Berat badan saya 63 kilogram ketika meninggalkan Citayam pada saat tiga hari menjelang berpuasa. Selama Ramadhan 1436 H di Tapaktuan saya tetap latihan Freeletics dan tidak menyentuh timbangan. Karena memang tidak punya timbangan. Biarlah mengetahuinya nanti saja ketika saya sudah mudik di Citayam. Kemudian saat itu tiba. Saya menimbang. Hasilnya turun lima kilogram.
Puasa itu identik dengan tidur, lemas, dan tak terbayangkan untuk berolahraga. Ngapain coba olahraga saat puasa? Seperti tak ada kerjaan saja. Anyway, I hate it. Tetapi ternyata ini buat yang tidak paham saja. Seperti saya ini. Sampai suatu ketika, jasad 78 kilogram memenuhi kaca di depan saya. Ini mengejutkan dan menghentak saya. Saatnya berubah.
Freeletics membuat saya mampu mendobrak banyak kemustahilan. Dan ternyata memang benar impossible is just a word. Freeletics yang membuat saya sedari awalnya membenci menjadi gandrung dengan olahraga. Freeletics yang ternyata mengantarkan saya kepada sebuah pemahaman utuh tentang arti sebuah perjuangan dan pengorbanan. Dan Freeleticslah yang membuat saya mengerti bahwa puasa tidak menghambat aktivitas agar tubuh kita tetap fit.
Seperti sudah pernah saya ceritakan sebelumnya, kalau saya ini memulai Freeletics di awal Desember 2014 dengan tiga minggu percobaannya. Kemudian di akhir tahun 2014 masuk menu utama 15 minggu Freeletics Cardio Strength (menurunkan badan dan menguatkan otot). Ternyata di akhir periode itu Freeletics terbukti efektif menurunkan berat badan saya sebanyak 16 kilogram sehingga berat badan saya menjadi 62 kilogram.
Saya tidak berhenti sampai di situ. Saya tetap meneruskan latihan Freeletics. Kali ini dengan program Freeletics Strength. Fokus pada penguatan otot. Perlu diketahui bahwa program yang saya pakai masih merupakan program lama dan gratisan atau tidak pakai coach. Anda bisa melihat menu programnya di sini: Freeletics Buat Pemula.
Freeletics Strength ini saya mulai pada pertengahan April 2015. Ada dua kendala besar buat saya pada saat itu untuk tetap konsisten dalam ber-Freeletics. Pertama, diklat yang harus saya ikuti selama sebulan di pusat pelatihan yang penuh kedisiplinan. Pertanyaannya, mampukah saya tetap menjalankan latihan Freeletics dalam suasana dan tempat baru? Selama ini saya latihan di mes Tapaktuan atau rumah Citayam, Bogor.
Dan No Excuse. Saya mampu menyelesaikan semua menu dalam minggu-minggu itu. Untuk menyiasati kendala waktu saya bahkan latihan sebelum salat subuh. And
done! Jadi memang “tekad besar” saja yang mampu menyingkirkan segala halangan.
Kedua, ada Ramadhan 1436 H di bulan Juni-Juli 2015. Mampukah saya berolahraga di saat saya sedang menjalankan puasa? Bukankah enaknya tidur-tiduran saja saat puasa? Namun sejarah sudah banyak membuktikan bahwa peperangan dan kemenangan banyak terjadi di bulan Ramadhan seperti Perang Badar dan Penaklukkan Mekkah dengan tokoh utama adalah Rasulullah saw, Perang Ain Jalut dengan tokoh Al-Malik Al Muzhafar Saifuddin Qutuz, Perang Hittin dengan Shalahuddin Alayyubi, dan Perang Guadalate dengan tokoh terkenalnya Tariq bin Ziyad. And I will prove it…
Done!
I can do it! Lelah sih lelah. Bosan sih bosan. Tapi saya jalan terus. Ketika saya akan memulainya saya cuma mengunggah program dalam pikiran saya dengan kalimat ini: “Just do it and finish it. I don’t care about time and personal best (PB).” Tapi saya malah bisa mendapatkan banyak
PB yang tidak pernah saya perkirakan sebelumnya. Why?
Dari beberapa literatur yang saya baca menjawab pertanyaan itu. Antara lain, ketika tidak berpuasa darah terpompa ke alat-alat pencernaan untuk mencerna makanan sehingga membuat lemas dan mengantuk. Sedangkan pada saat berpuasa lemak dalam tubuh berkurang dan tubuh dalam kondisi ringan. Jadi malah membantu dalam pencapaian target waktu. Sejatinya, berpuasa malah memberikan kita kekuatan dan memunculkan potensi kekuatan tersembunyi yang ada pada diri kita.
Beberapa jenis workout pecah PB berkali-kali dalam Ramadhan itu. Antara lain Zeus, Leg Lever Max, Squat Max. Bahkan Aphrodite yang di dalamnya terdapat gerakan yang paling banyak dibenci orang, burpee, mampu tembus dalam waktu 18 menit 13 detik. Alhamdulillah. Ini bukan ‘ujub. Tapi tak menyangka saja saya mampu melakukan semua itu. Mampu mendobrak mindset saya sendiri. Ternyata berpuasa tidak bisa menghalangi kita untuk berbuat yang terbaik dan semaksimal mungkin. Puasa bahkan saat terbaik buat kita berprestasi.
Lari memang belum saya lakukan di Ramadhan 1436. Entahlah, saya masih merasa belum mampu saja berlari pada saat berpuasa. Takut dehidrasi dan macam-macam. Tapi berita tentang seorang pelari IndoRunners yang ikut full marathon di Australia pada Ramadhan tahun ini dan mampu finis sedangkan ia tetap berpuasa membuat saya perlu mencoba lari.
Eh, kebetulan ada tantangan dari IndoRunners Aceh untuk berlari dengan jarak minimal 70 kilometer dalam rangka memperingati HUT RI yang ke-70. Dihitung mulai tanggal 27 Juli 2015. Berarti cuma tersedia waktu tiga minggu. Saya terima tantangan itu dan harus mengatur waktu sebaik mungkin. Karena tiga minggu ini bertepatan dengan Freeletics Hell Week saya. Yakni minggu terakhir Freeletics Strength dengan workout yang harus saya kerjakan setiap hari.
Akhirnya pada tanggal 28 Juli 2015, saya mencobanya. Tanggal itu bertepatan pula dengan hari puasa syawal saya sekaligus ada menu Freeletics yang harus saya selesaikan yaitu Metis. Maka di sore hari saya tekadkan untuk mewujudkan semuanya. Rencananya saya pemanasan terlebih dahulu, lalu Metis, baru kemudian lari. Itu pun kalau saya masih ada tenaga.
Setelah pemanasan, saya kebut Metis. Eh Alhamdulillah malah dapat PB dengan waktu 4 menit 30 detik. Setelah ngos-ngosan-nya reda dan keringat sudah mulai kering. Saya ambil pakaian, celana, dan sepatu lari saya. Lalu langsung lari. Dan ternyata saya bisa lari dalam kondisi puasa. Mulai lari di depan mes dan berakhir di depan mes pula. Pas lima kilometer lebih sedikit. Pas pula azan magrib berkumandang. Saya ambil air putih dan minum sepuasnya lalu pergi ke masjid. Lagi dan lagi atas kehendak Allah saya mampu dan diberikan kekuatan untuk tetap Freeletics dan lari.
Saya mempunyai kiat-kiat agar kita tetap mampu ber-Freeletics pada saat berpuasa. Ini adalah hasil dari berbagai bacaan dan pengalaman saya. Insya Allah berguna buat kita yang tidak mau puasa menjadi penghalang untuk tetap fit. Berikut kiat-kiatnya:
-
Usahakan sahur.
Ini berguna buat bekal kita beraktivitas seharian. Sekaligus menghidupkan sunnah Rasulullah saw. Asupan yang proporsional antara karbohidrat, protein, dan lemak. Ini berarti terkait pula dengan pola makan kita pada saat berbuka puasa.
Kali ini saya mau sedikit bercerita. Ada yang berubah pada diri saya. Berulang kali di setiap Ramadhan, dari tahun ke tahun, saya selalu makan besar dahulu pada waktu berbuka puasa, baru setelah itu salat ke Masjid. Saya tak bisa hanya menyantap menu ta’jil saja. Namun di Ramadhan tahun ini saya mampu makan seperlunya saja untuk membatalkan puasa. Setelah salat barulah makan besar. Dan di Tapaktuan ini entah bisa disebut makan besar atau tidak kalau menunya cuma jagung rebus, tahu rebus, tempe rebus, bakso rebus, buah semangka, air tahu. Tapi Alhamdulillah, semua patut disyukuri.
