“Tiga genting jatuh di talang,” kata istri.
“Kok bisa?” tanya saya.
“Tadi lihat di jendela ada genting yang gak benar posisinya. Umi benerin. Nyodok-nyodok pakai payung, eh malah jatuh semua,” katanya sambil memencet nomor ponsel tukang yang serba bisa itu untuk datang ke rumah.
“Gak usah, biar Abi naik.”
Saya segera naik ke lantai dua. Dilihat dari jendela yang menghadap genting bagian depan rumah, ternyata benar ada lubang menganga. Di bagian talang yang terbuat dari beton bertulang tergeletak tiga genting. Dua genting masih utuh, satunya lagi pecah menjadi tiga bagian.
Saya keluar jendela dan pelan-pelan menyusuri celah sempit antara genting dan dinding rumah. Mengambil dua genting yang masih utuh dan memasangnya di tempatnya lagi. Selesai.
Saya kembali masuk kamar dan mengganti pakaian yang kotor. Saya melihat ponsel dan melihat banyak pesan masuk. Salah satunya dari Bu Ayu dan ini yang membuat saya makdregdeg.
Iya. Ia mengirimkan sebuah foto yang membuat saya tercengang. Foto itu buku puisi Seseloki Seloka di Pinggir Selokan yang telah dikirim kepadanya. Namun, latar belakang dan takarir (caption) foto itu yang luar biasa.
Latar belakang foto itu adalah suasana keramaian di dalam Masjid Nabawi. Buat yang sering mengamati Masjid Nabawi tentu mengenal desain interiornya yang sangat khas seperti tiang-tiang masjid berlengkung-lengkung dengan warna hitam dan putihnya.
“Alhamdulillah, buku sajak (ini menjadi) teman perjalanan menuju Masjid Nabawi Madinah,” tulis penggiat lari ini.
Masyaallah, kiranya beliau sedang melakukan perjalanan umrah. Buat saya, pemandangan ini sungguh luar biasa dan tak disangka saja.
Beberapa hari yang lalu Bu Ayu memang memesannya. Kali ini, saya tidak perlu mengirimnya ke Tanjung Selor, Bulungan, Kalimantan Utara. Ia meminta saya mengirimkan buku itu ke alamat di Jakarta karena ia pas lagi ada di ibu kota. Dengan menggunakan jasa ojek daring, buku itu sampai di sore hari.
Tak mengira saja kalau buku itu dibawa untuk menemani perjalanan selama 9 jam di pesawat dan menuju Masjid Nabawi. Kelak akan sampai di Makkah. Subhanallah, masyaallah. Saya jadi teringat halaman 49 dan 54 buku puisi itu.
Tak tepermanai. Semoga mendapatkan umrah yang mabrur, Bu. Amin.
Shollu ‘alan nabiy.
***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
13 Februari 2022