Cerita Lari BNI UI Half Marathon 2019: Berlari di Bawah Kanopi Puun-Puun


Berkumpul bersama DJP Runners. Foto oleh Dandy Sahman.

Bahkan nyala alarm pukul tiga pagi itu tak menghentikan tidurku yang terlambat. Barulah bunyi alarm kedua pada setengah jam kemudian membuatku belingsatan. Dua jam lagi kaki-kakiku akan kutuntut untuk menggelinding sepanjang 21.100 meter.

Semua peralatan yang mesti kubawa sudah kusiapkan di ruang depan. Seperti jam lari, sepatu, kaos kaki, atau sarung buat salat Subuh nanti. Aku tidak memakai kaos dengan desain yang apik, namun lebih memilih kaos yang paling nyaman kupakai. Ribuan meter pelarian itu bukan soal yang sembarangan untuk kurasakan sendiri.

Pada pukul empat pagi lebih delapan menit, Mas Haqi mengantarkanku ke Stasiun Citayam. Di hari Ahad menjelang Subuh stasiun sudah ramai saja. Tidak butuh waktu lama, KRL pertama dari Bogor sampai. Sudah tidak ada kursi yang tersisa untuk kududuki. Tidak mengapa berdiri barang sebentar saja. Stasiun Pondok Cina tidaklah jauh.

Banyak orang yang berkaos lari turun dari kereta ketika KRL sampai di Stasiun Pondok Cina.  Aku tidak segera menuju garis start tempat BNI UI Half Marathon 2019 dimulai pagi Ahad ini (7/7). Aku menuju musala stasiun untuk bersiap-siap salat Subuh. Sepeminuman teh saja azan Subuh akan menggelantang di ekor malam.

Dan benar, ketika aku usai memasang sarung, Subuh datang. Kami segera salat. Setelah itu aku menuju peron untuk memakai kostum lari. Kemudian aku menuju lokasi acara. Tepatnya tempat penitipan tas (bag drop) yang berada di samping Balairung UI.

Antreannya panjang karena hanya ada tiga lajur yang disediakan. Aku masih memiliki waktu yang cukup untuk antre di sana. Sekitar 20 menit lagi dari waktu start. Tentang antrean ini aku jadi teringat dengan keejadian pada saat pengambilan race pack BNI UI Half Marathon 2019 di FX Sudirman pada Rabu petang (3/7).

Tidak ada antrean saat mengambil race pack. Sehabis mengambil race pack itu, aku diminta oleh panitianya untuk memastikan nomor BIB itu benar-benar milikku atau bukan dengan mengeceknya di layar televisi yang sudah disediakan di sana.

Layar televisi itu digunakan untuk menampilkan nomor BIB. Caranya dengan menempelkan nomor BIB ke mesin pembaca yang sudah tersedia. Otomatis nomor BIB dan nama peserta lari akan muncul di layar televisi.

Karena di sana ada ibu-ibu yang sedang foto-foto, tentu aku antre dengan sabar. Mereka mengambil foto barang satu atau dua gambar. Namun entah dari mana, tiba-tiba ada laki-laki yang berpakaian kasual sudah langsung berada di depan layar televisi itu sambil menempelkan begitu banyak nomor BIB.

Aku bingung siapa laki-laki itu. Sebingung aku melihat orang-orang yang antre membeli jajanan pinggir jalan: telur gulung. Maka aku pun bertanya, “Bapak panitia?”

“Bukan. Saya captain,” jawabnya sambil terus menempelkan nomor BIB yang banyak itu.

“Tahu enggak, saya tuh sudah antre dari tadi. Bapak menyerobot antrean saya,” kataku.

Dia memandangiku, tetapi masih dengan terus menempelkan nomor BIB tanpa sedikitpun untuk mengakhirinya. Aku memandanginya dia terus. Ketika sudah selesai, baru ia bilang.

“Maaf yah,” katanya langsung ngeloyor pergi. Captain kok begitu sih. Ya sudah lupakan saja.

*

Seusai aku menitipkan tas di sana, aku menuju belakang garis start yang sudah dipenuhi pelari. Kerumunannya padat sekali.  Aku dan garis start memang berjarak, namun bukanlah berpisah. Kelak, aku akan menujunya jika aba-aba lomba telah berbunyi.

Tepat pukul 05.30 lomba lari setengah maraton itu dimulai. Aku belum menekan tombol on jam lariku. Nanti saja ketika badan ini tepat di atas papan pembaca waktu lari.  Saking padatnya kelimunan, aku membutuhkan waktu lebih dari satu menit untuk mencapai garis start dari tempat mula aku berdiri.

Dua tahun sebelumnya aku pernah mengikuti BNI UI Half Marathon dengan catatan waktu 2 jam 4 menit 23 detik. Jaraknya enggak genap 21,1 km, melainkan hanya 20,41 km. Tahun lalu aku tidak mengikuti event ini. Perlu engkau tahu, BNI UI Half Marathon ini adalah race pertamaku pada 2019.

Tidak ada yang aku kejar pada race kali ini. Aku memang merencanakan setengah maraton yang aku ikuti ini adalah sebagai bagian dari rencana latihanku menuju Bandung Marathon 2019 pada 28 Juli 2019 nanti.

Jadi 5 km pertama aku lalui dengan santai. Ini membutuhkan waktu 35:21 menit. Tetapi ada yang sudah muncul pada saat itu. Keinginan berkemih yang tidak tertahankan.

Di KM-7 kuputuskan untuk segera mencari toilet. Alasannya satu agar tidak terjadi lagi peristiwa finis Borobudur Marathon 2018 yang bikin aku anyang-anyangan itu. Panas, Bro.

