BERTEMU MARK TWAIN
Pedagang buku bekas di Stasiun Kalibata itu sudah barang tentu hapal dengan muka saya. Setiap sore sambil menunggu kereta rel listrik (KRL) yang menuju Bogor datang, saya selalu berdiri di lapaknya yang menjejerkan banyak buku dan majalah.
Beberapa tahun lalu ketika saya masih melaju dengan naik motor dan hanya sesekali naik dengan KRL, saya sempat membeli buku bagus di sana. Buku cetakan tahun 1986 itu berjudul Kerajaan Petrodolar Saudi Arabia
yang ditulis oleh
Robert Lacey. Sampai kemarin buku itu masih ada satu eksemplar lagi.
Kini setelah tiga bulan lebih menjadi pengguna KRL Depok Kalibata pulang pergi, rutinitias melihat-lihat buku itu selalu saya lakukan. Memang saya cuma melihat-lihat saja. Karena sampai kemarin sore saya belum menemukan buku yang benar-benar bagus. Walaupun murah harganya—berkisar antara 10 ribu hingga 20 ribu rupiah—saya tak mau membuang uang dengan percuma. Kalau menuruti hawa nafsu, saya inginnya membeli banyak buku di sana tapi saya khawatir buku tersebut tak terbaca dan hanya jadi aksesoris lemari belaka. Makanya saya selektif sekali. Saya hanya akan membeli buku yang benar-benar menarik dan pasti dibaca sampai selesai.
Pembaca, setelah tiga bulan hanya menjadi ‘perusuh’ yang bisanya cuma meminta pedagangnya mengambil buku yang ingin saya lihat lalu mengecewakannya karena saya tidak jadi beli, saya menemukan buku yang masih terlihat baru. Masih terbungkus dengan plastik dari sananya. Harganya 20 ribu rupiah. Saya tawar 10 ribu pedagangnya tidak mau. Akhirnya sepakat di harga 18 ribu rupiah.
Judulnya Petualangan Tom Sawyer karangan Mark Twain diterbitkan oleh Penerbit Pustaka Jaya. Sepengetahuan saya buku itu adalah buku cerita klasik Amerika yang ditulis oleh penulisnya di tahun 1800-an.
Setelah buku itu di tangan, saya tidak langsung membacanya. Saya baca buku itu di rumah. Dan dari catatan pengantar Kang Ajip Rosidi, Mark Twain adalah jagoan humor Amerika yang dapat memberikan kegembiraan kepada para pembacanya. Dan saya mendapatkan buktinya. Saya sudah mendapatkan keceriaan dan tawa yang tak tertahankan di setiap babnya.
Baru empat bab buku itu saya baca, saya sudah mendapatkan kesimpulan bahwa buku ini bagus sekali. Pantas saja kisah ini terkenal sekali di seluruh pelosok dunia dan sudah diterjemahkan ke dalam banyak bahasa. Di Indonesia sudah diterjemahkan di tahun 1930-an oleh Abdoel Moeis untuk Balai Pustaka. Buku yang saya beli ini pun cetakan pertamanya di tahun 1973 diterjemahkan oleh Djokolelono.
Akhirnya saya berkeinginan, nanti setelah buku ini selesai saya baca, saya akan memburu buku Mark Twain lainnya, pasangan dari Petualangan Tom Sawyer ini yaitu buku yang berjudul Petualangan Huckleberry Finn. Atau tulisan dari Julius Verne yang terkenal seperti Mengelilingi Dunia dalam 80 Hari dan Duapuluh Ribu Mil di Bawah Laut. Karena saya yakin kalau kisah klasik itu masih bertahan berabad-abad setelah penulisnya meninggal, pasti sudah menjadi jaminan mutu bagi pembacanya.
Ada satu pelajaran buat saya. Kesabaran menunggu, tak menuruti hawa nafsu, selalu berbuah manis. Kesabaran saya untuk tidak membeli buku sampai benar-benar ada buku yang membuat saya tertarik membacanya, lalu dengan merenda asa setiap sorenya berharap ada buku bagus di lapak itu, ternyata kemarin sore berbuah hasil. Kini, saya masih tetap berharap menemukan jendela dunia yang bermutu itu di sana.
Yang pasti bagaimana kesabaran itu harus diterapkan oleh saya untuk hal lain. Yaitu menunggu KRL yang jadwalnya tidak pasti. Apatah lagi KRL Ekonomi yang kastanya lebih rendah daripada Ekonomi AC dan Ekspress. Untuk hal yang ini saya masih angkat tangan.
Ayo, membaca…!
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
08:21 05 Juni 2009
Bagikan Tulisan Ini Jika Bermanfaat:
Like this:
Like Loading...