Mangunreja Sareng Warung Peuteuy, Aya Naon di Ditu?



Ibu Jua Mengaduk Ulen via onenews.id

To make something special, you just believe it’s special.

(Mr. Ping, Kung Fu Panda, 2008)

Liburan panjang awal bulan Mei 2016 itu kami ke Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Sebuah nikmat yang patut disyukuri adalah bertemu dengan saudara dan merasakan kembali makanan yang sudah lama tidak pernah dinikmati.

Kami berangkat dari Jakarta hari Kamis pukul 14.00. Keluar dari kemacetan di KM-57 tol Cikampek pada saat magrib. Sempat tersasar di Garut dan sampai di rumah uwa (panggilan hormat kepada kakak ibu) jam satu dinihari. Alhamdulillah dalam perjalanan itu saya tidak terkantuk-kantuk. Masih kuat nyetir tanpa tergantikan sampai tujuan.

Baca Lebih Lanjut.

RIHLAH RIZA #9: AURAD DAN RELEGION


RIHLAH RIZA #9: AURAD DAN RELEGION

Tiga orang aktivis pergerakan itu dibuang oleh Penjajah Belanda karena kepemimpinan mereka yang mampu menggerakkan semangat perjuangan anti kolonialisme Belanda. Soekarno dibuang ke Ende, Flores pada tahun 1933. Hatta dipenjara di tahun yang sama kemudian bersama Syahrir dibuang ke tempat yang menyeramkan buat orang pergerakan pada masa itu: Boven Digoel. Sebuah tempat pembuangan buat para pemberontak Partai Komunis Indonesia tahun 1926.

    Hatta membawa koleksi bukunya sebanyak 16 peti. Di sana ia menulis buku. Juga menulis untuk koran. Penghasilan dari menulis itu dipergunakan sebagai biaya hidupnya di tanah pembuangan. Saking cintanya kepada buku ia menjadikan buku yang ditulisnya di Banda Naira—tempat pembuangan setelah Boeven Digoel—berjudul Alam Pemikiran Yunani sebagai mas kawinnya saat menikah dengan Rahmi Rachim di tahun 1945.

**

Margalaksana, Salawu, Tasikmalaya. Bertahun-tahun lampau. Dalam sebuah kenangan yang tak akan pernah hilang. Ini rumah uwak (kakak ibu) saya. Berada di pinggir jalan lintas Tasikamalaya-Garut. Halamannya luas. Samping-sampingnya sawah luas membentang. Belakangnya kolam ikan mas. Di belakangnya lagi adalah persawahan hingga ke kaki bukitnya. Daerah pegunungan yang sejuk. Desa yang tenang. Ini benar-benar tanah parahyangan. Secuil surga.

    Kalau shubuh airnya dingin bikin menggigil. Jika matahari terbit cahayanya menyinari sawah yang sedang menguning dan pohon-pohon lebat di perbukitan. Masih banyak burung-burung liar yang ribut mencari makan. Gemericik air bening dari pancuran, saung yang sedikit tua tapi bersih, ikan mas yang berenang ke sana kemari di lebak adalah gambaran sedikit tempat dekat rumah uwak. Apalagi kalau sedang hujan. Sempurna sudah seperti lukisan Basuki Abdullah tentang pantai di Teluk Numba yang dipesan oleh Soekarno.

    Suasana dan keindahannya yang dibawa sampai ke alam bawah sadar membuat saya menginginkan untuk bisa tinggal di sana. Atau di suatu tempat yang setidaknya menyamainya. Yang membangkitkan banyak inspirasi seperti Ende bagi Soekarno atau Banda Naira buat Hatta. Dan ternyata Allah membawa saya ke sebuah tempat yang merupakan paduan dari keduanya. Pegunungan dan pantai. Kota Naga: Tapak Tuan.

    Saya tinggal di sebuah mess yang dulunya merupakan bangunan bekas Pos Pajak Bumi dan Bangunan. Halaman mess ini luas sekali. Ditumbuhi dengan rumput liar dan berpagar tembok pendek. Di belakang mess terdapat pekarangan yang luas. Ada satu rumah lagi di situ. Namun tidak sebesar mess kami. Di belakangnya lagi bukit dengan hutan yang masih alami. Tempat tinggal monyet, babi, biawak serta hewan-hewan liar lainnya. Harimau tentunya sudah tidak ada lagi.

