedang dalam konfirmasi)
2. Mantan Menteri Agama juga hafal 30 Juz, tapi dituduh melakukan korupsi. Siapa salah? Alqur’an mungkin sekadar bacaan saja. Nul Aplikasi.
3. Salah satu menteri di New Era pernah berkunjung ke sebuah pesantren dan berdialog dengan dengan salah satu santri kecil di sana yang sudah hafal 30 juz, Sang Menteri bertanya: ”berapa juz lagi dek hafalnya…? Weks…

riza almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
02:46 11 September 2006

KADO TERAKHIR BUAT TIBO, DOMINGGUS, DAN MARINUS


KADO TERAKHIR BUAT TIBO, DOMINGGUS, DAN MARINUS

Eksekusi yang saya tunggu-tunggu Sabtu dinihari kemarin ternyata batal juga. Tibo Cs tidak jadi ditembak oleh satu regu eksekutor. Yusuf Kalla–di Kompas hari ini (senin, 14/8)–menyatakan ada pertimbangan yang diberikan oleh SBY sebagai presiden yakni pertama adanya kesibukan dalam memperingati hari ulang tahun kemerdekaan Indonesia  dan kedua suara-suara protes dari elemen masyarakat, juga dari Vatikan.
        Mantap, Indonesia, sekali lagi, selalu lemah di bawah tekanan asing. Dan lagi-lagi tidak berdaya. Apapun alasannya pemerintah bagi saya ini merupakan suatu bentuk kelemahan. Memperpanjang ketidakpedulian terhadap penegakan hukum. Tapi kita lihat apakah pemerintah juga bersikap adil terhadap rencana eksekusi Amrozi dkk. Saya tidak mempunyai urusan kepada para pelaku bom bali tersebut. Tapi bila tetap dipaksakan juga untuk dilakukan eksekusi terhadap mereka, sedangkan kepada Tibo Cs ditunda-tunda lagi, maka tampak sekali bahwa ketidakadilan sudah dilakukan oleh pemerintah. Tentunya kita tahu siapa pihak asing yang bisa menekan pemerintah kita.
        Dan saya setuju pula bahwa eksekusi pun harus dilakukan terhadap para narapidana yang sudah habis upaya perlawanan hukumnya sampai ke tingkat grasi. Entah itu dari kasus narkoba atau kasus  pembunuhan. Hendaknya pula agar menimbulkan efek jera–sebagaimana amanat falsafah hukum–maka eksekusi itu dilakukan di hadapan khalayak ramai, di lapangan terbuka dan diliput oleh media. Jangan ditutup-tutupi seperti sekarang ini. Yang eksekusinya dilakukan dinihari dan hanya orang-orang tertentu saja yang boleh melihatnya. Maka saya yakin tidak ada terapi kejut yang bisa diterima oleh masyarakat. Dan saksikan saja angka kriminalitas pun tidak mempunyai perubahan yang signifikan ke arah penurunan.
        Kembali kepada masalah eksekusi Tibo Cs, pemerintah kiranya lupa terhadap penderitaan yang dirasakan oleh korban yang lolos dari kekejian Tibo Cs dan para keluarga korban yang tewas dibantai mereka. Betapa tidak ratusan–bahkan ada yang mengatakan ribuan–nyawa melayang akibat ulah bejat gerombolan kelelawar pengecut seperti mereka yang bisanya cuma menganiaya dan membunuh orang-orang yang tak bersalah dan tak berani untuk berhadapan face to face dengan pasukan putih dari pihak muslim.
        Suara-suara elemen masyarakat–Sampai-sampai Gubernur Nusa Tenggara Timur, asal salah satu pelaku tersebut, pun ikut-ikutan–yang memprotes eksekusi dengan alasan bahwa Tibo Cs bukan aktor intelektual menjadi alasan utama permintaan penundaan itu. Bagi saya itu cuma alasan yang mengada-ada. Dibuat-buat. 
        Dan bagi saya, sungguh amat terlambat bagi kepolisian mencari-cari siapa saja dalang dibalik peristiwa itu setelah sekian lama peristiwa itu terjadi. Mengapa tidak sedari dulu investigasi itu dilakukan agar tampak yang benar-itu benar dan yang salah itu tetap salah. Tapi lagi-lagi kiranya seperti ada awan gelap menyelimuti kasus ini. Tapi berdasarkan hasil persidangan dan persaksian para korban hidup yang melihat Tibo Cs sebagai pelaku langsung dari aksi pembantaian itu sudah menjadi bukti cukup untuk segera menembak jantung mereka agar tidak lagi diberikan kesempatan untuk menarik nafas di muka bumi ini.
Kiranya saya tidak usah berpanjang lebar mengurai masalah Tibo ini, karena sudah puluhan berita media yang mengupas masalah ini. Namun terlihat sekali ada dua blok terbentuk dalam kasus Tibo ini. Yang membela dan menginginkan eksekusi Tibo Cs adalah mereka yang mempunyai afiliasi ideologis yang sama dengan tiga penjahat besar tersebut. Kelompok minoritas yang didukung medianya, nasional dan lokal tentunya—sampai-sampai ada liputan TV yang mengungkapkan sisi-sisi kemanusian Tibo Cs yang mereka buang entah kemana saat menyembelih para santri.
Dan kelompok kedua adalah kubu para korban dan ormas-ormas Islam yang minim dukungan dari media. Tentunya mereka inilah yang merasakan kekecewaan berat atas penundaan tersebut. Kini mereka dan saya tentunya tinggal menunggu janji dari pemerintah bahwa eksekusi tersebut tetap akan dilaksanakan setelah peringatan 17 Agustusan ini. Saya harap ini merupakan kado terbesar dan terakhir buat Tibo Cs.
Jika tidak, maka makin teranglah sikap pemerintah ini, seterang sinar matahari di siang bolong. Dan tentunya kita lihat betapa terpuruknya nasib pencari keadilan jika ia adalah seorang muslim. Itu saja bagi saya.