-
Lakukan pemanasan sebelum latihan.
Pemanasan ini penting entah kita melakukan latihan pada saat puasa atau pun tidak. Tapi saya perlu menegaskannya lagi di sini agar kita terhindar dari cedera. Bentuk pemanasannya seperti apa bisa di-googling– sendiri.
-
Lakukan Freeletics menjelang berbuka puasa.
Ini penting agar kita dalam waktu yang tidak lama mendapatkan energi baru dengan berbuka puasa itu. Saya biasanya melihat perolehan waktu dari setiap jenis latihan. Misal Aphrodite yang biasa saya lakukan membutuhkan waktu antara 19 sampai dengan 25 menit. Maka ditambah pemanasan lima menit, Freeletics saya lakukan 30 menitan sebelum berbuka puasa. Jika memang Anda biasanya butuh waktu 40 menit untuk menyelesaikan workout ya kurangi saja waktu saat berbuka puasa dengan waktu Freeletics kita. Di situlah Anda bisa memulai.
Saya tidak menyarankan untuk melakukannya sesaat setelah sahur atau pada pagi hari. Karena saya khawatir akan menguras energi dalam aktivitas harian kita nantinya. Saya juga tidak menyarankan melakukan Freeletics sesaat setelah makan besar. Bisa muntah. Atau kekenyangan itu malah membuat kita lamban.
-
Perbanyak minum air putih.
Dehidrasi itu berbahaya. Maka segeralah konsumsi air putih saat berbuka puasa tiba. Lalu pastikan bahwa dalam semalam kita sudah memenuhi kebutuhan minimal cairan tubuh. Minum air sebanyak dua liter.
-
Berdoa sebelum memulai.
Biasanya saya memulainya dengan bismillah kemudian salawat. Salawat itu bikin selamat loh. Mengapa kudu berdoa? Ya karena kita tahu, kalau kita sesungguhnya makhluk lemah, tiada daya, dan tidak punya apa-apa. Dia-lah yang maha kuat dan berkehendak atas segala sesuatu. Kita pengennya sehat setelah Freeletics, bukannya sakit atau bertambah sakit.
-
Jauhkan air botol minuman.
Sesaat latihan selesai Anda harus berhati-hati dengan botol atau gelas minuman yang berada di dekat Anda. Jauhkan pada saat latihan. Dan jangan mengambil air minum sesaat setelah latihan. Ini berbahaya. Karena saya khawatir Anda meminumnya langsung padahal waktu berbuka puasa belumlah tiba. Walaupun saya tahu kalau meminum air tidak disengaja tidak membatalkan puasa, tapi tetap saja sayang juga puasanya. Apalagi saya tak tahu sebatas mana keimanan Anda, apakah ketika ingat Anda sedang berpuasa Anda langsung menghentikannya atau malah bablasin aja sekalian? Halah.
Demikianlah yang bisa saya sampaikan. Semoga catatan ini bermanfaat buat Anda yang sedang semangat-semangatnya untuk senantiasa fit dalam kondisi apapun. Satu pesan saya adalah bahwa yang tahu kondisi tubuh kita adalah diri kita sendiri. Maka perhatikanlah detil dari alarm tubuh Anda. Kalau Anda memang mampu maka lakukanlah. Tapi jika belum mampu, stop dahulu. Namun tetap dengan azas No Excuse. Jangan sampai sakit menjadi alasan kita untuk berhenti. Kadang berhenti menjadi candu. Camkan ini dalam Freeletics: I don’t stop when I’m tired, but I stop when I’m done.
Salam Freeletics. No Excuse.
***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
30 Juli 2015
Tanya :
1. Pa Riza larinya di jalan raya atau trek lari?
2. Kalo hari biasa (tidak puasa), larinya masih sore (sebelum maghrib) juga kah?
LikeLiked by 1 person
1. di jalan raya 2. lari pagi biasanya.
2015-07-31 9:49 GMT+07:00 Blog Riza Almanfaluthi :
>
LikeLike
Bagaimana dengan pola makannya om? Di-sharing juga dong
LikeLiked by 1 person
Ada semua di https://rizaalmanfaluthi.com/my-freeletics
LikeLike
Coba cek saja.
LikeLike