Ini mess kami. (Foto koleksi Teman)

    Di depan mess kami yang menghadap ke barat ini adalah jalanan sepi yang merupakan jalur lintas barat Sumatera. Di depannya lagi adalah pantai dari Samudera Hindia. Kalau ditarik lurus ke barat daya, tembus Pulau Simeulue maka ribuan kilometer di sana ada pulau besar yang terkenal bernama Madagascar. Kalau ditarik garis lurus 15 derajat ke barat laut maka itu adalah arah kiblat.

Suasana depan mess kami.(Koleksi Pribadi)


Sunset di suatu hari. (Koleksi pribadi)


Selalu ada senja.(Koleksi pribadi)


Pantai depan mess kami. (Koleksi pribadi)


Pemandangan depan mess kami. (Foto koleksi pribadi)

    Jadi dari pintu mess kami itu saya bisa melihat cakrawala yang memanjang, lautan luas, dan tentu saja senja di sore harinya. Pemandangan matahari tenggelam itu yang seru. Apalagi kalau langitnya tanpa awan.

Pantai di depan kami itu dibatasi tembok tebal. Gunanya untuk membatasi terpaan ombak. Karena sering kali ombak itu sampai ke jalanan. Waktu di malam pertama tidur di mess saya mengira suara yang sering kali terdengar keras dan berdebum itu adalah suara mobil yang melaju kencang. Ternyata bukan. Itu suara ombak besar yang keras. Bum…! Bum…! Bum …!

Pantai di depan kami ini pun bisa buat snorkeling. Ada karang dan ikan warna-warninya. Airnya hijau bening sehingga bisa terlihat dasar bawah lautnya. Saya pernah diajak untuk itu, alatnya sudah tersedia, saya tinggal pakai, tapi saya bilang nanti saja kalau saya sudah siap dan hari libur.

    Tidak takut kena tsunami? Insya Allah tidak. Waktu tsunami tahun 2004 lalu, Tapaktuan tidak mengalami tsunami walau air laut naik karena terhalang Pulau Simeulue ratusan kilometer di depannya. Tanda-tanda tsunami itu adalah ketika ada gempa dan air laut di pantai surut mendadak. Itu tanda yang harus diwaspadai oleh karenanya kami tinggal naik ke bukit belakang saja. Walau tsunami kemarin tidak mengakibatkan dampak signifikan di Tapaktuan, tapi di sana sudah ada tim SAR yang selalu siap untuk memberikan sosialisasi tentang tsunami ini. Bahkan di pelabuhannya ada Stasiun Pasang Surut Tsunami Early Warning System (TWES).

Bangunan tempat alat Peringatan Dini Tsunami. (Gambar koleksi pribadi)

    Jadi benar-benar pemandangan yang luar biasa indah dan tentunya menenangkan. Kalau pagi saya buka pintu depan lebar-lebar agar udara laut masuk ke dalam rumah. Pintu belakang saya buka juga agar udara perbukitan pun masuk. Asal jangan babi hutan saja yang masuk.

    Soal babi hutan ini memang punya story-nya. Waktu malam pertama kali saya menginap di mess itu ada tiga babi hutan yang sedang mencari-cari makanan. Sebuah penyambutan atas kedatangan saya. Kadang kalau kita lagi asyik-asyiknya nonton tv muncul babi-babi hutan itu dengan santainya. Tak mesti tiga, kadang dua ekor, kadang sendirian. Tergantung mood dan mau-maunya si babi. Jangan heran kalau malam-malam ada yang mengais-mengais tong sampah di pinggir jalan. Bukan pemulung seperti di Jakarta tetapi keluarga si Pumba itu. Pumba adalah karakter babi hutan di film kartun Lion King.

Bahkan pagi hari ini saat saya sedang belok ke SPBU ada babi liar yang kesiangan masuk hutan, masih cari-cari makanan di tengah kota. Untung tidak tertabrak. Kayaknya yang lagi menunggu di rumah sudah panik mengapa si babi belum pulang-pulang padahal lilinnya sudah mau habis dan cahaya matahari sudah nongol dari balik bukit. (Ini mah ngepeeeeeet…abaikan).