riza almanfaluthi
uneg-uneg yang tiada habisnya
dedaunan di ranting cemara
10:21 14 Juli 2006

BINTANG DAVID DI MANA-MANA


BINTANG DAVID DI MANA-MANA: “Gue Israel Loh…”
( http://10.9.4.215/blog/dedaunan )

Dalam perjalanan pergi ke kantor di pagi hari dengan sepeda motor, di tengah keramaian lalu lintas Jakarta, seperti biasa saya mengambil sisi kiri jalan untuk dapat melaju lebih lancar. Saya dikejutkan dengan stiker yang ditempelkan di bagian belakang motor di depan saya. Tentu stiker ini tidak akan mempunyai makna apapun bila tidak ada kejadian yang mengharubirukan siapapun yang masih punya hati nurani melihat kebiadaban bangsa penjajah di Timur tengah sana pada pekan-pekan ini.
Stiker ini berupa bintang sudut enam berwarna putih, Bintang David. Ya, semua orang yang mengikuti perkembangan berita dunia tahu tentunya bahwa ini adalah simbol kebanggaan dan kejayaan bagi bangsa Israel. Tapi sayangnya kebanggaannya itu adalah dengan mengorbankan ribuan nyawa tak bersalah. Dan kejayaan yang dicita-citakannya adalah berdiri di atas pondasi berupa tumpukan tulang-tulang yang direkatkan dengan gelimangan darah ribuan manusia. Mengerikan.
Saya gemas sekali melihat stiker ini. Rasanya saya ingin benar-benar menegurnya apakah ia masih mempunyai nurani dan sensisitivitas atau memang ia tidak tahu atau benar-benar menantang. Tapi saya cuma bisa berdiam diri saja dengan banyak alasan dan memendam kegemasan tentunya.
Dan anehnya sore hari itu pula, di saat dalam perjalanan pulang, kembali saya menemukan stiker itu lagi. Kalau stiker yang saya temukan di pagi hari itu cuma Bintang David putih saja, kali ini benar-benar Bintang David berwarna biru di antara dua strip. Nah…kalau yang ini benar-benar bendera Israel, si penjajah La’natullah. So, saya meyakini benar bahwa orang ini benar-benar tidak sensitif. Saya kira ia benar-benar menantang dengan pemajangan stiker itu. ”Nih Gua Israel Loh…”.
Dan kali itu saya benar-benar ingin menghentikannya, tapi ditegur oleh istri saya.
”Jangan emosi, mungkin dia benar-benar orang Yahudi,” istri saya memperingatkan.
”Loh, kalau ia memang orang Yahudi, tidak selayaknya ia bersikap demikian karena ia hidup di tengah mayoritas Muslim yang sedang prihatin dengan kejadian di Palestina dan Libanon itu, dong,” tangkis saya panjang.
”Saya hentikan dia saja yah, saya marah nih, bener, swer…!”
”Tidak usah, percuma, ini bukan karena Allah kok ” kata istri saya.
”Loh, ini benar karena Allah, saya marah karena Allah kok, melihat kedzaliman ini.”
”Iya memang benar marah, tapi biasanya kalau sudah marah orang biasanya tidak bisa berpikir rasional lagi. Sudahlah saya tidak mau ribut, sekarang pun sudah maghrib lagi.”
Lagi-lagi saya tidak mampu untuk berbuat apapun. Saya cuma bisa omong besar doang. Di tengah penyesalan dan pemakluman di hati bahwa ini merupakan selemah-lemahnya iman karena tidak bisa dengan tangan ataupun bahkan dengan mulut merubah suatu kedzaliman ini, saya berpikir kok bisa-bisanya saya menjumpai bintang ini dalam waktu yang tidak terlalu lama.
Dan saya berpikir apakah orang-orang sudah tidak mempunyai nurani lagi tentang hal ini setelah kasus Dani Dewa yang memakai Bintang David saat pertunjukkannya. Entahlah…tapi yang paling diuntungkan tentunya Israel juga. Dengan pemajangan simbol ini secara tidak langsung merupakan upaya pengakuan eksistensi dari Israel itu sendiri di muka bumi ini.
Tentunya kita tidak pernah lupa, bahwa bangsa yahudi adalah bangsa yang sangat menyukai simbol-simbol. Dan menjadikan simbol paling utama dari keberadaannya adalah Bintang David itu sendiri. Maka dalam suatu kesempatan, di sebuah milis, setelah akuisisi Indosat oleh perusahaan Singapura dan ditengarai dimiliki oleh perusahaan investasi milik Israel, saya dikecam oleh para peserta milis ketika mengungkapkan hal ini. Tapi faktanya benar-benar bahwa simbol Indosat adalah gradasi dari Bintang David. Ini meneguhkan pernyataan bahwa bangsa Yahudi ini sangat penyuka dengan simbol dan perlambangan.
Dan kasus terbaru tentang Bintang David adalah pemakaian lambang ini oleh Tora Sudiro di acara Extravaganza. Hidayatullah.com memberitakannya sebagai berikut:
Sebagaimana diketahui, TransTV, pada Senin tanggal 7 Agustus 2006 lalu saat acara hiburan, Extravaganza, salah seorang pemainnya, Tora Sudiro, mengenakan sebuah kalung terbuat dari ‘Bintang David’. Sebuah lambang kebesaran Yahudi.
Dalam tayangan tersebut, pihak TransTV berupaya untuk mengelabuhi
pemirsa dengan cara menutup dan mengaburkan simbul penjajah yang kini
sedang menyerang Palestina dan Libanon itu.
(http://www.hidayatullah.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3447&Itemid=65)