Di sebuah pos keamanan aku berhenti dan menanyakan toilet kepada petugas yang ada di sana. Malah mereka menunjukkan toilet portabel yang tidak jauh dari sana. Segera aku menuju ke sana dan menuntaskannya. Sekarang aku bisa lebih fokus lari.

Rute lari kali ini berbeda dengan rute dua tahun lalu. Yang paling membuat acara ini begitu banyak diminati pelari adalah karena UI memiliki lintasan lari yang steril dan lindap. Proses fotosintesis pepohonan tinggi berkanopi di sana menghasilkan oksigen yang berlimpah untuk para pelari. Ini sebuah kemewahan yang hakiki sekali.

Aku melewati KM-10 dalam waktu 1:10:17 dengan kondisi sehat. Ini membuatku berpikir kalau aku bisa mempertahankan kecepatan sampai finis. Malah jadi timbul target baru: bisa finis di bawah 2 jam 30 menit, bisa mempertahankan pace di bawah 7 menit/km. Pace adalah ukuran waktu lari yang dibutuhkan untuk mencapai 1 km.

Pacer sub 2:30 tanpa balon masih jauh di depanku. Di setiap 2,5 km aku tak melewatkan water station. Mencegah mual, aku lebih memilih air putih daripada isotonik.

Aku berhasil mencapai KM-15 dalam waktu 1:44:51. Di KM-19 aku berhasil menyusul Pacer Sub 2:30. Di kilometer-kilometer terakhir ini aku baru merasakan lapar.

Di KM-20 ada tanjakan terakhir dengan elevasi dari 67 m menuju 85 m. Aku tak menghentikan lari. Tanjakan ini tidaklah securam jalan menaik di Borobudur Marathon yang sering membuatku harus jalan kaki.

Alhamdulillah aku berhasil mencapai finis—walaupun tidak pas 21,1 km, hanya sampai 20,99 km—dengan catatan waktu berdasarkan chip time adalah 02:26:17. Ini catatan waktu saat chip yang ada BIB-ku melewati garis start.

Kalau berdasarkan Finish Time catatan waktuku adalah 2:27:38. Finish Time adalah waktu yang dihitung mulai dari bendera start dikibarkan sampai aku tiba di garis finis. Semua catatan waktu para pelari di gelanggang ini bisa dilihat di sini.

Dengan waktu finis itu berarti pace-ku adalah 6:58 menit/km. Ini berarti sesuai target yang baru saja dibuat pada saat aku lari tadi. Pace di bawah 7 menit km/jam. Dari catatan yang ada, pace di atas 7 menit/km terjadi di KM-1, KM-5, dan KM-14.

Catatan waktu itu sudah cukup memuaskan bagiku. Latihan untuk Bandung Marathon masih pada jalurnya. Yang pasti aku tidak kram dan tidak muntah-muntah. Masih bisa berdiri tegak, ngobrol-ngobrol santai dengan teman-teman DJP Runners, foto-foto. Ini yang kuharapkan di Bandung Marathon kelak.

Di garis finis aku mengambil refreshment seperti pisang dan minuman. Aku pun mendapatkan medali dan kaos penamat yang lebih bagus desain dan bahannya daripada kaos penamat dua tahun lalu.

Di sebelah persis refreshment area, para penamat dari DJP Runners dari berbagai kriteria lomba sudah banyak menunggu.

Aku menyisih sebentar dari mereka untuk mengambil tas di drop bag. Di dekat danau aku mencoba memakan potongan kecil pisang dan wafer terbungkus karamel. Lumayan untuk mengganjal perut. Aku pun meminum sebutir vitamin.

Usai segala keriuhan di garis finis itu, aku kembali ke Citayam. Di dalam KRL mulai sedikit mual dan kedinginan. Aku segera memakai jaket.  Masuk angin barangkali. Aku memang tak segera mengganti kostum lariku dengan kaos kering ketika sampai di garis finis.

Sampai rumah aku meminum segelas teh manis hangat untuk menetralkan perut dan sepiring nasi penuh lauk untuk mengembalikan energi. Aku hanya perlu istirahat sebentar saja. Dua jam kemudian, tenagaku kembali pulih.

Di Ahad ini, aku banyak belajar. Dan terpenting seperti Romelu Lukaku pernah tulis, “I’ve got some things to say.”

Untuk bisa diceritakan kepada pembaca. Utama adalah…

Untukmu jua.

Suasana sepi pada saat pengambilan race pack di FX Sudirman, Rabu petang (3/7).
Pada saat pengambilan Race Pack di FX Sudirman. Di sinilah tempatnya orang itu bilang, “Saya Captain.”
Meminta tolong kepada salah satu pelari untuk ambil gambar di backdrop ini.
Para pelari menyiapkan kostum lari di peron Stasiun Pondok Cina setelah salat Subuh.
Bersama DJP Runners Mas Evan yang bertemu di garis start.
Suasana di belakang garis start. Jauh, kan?
Di sebuah putaran.
Ini sepertinya di tanjakan terakhir.
Selesai!!!
Masih bisa tertawa begitu.
Ini medalinya.
Di-crop begini yah. Sedang bergaya paling depan adalah Anak Hensem.
Untuk mengambil gambar ciamik buat di Instagram memang butuh gaya lebih. 😀
Bersama anggota DJP Runners Kang Awe.

***
Riza Almanfaluthi
Dedaunan di ranting cemara
11 Juli 2019

Baca: Semua tentang Perjalanan Transformasiku dengan Freeletics

Advertisement

Tinggalkan Komentar:

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.