S A L J U


S-A-L-J-U

hanya ada salju

tak ada yang lain

yang lebih putih di bulan Desember

aku nanar menatap pepohonan

karena ia menjelma menjadi dirimu

dalam sengkarut jiwa

yang menghapus jejak-jejak kaki

bahkan ingatan akan sakura

aku terbakar dalam dingin

merepih jilatannya yang tak berkesudahan

di dahan rantingmu

aku siap terbang

menjadi elang

mengangkasa

dan mencumbu rahasiamu

hitungan hari bersimbah detik-detik

lalu ia terhenti selamanya.

**

 

***

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

26 November  2012

janaka mencari jejak


janaka mencari jejak

**

mencari jejakmu di rerimbunan nafas

adalah aku tanpa kresna di kurusetra

pada siapa hujan pamit hunjamkan ode-ode purba

ghaibkan semua

petang memanggang menang

redupkan genderang perang

panah-panah patah jadi jumlah tak terbantah

setelahnya, aku merinjani dalam luruhmu

seperti supraba yang mengerang padaku:

kau bukan pandawa

***

 

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

12 Januari 2012

 

gambar diambil dari sini

Laki-laki yang Pernah Mampir di Situ Buleud


Laki-laki yang Pernah Mampir di Situ Buleud    


Tidak tahu pada apa yang merana di Situ Buleud, aku datang mencangklong takdir dengan rambut basah sisa-sisa gerimis petang tadi, seperti raja yang tersandung selendang nyai-nyai tonil. Tidak tahu pada apa yang bahagia di Situ Buleud, aku merajuk pada angin yang telah menemukan tempatnya untuk bersembunyi di kisi-kisi tubuh, seperti pengemis rakus menatap lubang kuburan yang akan menelannya besok. Tidak tahu pada apa yang tak ingin pergi di Situ Buleud, aku mendengar teriakan daun jatuh bersalto berkali-kali di udara menghinaku: “hai, itu perempuanmu!” Waktu jadi nol seketika.

***

29 Januari 2012

Riza Almanfaluthi, seorang PNS, penulis yang lahir di Indramayu 36 tahun lalu. Berpendidikan terakhir sarjana strata dua dan sekarang tinggal di Bogor. Pernah mengikuti Basic Writing Training for Beginner dan bergabung di Forum Lingkar Pena Depok sejak tahun 2007. Aktif menulis sebagai blogger dalam blog pribadinya di https://dirantingcemara.wordpress.com sampai sekarang.

Cerita pendeknya Titin Baridin mendapatkan penghargaan sebagai cerpen terbaik diskusi bulanan FLP Depok Agustus 2007. Puisi-puisinya pernah menjadi pemenang kedua dalam perlombaan Menulis Puisi Al Amanah Fair 2011.

Gambar diambil di sini

Jalanan di Suatu Malam Senin


image

Tak ada katak yang menjerit
Tak ada denting pedang
Selarik cahaya jatuh di hati
Sudah larut, segera tidurlah.

Sang A itu Aku


Sang A itu Aku

Di sebuah senja yang kehilangan merahnya karena gerimis yang cemburu, di sebuah kerumitan yang tak mudah terurai dalam kepadatan gerbong KRL, sang B, petang ini pulang menunggang lelah. Di selatan yang jauh dan biru, sang A, berdiri di sebuah stasiun sambil bersyukur, “Ah, kereta tadi kosong nian.”

Lalu ada yang mengejutkan ingatannya, bahwa ia harus mengirimkan sesuatu pada Sang B. Pesan maya terbang dari ujung handphonenya menuju pemancar terdekat, lalu ke langit, menuju angkasa, menuju sebuah satelit dan mengirimkan kembali kepada sebuah pemancar penerima, dan terbentuk sebuah tulisan di layar handphone Sang B. Saling berbalas.

Sang A    : Sudah di mana?

Sang B    : Baru di Manggarai?

Sang A    : Lagi berdiri atau duduk?

Sang B     : Ya pasti berdirilah. Hari gene duduk? Ngimpi kali.

Sang A    : Kenapa tak berdiri di ruang hatiku saja? Tak ada mimpi di sana.

Sang B    : Gedubrak, plekenthus… hi…hi…hi…

Sang A    : Tawamu mengisyaratkan putik yang jatuh di tanah basah

Sang B    : Preketieewwww

Sang A    : Itu cuma buih di pantai putih pikiranku.

Sang B    : &$&*#))*)(%$)(*

*

Sang A     : Aku

Sang B    : Kamu

***

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

17.58 03 Februari 2011

Wangi-wangi Aini


Wangi-wangi Aini

 

Namamu Aini

sering kudengar teriak-teriakmu di bising pinggiran Jakarta

sepulang kerja yang memeluh dalam larut tak berkesudahan

 

Namamu Aini

sering kudengar celotehmu

yang begini dan begitu:

Hari ini tak masak woi,
capek nian rasanya,
kadang iri loh woi sama ibu-ibu rumah tangga itu,
yang cuma di rumah, belanja-belanji, ke salon, berkebun, nge-mal, senam, deesbe deesbe.

Ingin sekali bangun pagi-pagi, colek-colek suami, cium-cium sedikit,

dorong-dorong suami ke kamar mandi, memandikannya pakai air teh basi, menyuruhnya ke masjid,

menyiapkan baju buat ke kantor, cium-cium lagi, terus dadah-dadah di depan pagar.