Selain babi ada biawak ada juga nyomet monyet. Kambing juga ada. Kucing ada juga. Jangkrik setiap malam tidak pernah absen menyuarakan aspirasinya. Krik…krik…krik…Merekalah para binatang yang sering lewat di depan atau belakang rumah.

    Kota Tapaktuan ini berada di Kecamatan Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan. Kotanya kecil. Se-cret-an saja ini jalanan kota sudah habis dikelilingi. Kalau pakai mobil satu lagu saja tidak habis diputar. Ke mana-mana enak pakai sepeda. Jalanan yang sepi mendukung untuk gowes. Gowes sambil menghirup udara pagi dan menikmati keindahan pantai jadi salah satu cara mengusir jenuh.

    Ada dua jalan utama yaitu Jalan T Ben Mahmud dan Jalan Merdeka. Jalan yang pertama itu jalan tempat pusat pemerintahan. Sedangkan yang terakhir adalah pertokoan dan pusat bisnis.

Kantor Bupati Aceh Selatan di Jalan T. Ben Mahmud (Koleksi teman)

    Di Tapaktuan tidak ada tempat untuk menyalurkan gaya hedon orang ibu kota seperti mal, bioskop, diskotik. Orang pun harus menutup auratnya.    Ini himbauan yang tampak di jalanan Tapaktuan. Dan para warga mematuhinya. Soalnya ada polisi syariat yang disebut Wilayatul Hisbah yang akan mengawasi. Hotel-hotel atau losmen atau penginapan jangan sekali-kali menerima pasangan yang bukan mahram untuk satu kamar kalau tidak mau dirazia.

Seharusnya AURAT bukan AURAD (foto koleksi pribadi).

    Aceh memang terkenal agamis. Ada qanun (peraturan daerah) yang menjaga keterlestarian syariat Islam di daerah istimewa ini. Apalagi Tapaktuan suku aslinya merupakan suku Aneuk Jamee yang merupakan para perantau dari Minangkabau yang sudah menetap di sana sejak abad ke-15. Banyak masjid dan meunasah (musholla) yang dibangun. Agama menjadi urat nadi mereka dalam berperikehidupan. Tak sekadar slogan yang biasa terpampang.

Slogan yang terpampang di SMA Negeri 2 Tapaktuan. Seharusnya RELIGION bukan RELEGION. (Foto Koleksi Pribadi)

Bahasa yang digunakan sehari-hari adalah bahasa Minang dengan logat Aceh.

    “Pake talua?” tanya penjual nasi gurih itu kepada saya.

    “Hah apa?” saya balik tanya karena tak mengerti.

    “Pake talua?” dia mengulang tanyanya.

    “Ohh iya pake telur,” ini hasil berpikir cepat saya. Mengartikan bahwa nasi uduk yang saya makan itu memang pakai telur, bukan pakai ayam gulai. Saya sering disangka asli sana. Mungkin karena melihat kulit saya ini. Rasis juga mereka. Hihihi…

    Inilah sekelumit Tapaktuan. Kota yang terkenal dengan buah palanya. Seperti pula Banda Naira yang menjadi tempat penghasil pala di masa lalu hingga orang-orang Eropa berduyun-duyun datang ke timur Indonesia memperebutkannya. Pala pada saat itu lebih tinggi nilainya daripada emas.

Tidak seperti Hatta, saya cuma membawa buku tiga biji. Tak sebanding. Tapi suasana kebatinannya memenuhi rongga dada saya. Membuncah dan memuara. Sampai waktunya itu tiba.

***

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

Tapaktuan, 05:50 7 november 2013

UNTUK ADEKKU YANG MANIS


UNTUK ADEKKU YANG MANIS


Bismillaahirrahmaanirrahiim.

Assalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

Puput, adekku yang manis, apa kabar hari ini? Semoga Allah senantiasa memberikan kesehatan Iman dan Islam kepada Puput. Tak lupa tentunya adalah kesehatan raga, apatah lagi sebentar kemudian hari-hari yang dinanti itu akan segera tiba. Wuih, bahagianya momen indah itu. Aang, turut bahagia sekali tentunya.

