MARIA APRILIANI***Penggiat literasi dari Kalimantan Timur. Baca bukunya diirit-irit supaya enggak cepat habis. Soalnya susah akses buku dari sana. Kalau saja Maria termasuk yang disurvei oleh lembaga itu, bisa jadi Indonesia tidak menjadi negara peringkat ke-60 Tingkat Literasi Dunia. Hanya di atas Botswana yang menduduki kerak peringkat literasi itu.
Di setiap buku yang saya tulis, di lembaran terakhirnya, saya menampilkan bab Tentang Penulis. Itu adalah biografi singkat saya. Sambil di sana diterangkan kontak surat elektronik (surel) bila ada pembaca yang ingin bercengkerama atau bertanya-tanya tentang buku itu kepada saya.
Sebenarnya selain itu saya juga mencantumkan akun media sosial Instagram di lembaran itu. Di zaman kiwari, kebanyakan orang langsung mengunjungi media sosial untuk bisa mengetahui informasi dengan cepat atau melalui Whatsapp. Untuk yang terakhir ini hanya orang-orang terdekat saja dan telah menyimpan nomor saya yang bisa menghubungi saya secara langsung.
Untuk surel jarang sekali. Namun, ternyata tetap ada yang menghubungi saya melalui alamat surel itu. Kali ini ada dari Maria Apriliani di Kalimantan Timur. Buat saya surelnya sangat mengapresiasi saya. Terima kasih banyak.
Maria sampai menghemat membaca buku saya ini agar tidak cepat khatam karena keterpencilan daerah dan keterbatasan akses untuk mendapatkan bahan bacaan. Semoga dengan adanya ibu kota negara di Kalimantan Timur kelak itu dapat mengurangi keterpencilannya.
Saya telah meminta izin kepadanya untuk menampilkan seluruh isi surel itu kepada khalayak ramai. Ia mengizinkan. Saya menyuntingnya hanya soal salah tulis. Tidak mengubah substansinya sama sekali.
Terima kasih banyak Maria.
**
Asalamualaikum. Wr. Wb.
Selamat siang, Pak Riza.
Perkenalkan nama saya Maria Apriliani. Saya adalah salah satu pembaca buku karya Pak Riza yang berjudul Dari Tanzania ke Tapaktuan Titik Tak Bisa Kembali.
Saya suka dengan buku karya Pak Riza awal mula saya bertemu buku ini saat saya sedang liburan keYogyakarta awal 2021 ini dan membeli beberapa buku salah satunya buku dari Pak Riza.
Saya awalnya benar-benar bingung dengan buku ini, tetapi setelah makin lama saya membaca, makin kecanduan pengen membaca terus. Kadang saya tegang, tetapi banyak senyum-senyumnya karena bahasa cerita yang disajikan tidak melulu serius ada juga bahasa yang berupa candaan.
Selain itu, buku ini juga menjadi salah satu teman saya tiap hari selama dalam masa healing karena mental saya sedang dalam keadaan kurang bagus. Dan saking sukanya baca, saya sampai mencicil membacanya. Saya selalu membaca buku sebelum saya tidur paling banyak lima halaman karena takut bukunya cepat habis saya baca. Kebetulan tempat saya tinggal adalah di suatu daerah di Kalimantan Timur yang jauh dari perkotaan jadi saya selalu menghemat buku-buku buat dibaca dan mungkin jika saya bisa tembus ke kota lagi saya akan mencari buku karya Pak Riza yang lainnya lagi.
Mungkin saya mau mengucapkan terima kasih. Jika ada salah dalam tulisan saya ini mohon dimaafkan. Semoga Bapak tetap semangat untuk terus berkarya, membagi cerita yang menginspirasi, dan semoga Pak Riza sekeluarga tetap sehat.
Maria Apriliani
12 September 2021
**