Kembali ini meneguhkan bahwa betapa banyak orang Indonesia yang sudah tidak mempunyai sensitivitas dan hati nurani lagi untuk berempati dengan saudaranya sendirinya. Bahkan kalau kita runut ke belakang betapa ghozwul fikri ini sudah merambah ke sekolah-sekolah, sehingga dengan bangganya para siswanya membuat grafiti dan coretan-coretan di banyak dinding dengan lambang Bintang David yang ditengahnya terdapat huruf besar-besar: ISRAEL.
Atau jangan-jangan saya yang aneh karena memikirkan kulit saja daripada substansi. Tapi bagi saya, untuk kali ini, kulit dan substansinya adalah sama saja, yakni representasi dari kebiadaban dan keganasan Iblis berbulu domba (emang ada…? biasanya diilustrasikan oleh barat sebagai iblis berkepala kambing)
Ah…saya harap ini cuma segelintir orang saja di tanah air tercinta ini. Yang bahkan perlu diwaspadai lagi adalah jasadnya secara fisik melayu tapi pikiran, tindak tanduknya, fatwanya, lidahnya adalah kepanjangan dari yahudi itu sendiri. Ini dia yang bisanya menusuk dari belakang. Menggunting dalam lipatan. Lempar batu sembunyi tangan. Dan penuh sifat kelicikan dan kepengecutan. Sungguh ini yang perlu diwaspadai.
Ah, terlalu banyak omong dan mencela seringkali melupakan aib diri sendiri. Semoga kegeraman ini berlanjut untuk tidak selama-lamanya dengan selemah-selemahnya iman. Semoga mulut saya dan tangan saya bisa membantu saudara-saudara saya di sini dan di sana. Harap saya yang senantiasa meluncur ke langit. Berharap menembus pintu-pintuNya. Semoga.

Celaan, ejekan, makian, hinaan, cacian, kutukan sila ajukan ke: riza.almanfaluthi at pajak.go.id

Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
10:16 11 Agustus 2006