Bagaimana Kalau Persib dan Persija Didiskualifikasi Saja Selama 5 Tahun?


Tubuh Haringga Sirila, korban pengeroyokan oknum Bobotoh dimakamkan di Jatibarang, Indramayu. Haringga dikeroyok sampai tewas di Stadion Gelora Bandung Lautan Api, Bandung pada Minggu (23/9) menjelang pertandingan Sepakbola antara Persib dan Persija.

Video pengeroyokannya bertebaran di media sosial. Menyajikan kebengisan anak bangsa yang menganiaya anak bangsa lainnya diiringi dengan teriakan-teriakan yang tak semestinya diucapkan karena di sana hakikinya bukan palagan.


Tahun lalu, pada 22 Juli 2017, di stadion yang sama, Ricko Andrean Maulana, yang sebenarnya Bobotoh Persib juga meninggal dikeroyok suporter Persib karena dikira suporter Persija (The Jak). Lima tahun lebih lama lagi, 27 Mei 2012, tiga orang tewas di Stadion Gelora Bung Karno.

Perseteruan lama antara suporter Persib dan Persija sering memakan korban nyawa. Media menyebutkan sudah 7 orang meninggal sejak 2012 karena permusuhan itu.

Perseteruan itu semakin mudah dipantik ketika era media sosial sebegini terbukanya. Makian antarsuporter benar-benar terjadi di dunia maya lalu direalisasikan dengan lebih ngeri lagi di dunia nyata. Perang darat dan udara benar-benar terjadi.

Berbagai upaya telah dilakukan untuk mengakhirinya. Berbagai mediasi telah diselenggarakan. Berbagai penelitian dengan rekomendasi penyelesaian juga telah dijembrengkan. Namun itu seperti tiada hasil. Korban masih tetap bergelimpangan.

Warganet pun bertanya-tanya, “Sampai kapan ini selesai? Bagaimana caranya memutus kesumat itu?”

Sebenarnya Kode Disiplin PSSI 2018 yang bisa diunduh di laman situs webnya sudah membuat rambu-rambu sebagai bentuk pencegahan. Mulai dari sanksi denda, penutupan stadion, larangan memasuki stadion untuk suporter, bermain di tempat netral, dan larangan bermain di stadion tertentu.

Ini terkait kegagalan badan penyelenggara pertandingan dalam menjaga ketertiban dan keamanan sebagaimana disebutkan dalam Pasal 69 Kode Disiplin PSSI 2018.

Sedangkan sanksi atas kelakuan buruk penonton diberikan kepada klub tuan rumah atau tamu. Mengapa demikian? Karena tingkah laku buruk penonton merupakan pelanggaran disiplin dan klub tuan rumah atau tamu bertanggung jawab terhadap kelakuan buruk itu

Sanksinya adalah mulai dari denda sampai sanksi apapun sebagaimana diatur dalam Kode Disiplin. Seperti teguran, penutupan seluruh stadion, diskualifikasi dari kompetisi, dan kerja sosial. Tentunya dengan mempertimbangkan pelanggaran yang dilakukan tersebut dilakukan lebih dari sekali.

Pada Maret 2018 lalu, Komisi Disiplin PSSI telah memberikan sanksi disiplin kepada lima pemain Persija karena terbukti dalam videonya menyebarkan ujaran kebencian dan menghina suporter Persib.

Hukumannya berupa kerja sosial dengan mengampanyekan antirasis di media sosial pribadi dan klub serta denda masing-masing sebesar Rp15 juta rupiah.

Terkait ulah buruk suporter, Komisi Disiplin PSSI juga sering memberikan sanksi kepada Persib karena tidak bisa mengatur suporternya dengan baik.

Mengingat oknum suporter Persib dan Persija berulang kali berkelakuan buruk hingga menyebabkan hilangnya nyawa orang, selain sanksi tindak pidana terhadap oknum tersebut, maka menurut saya PSSI harus berani memberi hukuman yang lebih keras kepada dua klub itu.

Hukumannya bisa dengan mendiskualifikasi kedua klub tersebut untuk tidak mengikuti kompetisi sepakbola di Indonesia selama lima tahun.

Saya jadi teringat dengan kerusuhan antara pendukung Liverpool (Klub Inggris) dan Juventus (Klub Italia) dalam laga final Piala Champion 1985 di Stadion Heysel Brussels, Belgia. Waktu itu umur saya belum genap sembilan tahun. Tetapi pemberitaan melalui progam berita Dunia Dalam Berita milik TVRI mengabarkan kerusuhan itu.

Suporter Liverpool yang jumlahnya lebih banyak mendesak suporter Juventus sampai ke pinggir tembok stadion hingga merubuhkan tembok dan menimpa suporter yang berada di bawahnya.Kerusuhan itu menelan 39 korban jiwa dan ratusan lainnya terluka.

Berdasarkan penyelidikan terhadap tragedi itu dan melihat kebrutalan yang dipertontonkan oleh Hooligans (suporter Inggris) selama ini, Federasi Sepakbola Eropa (UEFA) kemudian memberikan sanksi larangan bertanding kepada tidak hanya Liverpool melainkan klub-klub Inggris selama lima tahun dan khusus Liverpool diberikan tambahan satu tahun larangan tampil berpartisipasi di kompetisi Eropa.

Kalau dibandingkan jumlah korban memang tidak sebanding di antara dua kejadian di atas, tetapi nyawa korban yang melayang sejatinya bukan sekadar statistik, itu adalah simetris dengan hancurnya nilai-nilai kemanusiaan. Ini yang lebih memprihatinkan.

Klub juga kemudian bertanggung jawab untuk menyeleksi para suporternya dan memberikan pengarahan terus menerus. Saya yakin hal ini bisa dilakukan walau tidak mudah. Tentu yang merasa sebagai suporter garis keras tak akan mau bikin susah klub yang dicintainya itu.

Sebagai orang yang dilahirkan di Jawa Barat, sejak zaman Adjat Sudradjat, saya mendukung Persib, tetapi saya tidak mau sepakbola jadi biang permusuhan dan pembantaian manusia. Sepakbola itu mestinya menjadi permainan yang menyenangkan dan membahagiakan.

Dan ingat, setahun lalu, mengomentari meninggalnya Ricko Bule, Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi sampai mengatakan, “Tidak boleh ada lagi nyawa yang hilang akibat kebencian dan permusuhan antarsuporter. Kita tidak boleh lagi menunggu sampai ada korban-korban yang lain.”

Setelah meninggalnya Haringga Sirila, Nahrawi kembali mengungkapkan keprihatinannya yang mendalam. Tahun depan kita tentunya tak ingin, Pak Menpora berkata demikian lagi, bukan?
Betul begitu?

***
Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
Wong Jatibarang, Dermayu
25 September 2018
Gambar: @komiksundel

Advertisement

Tinggalkan Komentar:

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.