
Sejak pertengahan 2016, melalui surat elektronik, Ibu Tan Mei Lan (bukan nama sebenarnya) bertanya tentang berbagai permasalahan pajaknya kepada saya. Berikut beberapa pertanyaannya:
Tan Mei Lan:
Saya mau konsultasi soal pelaporan pajak untuk tahun pajak 2016 di tahun 2017. Saya berencana akan membeli rumah pada akhir tahun 2016 senilai Rp400 juta. Untuk membeli rumah tersebut, saya meminjam uang kepada perusahaan dengan jaminan Akta Jual Beli (AJB). Dan ternyata AJB baru bisa saya buat pada bulan Januari 2017.
Yang saya ingin tanyakan adalah:
- Apakah saya harus melaporkan rumah tersebut sebagai harta di tahun 2017 nanti? Sedangkan saya belum bisa membuat sertifikat rumah dikarenakan AJB akan ditahan perusahaan sampai utang saya lunas. Ada yang bilang harus dilaporkan, tetapi ada juga yang bilang tidak perlu dilaporkan karena belum ada sertifikat rumah. Saya jadi bingung, Pak. Mohon bantuannya untuk pertanyaan saya ini.
Jawab:
Ibu Tan Mei Lan yang saya hormati, Ibu tetap melaporkan harta itu walaupun masih atas nama orang karena telah terjadi penyerahan atau transaksi. Laporkan juga utang itu di kolom utang di Surat Pemberitahun (SPT) Tahunan Ibu. Demikian.
- Apakah harta berupa rumah termasuk harta di tahun 2016 yang harus dilaporkan dalam SPT tahun pajak 2017 nanti? Seperti yang dulu Pak Riza pernah jawab: karena sudah terjadi transaksi di tahun 2016 berarti harus dilaporkan. Benar begitu, Pak?
Jawab:
Betul begitu. Laporkan saja dalam SPT Tahunan tahun pajak 2016 Bu.
- Terkait pelaporan SPT di bagian kolom harta. Kalau saya melaporkan harta berupa rumah, di bagian keterangannya disuruh tulis Nomor Objek Pajak (NOP) yang tertera di SPPT Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). PBB saya kan belum ganti nama, apakah tidak masalah nantinya jika saya tuliskan?
Jawab:
Tidak masalah. Tuliskan saja NOP-nya. Di PBB, yang menjadi identitas uniknya ada di NOP itu. Yang menjadi subjek pajak PBB adalah orang atau badan yang secara nyata mempunyai suatu hak atas bumi, dan/atau memperoleh manfaat atas bumi, dan/atau memiliki, menguasai, dan/atau memperoleh manfaat atas bangunan. Subjek pajak (baca: pembayar pajak) bisa si pemilik atau si pengontrak atau yang mendapatkan manfaat walaupun bukan pemilik bumi atau bangunan tersebut. Yang penting, pegang (dokumentasi dan arsipkan) bukti pembayarannya dengan rapi.
- Sampai sekarang (tahun 2019) saya belum buat sertifikatnya. Rumah saya yang saya beli ini disekat menjadi dua rumah, tetapi sebenarnya satu penyangga. Waktu pertama kali saya beli memang sudah dibangun seperti itu. Jadi rumah yang ukuran besar saya tinggali sedangkan rumah yang ukuran kecil saya sewakan ke orang. Rencananya saya mau buat sertifikat tahun 2019 ini. Yang saya ingin tanyakan adalah nanti pada saat petugas Badan Pertanahan Nasional (BPN) datang ke rumah saya utk menyurvei, apakah mereka akan menyuruh saya untuk membayar pajak atas rumah yang disewakan? Kalau iya berapa persen ya?
Jawab:
Jadi begini, Bu. Terkait sertifikat itu pertanyaan yang akan muncul adalah:
- Sudahkah Pajak Penghasilan atas Pengalihan atas Tanah dan Bangunan (PPhTB) dibayar oleh penjual? Tarif 2,5% dipungut oleh pemerintah pusat.
- Sudahkah Bea Pengalihan Hak atas Tanah dan Bangunan (BPHTB) dibayar oleh pembeli? Tarif maksimal 5% berdasarkan Peraturan Pemerintah kecuali peraturan daerah mengatur lain.
Biasanya dua hal di atas (pajak dan bea) dibayar semua oleh pembeli karena penjual tidak mau menanggung pajaknya. Waktu mengurus sertifikat, dua bukti itu harus dilampirkan. Terkait PPh, itu perlu validasi kantor pajak, betul atau tidak harga transaksi sesuai dengan harga pasar. Biasanya notaris sudah tahu betul seluk-beluk ini. Nah, kalau dua bukti itu sudah otentik dan valid, maka sertifikat bisa selesai di BPN.
BPN tak punya urusan dengan Pajak Penghasilan Final atas persewaan itu. Di kantor pajak juga, dalam urusan sertifikat ini, proses validasinya tak mengait-ngaitkan dengan pajak sewa.
Kalaupun petugas pajak mengetahuinya, maka tidak pada saat proses validasi, melainkan nanti di lain waktu. Biasanya ada surat imbauan untuk membayar PPh sewa sebesar 10% dari transaksi. Jadi prosesnya berlainan dengan saat validasi bukti bayar PPhTB.
- Jadi intinya harus bayar dulu “pajak pembelian” dan “pajak penjualan” terlebih dahulu sebesar 5% baru bisa dibuat sertifikat?
Jawab:
Betul sekali. Harus bayar PPhTB dan BPHTB dulu.
- Tahun ini saya dapat surat dari RT yang isinya BPN akan datang untuk mengukur rumah, tetapi ternyata setelah ditunggu-tunggu BPN tidak datang. Mungkin karena Pak RT kurang aktif. Warga di RT yang berbeda sudah diukur rumahnya. Kebanyakan pemilik rumah di sini sudah tinggal lama dan tidak punya NPWP jadi sertifikat mereka baru-baru. Ini sudah jadi tanpa membayar pajak pembelian dan penjualan. Kok bisa ya, Pak? Sekarang kalau buat sertifikat rumah apakah masih bisa gratis, Pak?
Jawab:
Terkait pembayaran pajak itu perlu dipastikan apakah memang betul gratis atau tidak. Atau semuanya sudah termasuk pada harga yang ditentukan oleh notaris. Setahu saya, di sertifikat yang sudah jadi (yang pengurusannya gratis) ada tulisan “terutang PPh dan BPHTB”.
Terkait pembuatan sertifikat masih gratis atau tidak, saya kurang tahu. Biasanya kalau ada pemutihan saja gratis. Demikian.
Semoga jawaban ini bermanfaat.
***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
12 Juni 2019
Gambar rumah dari wall dot alphacoders dot com