Puput, adekku yang manis. Ini bukan basa-basi loh. Bagaimana tidak manis hingga Mamah Aang senantiasa memajang foto keponakannya di ruang tamu di antara foto-foto keluarga kita. Hingga setiap pulang dari kampus—saat liburan itu—Aang selalu mendapati foto itu bertambah semakin manis-dan manis. Walaupun itu foto masa kecil Puput.

Dan tiba-tiba teknologi membuat kita terhubung dengan mudahnya setelah era facebook muncul ke permukaan dunia dan mengobrak-abrik sekat-sekat jarak yang memisahkan kita. Aang tak pernah tahu lebih jauh tentang Puput, karena Aang pernah datang ke rumah dulu, dulu sekali waktu Puput masih kecil, masih SD.

Tak disangka, tak dinyana tiba-tiba facebook membuat kita bertemu sekitar setengah tahun yang lampau. Dan tiba-tiba Puput sudah mau menautkan hati dengan sang idaman. Alhamdulillah, Aang senang.

Aang, sebagai saudara—kalau memang Puput masih menganggap Aang demikian, Insya Allah—tentunya hanya berpesan niatkanlah semata-mata pernikahan itu karena Allah swt. Tak lain dan tak bukan karena kehendak-Nya hingga semua ini terjadi. Jikalau ada bersitan niat-niat bukan karena-Nya, maka segeralah untuk meluruskannya. Ah, alangkah baiknya.

Ayah dan Ibu tentu senang bukan kepalang. Putrinya semata wayang akan menjadi seorang yang berbeda di pekan yang akan datang. Jika Allah berkenan Aang akan datang. Aang juga kangen dengan Salawu. Akankah suasana di sana seperti 15-an tahun yang lampau? Semoga.

Puput yang manis, tentunya Aang hanya bisa mendoakan di hari bahagia itu, semoga Puput menjadi:

  • Perempuan teragung sejagat raya layaknya Khadijah Istri pertama Rasulullah saw;
  • Perempuan dermawan dan murah hati layaknya Saudah binti Zam’ah;
  • Perempuan yang kesuciannya diumumkan dari tujuh lapis langit layaknya ‘Aisyah binti Abu Bakar;
  • Perempuan yang ahli puasa dan shalat layaknya Hafshah binti Umar;
  • Perempuan yang dengan kesabaran dan ketabahan membuahkan balasan yang agung layaknya Ummu Salamah;
  • Perempuan yang pernikahannya diatur dari tujuh lapis langit layaknya Zainab binti Jahsy;
  • Perempuan paling berkah bagi keluarganya layaknya Juwairiyah bin Al-Harits;
  • Perempuan yang dengan ketabahannya membuahkan balasan mulia layaknya Ramlah binti Abu Sufyan;
  • Perempuan yang berusaha di setiap detik dari usianya untuk beramal layaknya Shafiyyah binti Huyay;
  • Perempuan yang paling kuat menjaga silaturahmi layaknya Maimunah binti Al-Harits;
  • Perempuan yang memimpin para wanita surga layaknya Fatimah binti Rasulullah saw;
  • nti Al-Harits;
  • Perempuan yang memimpin para wanita surga layaknya Fatimah binti Rasulullah saw;
  • Perempuan yang paling banyak jasanya layaknya Halimahas Sa’diyah;
  • Perempuan yang menorehkan tinta emas perjalanan jihad layaknya Ummu Aiman, ibu asuh Rasulullah saw;
  • Perempuan yang mas kawinnya adalah dua kalimat sahadat layaknya Ummu sulaim;
  • Perempuan mujahidah yang senantiasa melindungi junjungannya layaknya Ummu Umarah;
  • Perempuan yang didoakan Rasulullah dengan doa : ‘”Semoga Allah mengganti selandangmu dengan dua selendang di Surga” layaknya Asma’ binti Abu Bakar;
  • Perempuan syahid dan penyabar layaknya Ummu Haram binti Milhan;
  • Perempuan yang diberi minum dari langit layaknya Ummu Syuraik;
  • Perempuan Ahli Bait yang paling dicintai oleh Rasulullah saw layaknya Umamah binti Abul ‘Ash;
  • Perempuan yang menurunkan penerus sebagai ulama terbesar dan ahli tafsir terkemuka layaknya Ummul Fadhl Lubabah ibunda Ibnu Abbas;
  • Perempuan pemilih hewan ternak yang penuh keberkahan layaknya Ummu Ma’bad Al-Khuza’iyyah;
  • Perempuan yang diselamatkan oleh ayat-ayat Al-qur’an layaknya Ummu Kultsum binti Uqbah. Amin, amin, amin…

