KARENA IA ADALAH PENGGANTI YANG LEBIH BAIK


KARENA IA ADALAH PENGGANTI YANG LEBIH BAIK

 

Hari sudah semakin sore, jum’at (29/4) itu rekonsiliasi dengan Pemohon Banding di gedung Pengadilan Pajak belumlah usai seluruhnya. Kami hanya dapat menyelesaikan untuk satu sengketa pajak saja mengenai objek-objek Pajak Penghasilan (PPh) Pasal 23.

Kami sepakat untuk melanjutkannya di pekan yang akan datang. Tentunya bagi tim kami, yang penting ada panggilan dari Pengadilan Pajak, kalau tidak ada itu kami tidak akan datang. Jangan dilupakan, kami tidak akan datang juga walau sudah ada panggilan kalau tidak ada surat tugas dari direktur kami. Ini semata-mata agar kami tidak dianggap sebagai petugas banding liar dan tetap dalam kerangka melaksanakan tugas negara—bukan tugas pribadi.

Saya bergegas menuju Jalan Senen Raya untuk menghadang Bus Jurusan Senen Cimone yang melewati Stasiun Gambir—karena dari sana saya akan pulang naik kereta rel listrik (KRL). Untuk menghentikan bus itu saya harus menunggu lama di seberang Hotel Oasis Amir. Bisa saja saya naik bajaj atau ojek motor atau juga naik taksi. Tapi pilihan itu akan saya ambil jika waktunya mepet dengan jadwal KRL yang saya naiki. Dan untuk hari itu waktu yang saya miliki masih banyak.

Kemudian tak sengaja mata saya melihat gedung tinggi di ujung sana. Tempat Pengadilan Pajak berada. Saya sempatkan untuk mengambil gambarnya dengan menggunakan kamera hp.

Gedung bercat putih itu adalah Gedung Dhanaphala. Di sana selain Pengadilan Pajak adalah tempat berkantornya para pegawai Direktorat Jenderal Anggaran.

Bus itu tiba dan tak sampai 10 menit sampai di depan Stasiun Gambir. Sesampainya di stasiun itu segera saya beli tiket dan naik ke lantai 1. Saya mencari tempat duduk di sana. Tak biasanya saya demikian. Di hari-hari sebelumnya kalau sudah beli tiket saya langsung naik ke lantai dua dan menunggu KRL datang di peron 3-4.

Saya pikir waktunya masih lama dan pasti akan ada pemberitahuan kalau KRL Pakuan Ekspress itu tiba di Stasiun Gambir dari Stasiun Kota. Makanya saya santai saja duduk-duduk di bangku lantai 1. Ada sekitar 20 menit saya di sana. Untuk sekadar menelepon, sms-an, dan tentunya melihat Monas dari kejauhan. Sepertinya emas yang ada dipuncaknya itu tak berkurang satu gram pun.

Ketika ada pengumuman bahwa KRL Pakuan datang, saya segera naik ke lantai 2 dengan santainya. Eh, pas betul, setibanya di atas, KRL Pakuan itu sudah nongkrong di jalur 3 dengan pintu yang sudah tertutup dan kemudian berangkat lagi. Saya gigit jari. Saya ketinggalan kereta. Tega nian KRL itu untuk tidak membuka pintunya barang sejenak agar saya bisa ikut dengannya.

Aneh, seharusnya pengumuman kedatangan KRL diberitahukan sebelum KRLnya datang di Stasiun Gambir bukan? Atau pada saat KRL sudah berangkat dari stasiun terdekat. Nah, ini benar-benar tidak ada. Tiba-tiba diumumkan kalau KRLnya sudah tiba di jalur 3. Atau sebenarnya ini salah saya? Seharusnya pula kalau sudah tahu jadwalnya jam segitu ya segera naik ke atas. Tak perlu tunggu pengumuman. Nanti akan alasan begini: “Memangnya jadwal KRL selama ini tepat waktu?” Ya sudahlah akan banyak argumentasi yang muncul.

KRL ini memang tidak berhenti di Stasiun Citayam tetapi ia berhenti di Stasiun Bojonggede. Dari sana saya harus menunggu KRL arah baliknya yang menuju ke Jakarta untuk nantinya turun di Stasiun Citayam.

Keterlambatan ini harus ditebus dengan 20 menit menunggu kereta berikutnya. Apalagi sore itu Stasiun Gambir sudah mulai penuh karena banyaknya pemakai jasa kereta api yang ingin pulang kampung. Maklum akhir pekan. Jadi suasananya tambah semrawut.

Eh, kekecewaan ini terobati juga. Dari pengumuman yang ada, KRL berikutnya itu bisa berhenti di Stasiun Citayam. Jadi tak perlu harus ke Stasiun Bojonggede dan balik lagi. Dan betul ketika sampai di Stasiun Citayam waktu tibanya tidak berbeda jauh bila naik KRL yang meninggalkan saya itu. Hmm…

Saya kembali memikirkan sesuatu. Hingga pada sebuah ujung bahwa seringkali kita menyesali dan merutuki nasib karena sesuatu yang diharapkan lepas dari tangan kita. Padahal Allah sudah menggariskan kalau memang yang diharapkan itu bukan untuk kita, bisa jadi karena tidak baik untuk kehidupan kita di dunia atau setelahnya. Pun, karena Allah sudah mempersiapkan yang lain lagi sebagai penggantinya, bahkan lebih baik.

