Dulu, jauh sebelum Whatsapp lahir, tempat mengobrol terbaik dalam komunitas adalah mailing list Yahoogroups.
Saat mengetikkan kata kunci di pencarian Google, hasil pencarian akan mulai tampak tanpa perlu mengetikkan teks secara lengkap. Ini pencarian Instant dan merupakan perubahan desain yang radikal pada 2010. Marissa Mayer adalah salah satu orang di balik itu.
Kemudian, perempuan yang terobsesi dengan pengalaman pengguna (user experience) ini ditunjuk sebagai CEO Yahoo pada musim panas 2012 dengan misi menyelamatkan Yahoo dari kebangkrutan.
Yahoo adalah internet itu sendiri pada 1990-an. Situs web yang paling sering dikunjungi banyak orang sedunia pada masanya hingga bernilai 128 miliar dolar hanya dalam lima tahun sejak didirikan oleh David Filo dan Jerry Yang. Zaman berganti dan pada saat Mayer datang Yahoo hanya bernilai 30 miliar dolar saja. Itu pun karena Yahoo masih memegang saham Alibaba.
Misi Mayer benar-benar mustahil di sebuah perusahaan yang belum selesai merumuskan sebagai apa jati dirinya. Sebagai perusahaan media atau perusahaan produk? Perusahaan media ini berarti Yahoo sama seperti jejaring TV atau penerbit majalah, hanya ini di internet. Sebagai perusahaan produk berarti Yahoo adalah perusahaan yang mampu membangun perangkat lunak, membuat ketagihan, dan menyenangkan konsumen.
Tiga puluh orang manajemen Yahoo berada di suatu ruangan. Mereka mengadakan sebuah permainan. Masing-masing orang harus merespons dengan cepat ketika ketua tim menyebut sebuah merek. Dari sana diketahui, orang-orang menuliskan pembayaran ketika nama Pay Pal disebut, pencarian untuk Google, dan lelang untuk eBay. Yahoo dikenal sebagai apa? Bermacam-macam.
Dua tahun berlalu sampai Alibaba mengadakan penawaran saham perdananya di New York pada 2014. Di sana Yahoo harus melepas sebagian kepemilikannya di Alibaba dan Mayer masih belum bisa meningkatkan nilai saham Yahoo. Mayer, walaupun hebat menghasilkan produk bagus, namun tak mampu meningkatkan penjualan iklan tahunan Yahoo, malah merosot lebih dalam.
Banyak orang menilai kegagalannya karena beberapa sebab. Tetapi sebelumnya, tahan dulu semua itu. Ada keberhasilan Mayer menyelip di sana. Mayer membawa kultur digital dan vitalitas Google ke Yahoo.
Seperti membongkar pintu ruangannya yang berkendali akses agar orang mudah menemui Mayer setiap saat; karyawan Yahoo mendapatkan sarapan, makan siang, dan makan malam di kantor secara cuma-cuma; Mayer memberikan gawai gratis kepada karyawannya; mendirikan organisasi internal untuk menerima semua keluhan karyawan; menutup celah di dinding pemisah toilet yang selama ini terbuka sehingga masing-masing pengguna bisa mengetahui apa yang terjadi di toilet sebelah; serta ribuan perbaikan Mayer lainnya. Moral karyawan Yahoo terangkat.
Setelah semua dikenyangkan dan dibahagiakan, Mayer melarang Work From Home (WFH). Para karyawan harus bekerja di kantor. “Untuk menjadikan tempat bekerja yang benar-benar terbaik, komunikasi dan kolaborasi akan menjadi sangat penting, maka kita perlu bekerja berdampingan,” ujar Kepala SDM Yahoo Jacky Reses dalam memonya.
Yang parah buat karyawannya adalah soal pemeringkatan karyawan yang Mayer sebut dengan Quarterly Performance Reviews (QPR). Mayer mendapatkannya dari Google, Google mendapatkannya dari investor Google bernama John Doerr, Joen Doerr mendapatkannya dari Andy Grove yang mengembangkan sistem itu di Intel. Hulunya saat CEO General Electric Jack Welch menjalankan sistem itu pada1980-an dan 1990-an.
Mayer ingin karyawannya terbagi dalam 5 kriteria. Ada sebanyak 10 persen masuk kategori “jauh melampaui”, 25 persen masuk “melampaui”, 50 persen masuk kriteria “memenuhi”, 10 persen masuk “kadang memeleset”, dan 5 persen “memeleset”. Karyawan dalam kategori “memeleset” diminta mengundurkan diri. Kategori ini memengaruhi dalam kenaikan take home pay, promosi, atau mutasi.