Berat? Namanya do’a Puput yang manis. Sebanyak-banyaknya, setinggi-tingginya. Dan Allah Maha Mendengar.

Itu saja Puput yang manis dari Aang. Sudah malam yah, Aang ngantuk. Semoga ukhuwah kita tetap terjaga. Dan jangan lupa untuk dapat mampir ke Citayam. Di sana ada keponakan-keponakan Puput: Haqi, Ayyasy, dan Kinan.

Manusia tak luput dari kekhilafan dan kesalahan. Maafkan Aang jikalau surat ini menyinggung Puput. Aang berharap menemukan telaga maaf yang teramat teduh dari Puput. Lalu biarlah Aang mereguk airnya dan mendapatkan kesegaran di dalamnya.

Alhamdulillah, wassalaamu’alaikum warahmatullaahi wabarakaatuh.

dari Aangmu:

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

di antara kepingan malam yang penuh nyamuk

10:52 25 Desember2010

*atas seizinnya  (putri utami) surat ini bisa dinikmati semua

CATATAN AWAL TAHUN: IZRAILISME


CATATAN AWAL TAHUN:

IZRAILISME

 

Kalau sudah demikian yang hanya dapat mengingatkan adalah malaikat izrail yang sudah mulai cawe-cawe (menyapa): “Halo Bang? Sudah siap?… pelan-pelan atau kasar nih? Bisa dipilih sih, tapi pilihannya bukan sekarang, tapi waktu masih dikasih kesempatan hidup.”

***

01 Januari 2011

    Tadi malam saya bersyukur sekali bisa tidur nyenyak. Tanpa terganggu sedikit pun suara berisik nyanyian kodok dari orang-orang yang membuang-buang duitnya untuk terompet, petasan, dan kembang api.

    Shubuh berjama’ah di masjid hanya dihadiri oleh 5 orang ditambah Ayyasy yang dari jam tiga pagi tidak bisa tidur. Kebanyakan yang bermalamtahunbaruan tidak shalat shubuh di masjid. Kalaupun tidak tahun baruan juga masjid tetap sama kosongnya.

    Pagi ini, ingin sekali saya berangkat ke Salawu, Tasikmalaya. Berkumpul dengan keluarga besar di sana yang lagi hajatan kawinan. Tapi sayangnya kondisi Bapak lagi tidak fit—pagi ini saat saya tengok di kamarnya, asam uratnya kambuh lagi, kakinya bengkak.

Kinan tadi malam panas banget. Setelah dikasih obat penurun panas dan dipeluk dalam ketelanjangan dada Alhamdulillah sebelum adzan shubuh berkumandang, suhu badannya sudah mulai turun. Tapi kembali ini menyurutkan tekad untuk bisa berbondong-bondong pergi ke Salawu dengan semangat 45.

Saya berharap, keluarga di sana bisa memaklumi atas ketidakdatangan saya. Karena saya pun sebenarnya amat rindu dengan Salawu dan kebersamaannya.

Kemarin saya ditanya oleh teman tentang revolusi resolusi diri. Saya diam saja. Tak tahu akan menjawab apa. Tetapi pagi ini saya jadi tertarik untuk mengungkapkan ini. Yang pasti saya berharap dengan harapan yang sama dengan orang-orang lain: tahun depan adalah lebih baik daripada tahun kemarin.

Lebih khusus lagi saya ingin bisa bermanfaat buat orang lain dengan lebih baik. Bisa tetap semangat menulis. Setiap hari. Menjadi petugas banding yang profesional dan punya integritas. Dari semuanya: keluarga adalah tetap nomor satu. Lebih cinta lagi pada Ummu Haqi, Haqi, Ayyasy, dan Kinan. Terbukti saya tidak bisa berpisah dengan mereka sehari pun dengan riang gembira.

