Wangi-wangi Aini
Namamu Aini
sering kudengar teriak-teriakmu di bising pinggiran Jakarta
sepulang kerja yang memeluh dalam larut tak berkesudahan
Namamu Aini
sering kudengar celotehmu
yang begini dan begitu:
Hari ini tak masak woi,
capek nian rasanya,
kadang iri loh woi sama ibu-ibu rumah tangga itu,
yang cuma di rumah, belanja-belanji, ke salon, berkebun, nge-mal, senam, deesbe deesbe.
Ingin sekali bangun pagi-pagi, colek-colek suami, cium-cium sedikit,
dorong-dorong suami ke kamar mandi, memandikannya pakai air teh basi, menyuruhnya ke masjid,
menyiapkan baju buat ke kantor, cium-cium lagi, terus dadah-dadah di depan pagar.
Kalau suami sudah tak kelihatan,
balik masuk rumah, tidur-tiduran sambil nonton tipi, nonton sinetron
yang pemerannya sering mengoceh sendirian seperti orang kena skizofrenia
Jam 9 belanja sama ibu-ibu komplek, balik rumah sudah siang saja,
habis itu mandi, terus ke salon, pulang dari salon sudah sore,
mandi lagi deh biar wangi, terus menyusul suami ke kantor,
pura-puranya mau jemput begitu.
Mengajak suami ke Semanggi,
minta ditraktir nasi goreng udang yang enak nendang-nendang di lidah,
pulangnya minta es krim magnum 3 biji rasa almond,
habis itu pulang dan bobo manis.
Ah masak iya
bukankah kau sempat bilang pada suamimu sambil berbisik:
lupakan belanjaan yang tadi dibeli karena itu cuma buat memenuhi kulkas aja
setelah ini apa?
Namamu Aini
Sudah kubilang padamu
Di sebuah pagi yang basah
Di sebuah hari yang tak kerontang
Di langit yang selalu kelabu dan menjadi hitam
Kalau ibu rumah tangga pun sering berimajinasi
mereka iri padamu, pada sebuah nama yang sering
meloncat-loncat, tak dapat kutangkap di ingatanku
kalau engkau pekerja kantoran,
yang tak mululu melihat tembok rumah 4×3 itu
yang tak melulu mengurus anak.
Sepertinya enak kalau melulu pakai blazer, bedak, gincu, dan wangi,
melulu Louis Vuitton di tangan kiri
melulu tenteng Blackberry di tangan kanan,
dan melulu jadi alien saat di krl atau di bis atau di mobil dalam perjalanan
karena saking asyiknya Bb-an dan Twitteran.
Melulu dapat gaji di tanggal 25 atau awal bulan,
melulu shoping di jam istirahat di mal-mal,
melulu hangout habis kerja di kafe-kafe
sambil buka-buki laptop cari hotspot gratis,
update itu status:
"hai asyik juga steak di sini, elo semua kudu ngerasai enaknya, cheessss."
Melulu jadi sosialita, untung enggak ngedrag dan nyekek, kalau iya,
aku khawatir engkau jadi Apriani.
Melulu bisa cipika-cipiki dengan teman-teman yang juga sama
rapih dan wanginya.
Enggak dengan ibu rumahan yang melulu dasteran,
masih bau dapur dan ompol anak.
Melulu curi-curi pandang sambil berkata: oh my God
kepada pria-pria metroseksual yang kadang hampir saja
jadi banci tulen di dalam kesendirian mereka.
deesbe…deesbe…
Ah…namamu Aini
pada sebuah nama yang sering
meloncat-loncat, tak dapat kutangkap di ingatanku
ada yang bisu di sajak ini
karena kau pernah bilang ini cuma imajinasi yang sekarat menjadi delusi
tapi kalau kau tahu
ini memaksa tanah untuk memilin wangimu,
memanggil namamu
berseru dalam sunyi yang hitam:
datang padaku!!
**
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
27 Januari 2011
Bagikan Tulisan Ini Jika Bermanfaat: