Lomba Gimik Pidato Bung Karno: Jadilah Alat Sejarah


Untuk memperingati HUT RI ke-77 sekaligus sebagai ajang silaturahmi pegawai, Direktorat Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat (P2Humas), Direktorat Jenderal Pajak menyelenggarakan kegiatan Morning Activity pada Senin, 23 Juli 2022.

Kegiatan itu diisi dengan pemberian motivasi oleh teman Fungsional Penyuluh Pajak dan banyak lomba yang diikuti banyak pegawai Direktorat P2Humas, mulai dari parade mode, gerak berantai, gimik pidato Bung Karno, dan lain sebagainya.

Di Grup Subdirektorat Hubungan Masyarakat Perpajakan, Kepala Subdirektorat Hubungan Masyarakat  Perpajakan Ibu Dwi Astuti langsung menunjuk saya untuk mengikuti lomba gimik pidato Bung Karno. Wah…

Kepada Kepala Seksi Hubungan Eksternal Pak Slamet Riyanto, saya bilang, “Pak, saya izin dulu tidak ikut yah?”

“Kenapa?” tanyanya.

“Saya tidak tahu teksnya.”

“Ada kok,” kata Pak Slamet. Ia langsung mengirimkan teks dan tautan video Youtube Bung Karno membacakan teks pidato itu. “Mau melarikan diri kok alasannya gitu amat,” katanya.

“Ha ha ha ha.”

“Mau tidak mau, saya harus ikut. Dibantu Mbak Uli, saya mendapatkan cetakan teks pidato. Saya kemudian menonton video pidato Bung Karno itu dengan saksama. Sampai kemudian saya mendapatkan “feel”-nya. Saya menunggu lama giliran. Memang, lomba pidato ini diberi selot terakhir sebagai pemuncak lomba.

Omong-omong, gimik itu berasal dari bahasa Inggris, yaitu “gimmick”. Gimik dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia Daring berarti:

  1. n Sen gerak-gerik tipu daya aktor untuk mengelabui lawan peran
  2. n sesuatu (alat atau trik) yang digunakan untuk menarik perhatian

Akhirnya waktunya tiba. Dari empat orang peserta saya mendapatkan giliran yang ketiga. Dibantu teman-teman kreatif dari Subdirektorat Hubungan Masyarakat Perpajakan saya diberi tiang mik dan ilustrasi suara berisik radio zaman dulu. Lalu mulailah pidato itu.

Saya jadi teringat masa kecil saya ketika saya sering melihat almarhum Bapak saya menirukan pidato Bung Karno di hadapan saya. Ia mengacungkan jarinya ke atas menirukan Bung Karno sambil mengutip beberapa kalimat pidato yang ia ingat dengan suara yang menggelegar.

Ia waktu itu pernah berkata, betapa orang berbondong-bondong datang ke alun-alun untuk melihat Bung Karno berpidato. Pidatonya itu memang membangkitkan semangat perjuangan. Sebenarnya tidak hanya pidato, yang utama adalah Bung Karno membawa narasi hebat, narasi harapan masyarakat nusantara yang rindu kemerdekaan.

Saya pun teringat dengan lomba-lomba membaca puisi yang saya ikuti dalam rangka peringatan HUT RI. Saya juga sering diminta untuk membaca puisi di panggung-panggung malam puncak peringatan HUT RI. Waktu itu masih SD. Sebelum naik panggung biasanya saya gemetar, deg-degan, tetapi kalau sudah naik ke atas panggung sudah tidak memikirkan itu. Yang dipikirkan adalah memberikan performa terbaik dan cepatlah selesai.

Nah, pada acara kali ini saya mendapatkan giliran ketiga untuk membawakan pidato Bung Karno. Tidak ada perasaan deg-degan, tegang, atau semacamnya. Ini bukan kompetisi. Ini sekadar turut memeriahkan acara. Santai saja.  Selain saya, ada Mas Dimas Wisnu Mahendra, Pak Harris Rinaldi, dan Mas Adhi sebagai peserta lomba. Dua orang yang pertama disebut, ditambah saya, termasuk anggota Komunitas Sastra Kementerian Keuangan (KSK).

Dan beginilah teks pidato itu:

Kalau hidup harus makan
Yang dimakan hasil kerja
Jika tidak bekerja tidak makan
Jika tidak makan pasti mati
Inilah undang-undangnya dunia
Inilah undang-undangnya hidup
Mau tidak mau
Semua makhluk harus menerima undang-undang ini
Terimalah undang-undang itu
Dengan jiwa yang besar dan merdeka
Jiwa yang tidak menengadah melainkan kepada Tuhan
Sebab kita tidak bertujuan bernegara hanya satu windu saja
Kita bertujuan bernegara seribu windu lamanya
Bernegara buat selama-lamanya
Jer basuki mowo beyo
Sekali merdeka tetap merdeka
Merdeka
Merdeka buat selama-lamanya
Terima kasih

Cuplikan pidato di atas hanya sebagian kecil dari pidato lengkapnya. Pidato itu merupakan pidato Presiden RI pada saat peringatan ulang tahun Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, 17 Agustus 1953 di Jakarta. Judul pidatonya adalah Jadilah Alat Sejarah. Pidato lengkapnya bisa dilacak di internet.

Dari penilaian lomba itu, pemenangnya (pertama, kedua, dan ketiga) adalah anggota KSK semua.

Omong-omong, tahun depan ikut lomba apa lagi?

***

Riza Almanfaluthi
dedaunan di ranting cemara
27 Agustus 2022

Tinggalkan Komentar:

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.