Masih banyak lagi yang lain untuk diungkapkan. Tetapi biarlah itu menjadi sesuatu yang privat buat saya. Orang lain biarlah dengan urusannya masing-masing.

Tentang Indonesia? Berharap negeri ini dipimpin oleh pemimpin yang hanya takut kepada Allah. Bukan yang takut kepada Amerika, Rusia, China, Eropa, Australia, Israel, beserta antek-anteknya. Dengan segala isme-isme yang menjadi jargon dan sesembahannya seperti imperialisme, kapitalisme, sekulerisme, liberalisme, komunisme, zionisme, stalinisme, leninisme, maoisme, aiditisme, munafikisme, skeptisme, dan ….…… (titik-titik ini buat isme-isme yang berperikebinatangan lain yang tak sempat terpikirkan di pagi ini).

Kalau pemimpin hanya takut pada Yang Diatas, ia tak peduli dengan pencitraan, ia tak peduli dengan topeng, ia tak peduli dengan kroni-kroninya, ia tak peduli mau dipilih lagi atau tidak. Yang dipedulikannya adalah bagaimana negeri ini bisa jadi negeri yang baldatun toyyibatun wa robbun ghoffur. Rakyatnya bisa makan semua. Bisa sehat semua. Bisa sekolah semua. Taqwa semua.

Tentang Indonesia lagi? ya, korupsi enggak ada lagi di muka buminya. Sayangnya para pembenci korupsi selalu berteriak-teriak kepada aparat pemerintah untuk tidak korupsi sedangkan nilai-nilai kejujuran sendiri tidak menjadi sesuatu yang inheren pada diri mereka. Ini sama saja seperti menggarami air lautan. Benahi diri dulu. Introspeksi diri dulu. Sudah jujurkah saya? Kalau sudah dan berkomitmen untuk selalu jujur, bolehlah berteriak. Hancurkan korupsi! Ganyang koruptor!

Pula bagi pengelola negeri ini—pemimpin dan aparaturnya, seberapa keras teriakan para mahasiswa dan rakyat untuk mengingatkan jangan korupsi, ya mbok didengar. Pasang telinga baik-baik. Kalau perlu cek ke dokter THT, untuk memastikan gendang telinganya masih utuh atau sudah bolong. Karena keutuhan gendang telinga menjadi ukuran budek atau tidaknya. Kalau sudah budek, memang dimaklumi untuk tidak mendengar suara-suara itu. Tapi memang enak jadi budek? Apa?! Apa?!

Yang lebih parah lagi adalah kalau nuraninya sudah budek walaupun telinganya tidak budek. Kalau bahasa langitnya adalah buta, tuli, dan bisu. Seberapapun kerasnya peringatan dan teguran untuk tidak korupsi, tetap saja dijabanin untuk hanya dapat memuaskan hawa nafsunya.

Kalau sudah demikian yang hanya dapat mengingatkan adalah malaikat izrail yang sudah mulai cawe-cawe (menyapa): “Halo Bang? Sudah siap?… pelan-pelan atau kasar nih? Bisa dipilih sih, tapi pilihannya bukan sekarang, tapi waktu masih dikasih kesempatan hidup.”

Itu saja. Tak lebih dan tak kurang. Hanya sedikit harapan, yang kata orang sih resolusi diri. Yang pasti saya berkeinginan kepada Allah agar Izrailisme tak menyapa saya pada hari ini.

Semoga terkabul. Amin.

***

 

Riza Almanfaluthi

abdi negara yang lagi belajar jujur

dedaunan di ranting cemara

06.43 01 Januari 2011

 

 

TAGS: imperialisme, kapitalisme, sekulerisme, liberalisme, komunisme, zionisme, stalinisme, leninisme, maoisme, aiditisme, munafikisme, skeptisme, izrailisme, Ummu Haqi, Haqi, Ayyasy, Kinan, salawu, tasikmalaya.

http://edukasi.kompasiana.com/2011/01/01/catatan-awal-tahun-izrailisme/