Semangkuk Empal Gentong Untuknya


Sekeluarnya dari peron Stasiun Cirebon, saya dipepet bapak tukang becak yang menawarkan jasanya. “Mau ke mana, Pak? Saya antar ya, Pak?” kata tukang becak itu dengan logat Cirebonnya yang kental-kental manis.

“Enggak, Pak,” tukas saya. Saya memang hendak ke penginapan yang tak jauh dari Stasiun Cirebon, namun spanduk besar berwarna kuning bertuliskan Empal Gentong Mang Darma sangat merisak selera saya di waktu jam makan siang ini.

Ya, saya akan ke sana. Sudah lama sekali tak merasakan kelegitan masakan khas Cirebon itu. Entah, sudah berbilang purnama dan warsa sepertinya.

Ketika saya keluar dari halaman stasiun ternyata tukang becak itu masih mengikuti saya. “Ayo, Pak. Mau ke mana, Pak?” tanyanya lagi.

“Enggak, Pak. Saya mau makan,” jawab saya.

“Iya, Pak. Enggak apa-apa, Pak. Saya akan tungguin,” katanya lagi masih bersikeras.

Aduh…Si Bapak, nih. Akhirnya saya tak sampai hati. “Kalau ke sana berapa memangnya?” tanya saya sambil menyebut nama penginapan itu.

“Seikhlasnya saja, Pak,” katanya.

Wah, kalau serelanya begitu sulit nih, tetapi akhirnya saya mengiyakan. “Ya sudah, Pak. Nanti setelah makan yah,” kata saya.

Saya masuk ke warung empal Mang Darma yang letaknya persis di depan Stasiun Cirebon itu. Saya tak tahu apakah empal Mang Darma adalah empal yang paling enak di kota ini atau bagaimana. Sing penting mangan dingin, pikir saya. (Kamu mengerti kan kalau aku pakai bahasa ini?)

Tak seberapa lama pelayan menghidangkan sepiring nasi putih dan semangkuk empal gentong. Satu suapan nasi pertama yang diguyur kuah kuning empal gentong masuk ke dalam mulut dan mengirimkan ribuan rasa. Hmm…

Sambil itu aku melihat-lihat sekitar. Di sudut-sudut warung banyak konsumen yang sedang bersantap. Saya juga melihat ada rak-rak berisi oleh-oleh khas Cirebon. Ada krupuk mlarat juga. Kalau pulang nanti saya bawa itu ah.

Eh, pas melihat ke luar warung, di seberang sana ada bapak tukang becak dengan becaknya. Ia sedang menunggu saya yang sedang makan. Ia menanti sambil tiduran di becaknya itu. Sesekali ia melihat ke dalam warung dan tentunya melihat saya. 

Saya bangkit dari kursi, keluar warung, dan memanggil bapak itu. “Pak! Sini, Pak!” seru saya.

Ia datang masuk warung. “Duduk sini, Pak. Makan bareng sama saya,” kata saya. Saya memanggil pelayan untuk segera memberikan daftar menu. Ia memilih menu yang sama dengan yang saya pilih.

Akhirnya sambil makan dan menunggu pesanannya datang, saya bertanya-tanya dan mengobrol dengannya.

Namanya Pak Eka. Sudah punya anak tiga. Tinggal di luar kota Cirebon. Tepatnya di sekitaran Krangkeng. Kalau sore ia pulang dengan meninggalkan becaknya di dekat stasiun, kemudian ia naik mobil angkutan elf dengan hanya membayar empat ribu perak saja. “Supirnya sudah tahu kalau saya tukang becak. Jadi tarifnya cuma segitu,” kata Pak Eka.

Sambil berbisik ia menyebut nama tempat empal gentong paling enak di Cirebon ketika saya tanyakan hal itu kepadanya. “Kalau sega lengko adanya pagi,” tambahnya lagi sambil makan dengan lahap.

“Kalau mau nambah, bilang saja ya, Pak,” kata saya. Banyak hal saya tanyakan kepadanya sambil menggunakan bahasa daerah. Ini sekaligus memperlancar kembali lidah saya. “Kalau Bapak besok butuh saya telepon saya saja, Pak. Saya antar,” tawar Pak Eka.

Setelah selesai makan kami meninggalkan warung dan Pak Eka mengayuh becaknya dengan kuat. Sepertinya tenaganya sudah bertambah berlipat-lipat setelah makan itu.

Tak lama kami sampai. Ya, kan betul. Jarak hotel itu benar-benar tak jauh. Selembar kertas warna hijau saya berikan kepadanya. “Terima kasih, Pak.”

“Suwun, semoga sukses, Pak,” balasnya.

Penawarannya untuk berkeliling kota Cirebon dengan menggunakan becaknya pada esok hari saya simpan dulu. Dengan jadwal acara besok yang padat itu saya tak tahu apakah saya bisa punya kesempatan mewah untuk itu.

Yang penting, tugas tetap nomor satu.

***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
Cirebon, 2 Oktober 2019

Advertisement

Tinggalkan Komentar:

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.