Tidak Ada Argari
By: Riza Almanfaluthi
Aku kuyup digigit ribuan hujan dari langit yang menganga lama
getar petir menular menjadi gemerutuk sekujur tubuh
haus dari apa yang kau sebut pelukmu
selalu saja ada alasan buat ombak untuk terus menatapku yang sedang duduk di bawah nyiur
menjadi tabir dari keluhmu tentang aku yang didera jauh
tak cukup ribuan halaman kertas mengeja setiap katayang kau kikir dengan pena rindumu
biarkan tintanya habis…
karena tidak ada yang lebih sedih dari pedih yang kuhirup menjadi udara pagi….
Aku senja yang disapa satu persatu oleh jarum jam di dinding kayu lapuk rumahmu
cicak mana yang mau berpesta serangga di sana
detaknya tidak lebih dari 20 desibel, akankah kau dengar?
tapi ini kalibrasi epik karena harimu berdenyut tanpa sebentuk suara
tanpa wajah yang dimamah senyum, tanpa geliat raga yang dikobar renjana
tanpa ketik huruf yang bersembunyi di balik kaca, tanpa tombak tawa semenjana
biarkan ujung bayungnya jatuh…
karena tidak ada yang lebih tegar dari argari berantamu yang kubayar menjadi khayal…
Aku epilog di bab terakhir catatan harian yang kau kirim kepadaku dengan beribu gesa
selarik hitam mengular lama tanpa jeda mengisyaratkanku akan sebuah igau
enggan aku baca, karena aku tahu berapa kali engkau tala madah berjuluk perpisahan
sedetik sapamu hanya senampan basa-basi terhidang di piring penuh kedustaan
atau sekadar keengganan bercampur peluh dinginmu saat kau sadar ini tak boleh nyata
biarkan ia menetes…
karena tidak ada yang lebih harum dari wangimu yang kupecut menjadi hening semesta…
Aku sampul buku yang dicampakkan benih-benih rayap di sudut lemari yang bisa kau jangkau setiap saat
Sebuah entah apalagi yang akan kau gesekkan di atas senar-senar biola sedihmu
Akan kau dermagakan kemana harap
Akan kau deraikan kemana lagi cerita
Akan kau sisihkan kemana lagi segala kemas
Sedangkan aku dengan rinduku setengah mati yang tak pernah bisa mati
Biarkan itu adanya…
Karena tidak ada yang lebih
tidak ada yang lebih berduka dari rimba asmara yang kuriba menjadi kusuma pusara
tidak ada…
***
Riza Almanfaluthi
Tapaktuan, 2 September 2014