Kalau suami sudah tak kelihatan,

balik masuk rumah, tidur-tiduran sambil nonton tipi, nonton sinetron
yang pemerannya sering mengoceh sendirian seperti orang kena skizofrenia

Jam 9 belanja sama ibu-ibu komplek, balik rumah sudah siang saja,

habis itu mandi, terus ke salon, pulang dari salon sudah sore,
mandi lagi deh biar wangi, terus menyusul suami ke kantor,

pura-puranya mau jemput begitu.

Mengajak suami ke Semanggi,

minta ditraktir nasi goreng udang yang enak nendang-nendang di lidah,
pulangnya minta es krim magnum 3 biji rasa almond,
habis itu pulang dan bobo manis.

Ah masak iya
bukankah kau sempat bilang pada suamimu sambil berbisik:

lupakan belanjaan yang tadi dibeli karena itu cuma buat memenuhi kulkas aja

setelah ini apa?

 

Namamu Aini

Sudah kubilang padamu

Di sebuah pagi yang basah

Di sebuah hari yang tak kerontang

Di langit yang selalu kelabu dan menjadi hitam

Kalau ibu rumah tangga pun sering berimajinasi

mereka iri padamu, pada sebuah nama yang sering

meloncat-loncat, tak dapat kutangkap di ingatanku

kalau engkau pekerja kantoran,

yang tak mululu melihat tembok rumah 4×3 itu

yang tak melulu mengurus anak.

Sepertinya enak kalau melulu pakai blazer, bedak, gincu, dan wangi,

melulu Louis Vuitton di tangan kiri

melulu tenteng Blackberry di tangan kanan,

dan melulu jadi alien saat di krl atau di bis atau di mobil dalam perjalanan

karena saking asyiknya Bb-an dan Twitteran.
Melulu dapat gaji di tanggal 25 atau awal bulan,

melulu shoping di jam istirahat di mal-mal,

melulu hangout habis kerja di kafe-kafe

sambil buka-buki laptop cari hotspot gratis,

update itu status:

"hai asyik juga steak di sini, elo semua kudu ngerasai enaknya, cheessss."

Melulu jadi sosialita, untung enggak ngedrag dan nyekek, kalau iya,

aku khawatir engkau jadi Apriani.

Melulu bisa cipika-cipiki dengan teman-teman yang juga sama

rapih dan wanginya.

Enggak dengan ibu rumahan yang melulu dasteran,

masih bau dapur dan ompol anak.

Melulu curi-curi pandang sambil berkata: oh my God

kepada pria-pria metroseksual yang kadang hampir saja

jadi banci tulen di dalam kesendirian mereka.

deesbe…deesbe…

 

Ah…namamu Aini

pada sebuah nama yang sering

meloncat-loncat, tak dapat kutangkap di ingatanku

ada yang bisu di sajak ini

karena kau pernah bilang ini cuma imajinasi yang sekarat menjadi delusi

tapi kalau kau tahu

ini memaksa tanah untuk memilin wangimu,

memanggil namamu

berseru dalam sunyi yang hitam:

datang padaku!!

**

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

27 Januari 2011

paingan


paingan

**

 

cerita itu hanya ada di laci otakmu

kau lupa? paingan…

narayana semakin menghitam

kau lupa? paingan…

rupa langit membayang khusyu’

kau lupa? paingan…

di malam itu beringin datang pada kidung di mulutmu

kau lupa? paingan…

ha sampai nga tak tertukar menusuk-nusuk telinga

kau lupa? paingan…

kanvas cuma jadi kayu bakar penutup peti rahwana

kau lupa? paingan…

ada salju bertumpuk di kisi-kisi kelopak matamu

aku lupa!!! paingan?

 

 

***

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

lagi-lagi tertulis di atas krl

18.06 6 Januari 2011

menemuimu di suatu maghrib


menemuimu di suatu maghrib

**

a r u p a d h a t u

 

 

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

delusi itu bukan dilusi

22:47 04 Januari 2011

Sumber gambar.

merah di bulanmu


merah di bulanmu

*

aku tak bisa apa-apa

   
 

 
 

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

masih banyak cerita

20.13 02 Januari 2012

Sumber gambar: dari sini

bias


Bias


*

hujan mengetuk jendela

aku terjaga

“buka cepat! aku kedinginan…” rintihmu

derit reot mencoba membuat garis lurus di tengah

“namamu siapa?”

“derai!”

 

hujan meramaikan sudut menjadi onggokan hidup

aku terjun pada kebekuan

apa yang kau inginkan derai?

jawabmu bagiku adalah

:sepucuk tanya untuk kau kirimkan pada drupadi

“jika api menjadi debu, kapan kau akan injakkan kaki di bara hati?”

ah, pasopati di balik punggung membara.

derai menjadi partikel

fana tapi ada

 

tapi di sebelah kamar

hujan mengetuk jendela

“buka cepat! aku kedinginan…” rintihmu

terlelap dalam hutan mimpi jadi kunci untuk lari

aku bias

menjadi bunga di atas meja

tanpa nama

 

***

riza almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

di atas krl tanah abang bogor, aku teringat drupadi

17:54 23 desember 2011

 

Gambar di ambil dari sini