Masalahnya adalah sistem itu harus memenuhi persentase di setiap kategori. Harus ada yang masuk dua kategori bawah seberapa pun rajinnya karyawan tersebut. Efeknya mengerikan. Setiap karyawan akan lebih mengutamakan target atau capaian Indikator Kinerja Utama pribadinya daripada berkolaborasi dan membantu dalam proyek yang tak akan membawa mereka lebih dekat kepada tiga kategori teratas. Sia-sia bukan?
Manajer tim di sana akan membawa anggota timnya untuk masuk ke peringkat yang aman. Namun, bagian SDM akan memulangkan proposal pemeringkatan itu dan meminta manajer untuk memasukkan sebagian anggotanya ke dalam kategori bawah. Harus.
Ketika semua data pemeringkatan karyawan terkumpul akan ada rapat kalibrasi di level pimpinan. Di sana para karyawan dinilai ulang, dilakukan tawar menawar, dicari alasan mengapa karyawan ini masuk kategori atas atau bawah. Kadang karena alasan politis atau sepele bisa mengubah semuanya. Mayer hadir dalam rapat kalibrasi itu.
Karyawan yang tidak dikenal oleh Mayer, penilaiannya macet. Karyawan yang pernah berinteraksi dengan Mayer dan Mayer mengingatnya, penilaiannya akan naik atau turun sejauh interaksinya dengan Mayer. Sepele, bukan?
Vivek Sharma sebagai General Manager untuk Yahoo Mail & Messenger yang melayani ratusan juta pengguna Yahoo Mail tiap bulannya adalah korban sistem ini. Gara-garanya ada orang dalam rapat kalibrasi itu yang berkata, “Ia sungguh mengganggu. Saya tidak ingin berada di dekatnya.” Mayer setuju.
Beberapa bulan kemudian Sharma pindah dari Yahoo untuk mengisi posisi senior di The Walt Disney Company.
Benar, sistem QPR Mayer membuat para karyawan Yahoo saling bersaing, bukan bekerja sama. Menjadikan Yahoo sebagai tempat menyiksa dan tanpa kenal kasihan. Ini yang menjadikan sumber kemarahan dan kebencian utama para karyawan terhadap rezim Mayer. Mayer tak membawa Don’t be Evil ala Google ke dalam Yahoo. Moral Yahoo mengerut.
**
Literasi bangsa Indonesia memang rendah. Buku bergizi seringkali tidak laku di pasaran. Akhirnya toko buku cepat sekali menurunkannya dari rak. Penerbit menjadikannya buku berdiskon besar. Hanya supaya bisa cepat balik modal.
Salah satunya adalah buku Marissa Mayer, Keputusan-Keputusan Kontroversial & Misi Menyelamatkan Yahoo dari Kebangkrutan yang dijual tak mendekati harga sebungkus rokok kretek terkenal di Indonesia: Rp15.000,00 saja. Dijual secara daring di dunia maya.
Nicholas Carlson menuliskannya dengan renyah dan mendetail sehingga kita tahu jeroan Yahoo pada saat jaya dan menjelang keruntuhannya. Buku ini bisa menjadi puzzle dari semua buku yang menulis tentang Jack Ma dan Alibaba karena Yahoo adalah pemegang saham Alibaba.
Dibandingkan buku Hit Refresh yang ditulis sendiri oleh CEO Microsoft Satya Narayana Nadella tentu buku Carlson ini jelas lebih baik.
Perlu dicatat, buku yang terbit pada 2015 ini hanya memotret dua tahun keberadaan Mayer di Yahoo. Apa pun yang ditulis dalam buku ini, tak membuat Mayer berhenti. Yahoo tetap mempekerjakannya sampai 2017. Saat Mayer menjual Yahoo kepada Verizon seharga 5 miliar dolar saja.
Saat ini, saya lupa password email Yahoo saya. Anda masih ingat?
***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
20 Juni 2020
Buku terbitan Penerbit Bentang
Tahun 2015
376 halaman
Gambar berasal dari officesnapshots.com
Masih ingat dong pak. Masih saya gunakan meski jarang. 😁
LikeLike
Saya sudah jarang mas…
LikeLike
Jadi ingat pemeringkatan SABCD 🤭
LikeLike
Wah…kok bisa?
LikeLike
Hehehe, terasa familiar. Tapi di mana ya?
LikeLiked by 1 person
di mana coba?
LikeLike
Pemeringkatan, grade, penilaian pegawai terbaik….hello, you in the same boat. Apa kau nilai pendayung terbanyak menjadi pemenang?
LikeLiked by 1 person
Sindiran halus tanpa menyebut “yang ternyata kita sama-sama berada di dalam sistem itu”. Apakah “yang ternyata kita sama-sama berada di dalam sistem itu” akan runtuh juga? Apa akibatnya?
Silakan pembaca tulisan mas Riza untuk analisis sendiri hubungan antara revenue dengan pola kerja dan semangat para pekerjanya.
LikeLiked by 1 person
wuih…
LikeLike