Aku merah kayu bakar yang menjulang di tepian jalan saat kaupergi menekur, setiap sentimeter Dusseldorf yang tak pernah jatuh tidur. Di suatu masa, aku ingin menjelma sepatumu.
Aku espresso yang kau pesan seharga 3,8 Euro di sebuah resto, saat kau memuntahkan lelahmu yang datang tergopoh-gopoh. Di suatu waktu, aku ingin menjadi kopi Gayo yang kauminum.
Aku permenungan yang kauperam dan pada saatnya menetas menjadi tawa yang getas. Di suatu masa, aku ingin menjelma kesedihan yang kaubuang ke dasar Rhine.
…untuk menjadi amaryllis, menjadimu.
***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
19 November 2017