Sore itu saya mendapatkan yang terakhir.

***

 

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

bahagia ditemani sepanjang perjalanan

10.40 01 Mei 2011

 

Tags: pengadilan pajak, senen raya, hotel oasis amir, Cimone, kereta rel listrik, gambir, citayam, bojonggede, pajak penghasilan pasal 23, pakuan, jakarta, gedung dhanapala, direktorat jenderal anggaran, departemen keuangan,

 

07.25.33


07.25.33

Pagi ini memang berat buat saya. Hampir-hampir terlambat mengejar kereta dan masuk kantor. Saat kami harus berangkat pukul 05.58 WIB dari rumah ternyata setelah tiga ratus meter motor terasa tidak bisa dikendalikan. Setelah dicek ban depan kemps. Saya putuskan untuk balik lagi ke rumah. Syukurnya ada tukang ojek lewat, jadi istri bisa naik duluan ke stasiun Citayam.

Setelah saya memasukkan motor ke dalam rumah dengan banyak tanda tanya dari seluruh anggota keluarga mengapa bisa sampai balik lagi, saya panggil ojek untuk segera ngebut. Alhamdulillah kereta Ekspress Bojonggede belum datang. Di depan lobi stasiun sudah berdiri istri saya sambil memegang dua tiket dengan wajah sedikit cemas.

Tak lama Kereta Rel Listrik (KRL) datang. Terlihat tak seperti biasanya pagi ini sudah padat banget. Eh…ternyata KRL yang biasanya berjalan langsung di Stasiun Depok Lama, berhenti juga untuk mengambil penumpang. Alhasil pasti akan berjubel kalau sudah berhenti di Stasiun Pondok Cina dan Universitas Indonesia.

Tepat sekali, di dua stasiun itu banyak penumpang yang naik. Mereka yang biasanya duduk di bawah dengan kursi lipat terpaksa harus berdiri untuk memberikan kesempatan kepada mereka yang naik belakangan. Sudah diketahui bersama memang, kalau yang duduk-duduk itu memakan banyak ruang.

Lama perjalanan ke Stasiun Manggarai—stasiun tempat saya turun untuk kembali ke Stasiun Kalibata- tidak dirasakan karena saya asyik ngobrol dengan tetangga satu RW di komplek saya.

KRL sempat berhenti lama ketika mau masuk Stasiun Manggarai. Dan sayangnya ketika sampai di sana KRL yang biasa saya naikin untuk kembali ke Kalibata sudah berangkat. Jadinya saya harus menunggu lama KRL berikutnya. Masalahnya sampai pukul tujuh lebih delapan menit KRL itu tidak nampak tanda-tanda kehadirannya.

Saya segera putuskan untuk segera pergi ke Pintu Selatan Stasiun Manggarai untuk mencari tukang ojek. Eh, ternyata yang ada Tukang Ojek Tua yang pernah membawa saya ke kantor. Saya sudah was-was kalau dia lagi yang jadi tukang ojeknya, saya bakalan terlambat. Eh, dia juga nyadar ketika saya ajak ngebut dia tidak bisa. Dia menyarankan untuk menunggu tukang ojek yang lebih muda dari dirinya. Waduh…ini sudah pukul 07.11 WIB.

Tiba-tiba, terdengar dari pengeras suara stasiun bahwa sebentar lagi KRL Ekonomi dari Tanah Abang menuju Depok akan segera sampai. Saya pun kembali ke peron enam dengan setengah berlari. Waktu tinggal 13 menit lagi ketika KRL berangkat dari Stasiun Manggarai. Masih ada dua stasiun lagi, Tebet dan Cawang. Saya sudah kirim-kirim SMS ke istri, wah kayaknya terlambat nih. Dia tidak membalas.

Sempat terlintas dalam benak. Jangan menyerah jika belum sampai finis. Saya cuma berikhtiar dengan memperbanyak shalawat. Hasil saya serahkan pada Allah. Kalau Allah berkehendak saya telat, maka seberapapun kuatnya usaha saya untuk tidak telat tetap akan telat juga. Begitu pula sebaliknya. Kalau Allah berkendak agar saya tidak telat dan dapat mempertahankan rekor tujuh bulan tidak pernah telat maka saya tidak akan telat juga.

Sampai di Stasiun Kalibata masih kurang enam menit lagi menurut ukuran jam HP saya. Saya pun berjalan cepat menuju kantor. Pyuh…ternyata jam menurut finger print masih kurang lima menit lagi. 07.25.33 adalah saat saya meletakkan jari saya di mesin itu. Alhamdulillah, pagi ini saya tidak telat. Rekor tidak pernah terlambat di tahun 2010 masih bisa dipertahankan. Sampai kapan? Insya Allah sampai akhir tahun ini. J

Riza Almanfaluthi

dedaunan di ranting cemara

11:03 26 Juli 2010