Babe Yadi ini berjualan kerak telor di Kompleks Pertanian Citayam, Ragajaya, Bojonggede, Bogor. Ia baru dua bulan mangkal di sini. Sebelumnya mangkal di Kota, Jakarta, tetapi karena di sana sepi pengunjung akibat pandemi akhirnya ia pindah ke rumah anaknya di Kampung Wates.
Babe Yadi berjualan sekadar menyambung hidup. Sudah dua bulan juga listrik belum dibayar. Ia enggak mau menunggak, tetapi apa daya ia masih tak memiliki kemampuan dalam kondisi begini.
“Sampai jam berapa di sini, Pak?” tanya saya. “Kalau sudah sepi saya pulang. Sekuatnya saya,” kata orang tua berumur 64 tahun ini.
Babe Yadi juga sudah tak kuat memikul bakulnya itu. Kebetulan si pemilik rumah yang halamannya dipakai berjualan itu bersedia dititipin bakul. Pak Yadi tinggal bawa bahan dan bumbu kerak telor dari rumah anaknya dan mulai berjualan pada pukul 16.00.
Bakulnya tak mencolok sebagai bakul penjual kerak telor. Saya sampai harus balik lagi untuk memastikan Pak Yadi ini berjualan kerak telor.
Babe Yadi adalah satu dari sekian juta masyarakat Indonesia terdampak pandemi. Harapan Babe Yadi sederhana saja, pandemi ini segera cepat berlalu agar ia bisa berjualan lagi di Kota.
Anggun Abrina (teman saya yang tinggal di komplek itu) beli napa…deket inih. 100 meter bae.
***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
24 September 2020